Hikmah

Bulan Sya'ban di Antara Rajab dan Ramadhan: Jalan Mencapai Kesucian Jiwa

Senin, 19 Februari 2024 | 12:00 WIB

Bulan Sya'ban di Antara Rajab dan Ramadhan: Jalan Mencapai Kesucian Jiwa

Bulan Sya'ban (Ilustrasi: AM)

Bulan Sya'ban diapit oleh dua bulan mulia, yakni Rajab dan Ramadhan. keistimewaan Sya’ban disebut sebagai bulan Nabi Muhammad saw. Hal demikian disampaikan langsung oleh Rasulullah saw, bahwa Rajab sebagai bulan Allah, Ramadhan sebagai bulan umat Nabi Muhammad saw, sedangkan Sya’ban adalah bulannya.


Secara bahasa, Sya'ban berasal dari kata "syi'ab" yang berarti jalan di atas gunung. Konsep ini mencerminkan peran bulan Sya'ban dalam mempersiapkan kedatangan bulan Ramadhan. Bulan Sya'ban diibaratkan sebagai tahap persiapan yang penting sebelum memasuki bulan penuh berkah tersebut. Oleh karena itu, bulan ini menjadi momen yang tepat untuk meniti jalan kebaikan dengan lebih giat, sebagai persiapan menyambut kedatangan bulan Ramadhan yang penuh berkah.


Syekh Yahya bin Mu’adz, sebagaimana disebutkan dalam kitab Duratun Nashihin, memaknai bulan Sya’ban dari masing-masing huruf penyusun katanya. Kata “Sya’ban” (شعبان) terdiri atas lima huruf:   ش (syin) berarti asy-syafa’ah wasy syarafah (pertolongan dan kemuliaan)  ع (‘ain) berarti al-‘izzah wal karamah (kemuliaan dan kehormatan)   ب (ba’) berarti al-birr (kebajikan)   ا (alif) berarti al-ulfah (kecondongan atau kasih sayang) ن (nun) berarti an-nur (cahaya atau menerangi)


Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa bulan Rajab adalah pembersihan badan, Sya’ban pembersihan hati, dan Ramadhan adalah pembersihan ruh. Inilah dimensi yang menjadi fokus pendidikan dalam rangkaian tiga bulan secara berurutan. 


Sebagian ulama ahli hikmah mengatakan:

 
   إن رجب للاستغفار من الذنوب وشعبان لإصلاح القلب من العيوب ورمضان لتنوير القلوب وليلة القدر للتقرب إلى الله تعالى   


“Bulan Rajab adalah bulan untuk memperbanyak istighfar (memohon ampun) dari dosa-dosa, bulan Sya’ban untuk memperbaiki hati dari cela/keburukan, bulan Ramadhan untuk menerangi hati dan Lailatul Qadar sebagai media mendekat kepada Allah” (Syekh Utsman Bin Hasan, Duratun Nashihin, Semarang: Toha Putra, hal. 207).