• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Taushiyah

Nasihat Indah Sayyid Abdullah bin Alawi Al Haddad (1): Sifat yang Harus Dimiliki Ulama dan Kaum Mukminin

Nasihat Indah Sayyid Abdullah bin Alawi Al Haddad (1): Sifat yang Harus Dimiliki Ulama dan Kaum Mukminin
Ilustrasi: NUO.
Ilustrasi: NUO.

فَصْلٌ : في نَصِيحَةٍ نَفِيسَةٍ مِنْ عَالِمٍ جَلِيْلٍ
وقالَ سَيِّدُنا عَبْدُ اللّٰهِ بْنُ عَلَوِيٍّ الحَدّادُ رَضِيَ اللّٰهُ عنه ونَفَعَنا بِهِ، في كِتابِهِ النَّصائحِ الدِّينِيَّةِ ما مَعْناهُ: "وهٰذه أوْصافٌ يَجِبُ أنْ يَتَحَلَّى بِها ويَتَّصِفَ بِها كُلُّ مُؤْمِنٍ"اهـ، وهي قَوْلُهُ قَبْلَ هٰذا بَقَلِيلٍ: "أنْ يَكُونَ خاشِعًا، مُتَواضِعًا، خائفًا، وَجِلًا، مُشْفِقًا مِنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ تَعالَى، زَاهِدًا في الدُّنيا، قانِعًا بِاليَسِيرِ مِنْهَا، مُنْفِقًا لِلْفاضِلِ عَنْ حَاجَتِهِ مِمّا في يَدِهِ، نَاصِحًا لِعِبَادِ اللّٰهِ تَعالَى، مُشْفِقًا عليهم، رَحِيمًا بِهِم، آمِرًا بِالمَعْرُوفِ، ناهِيًا عَنِ المُنْكَرِ، مُسارِعًا في الخَيْراتِ، مُلازِمًا لِلْعِباداتِ، دالًّا على الخَيْرِ، داعِيًا إلى الهُدَى.......


Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Hadad ra, berkata dalam kitabnya “Nashaaihud Diniyyah wal Washoya al Imaniyyah”, yang maknanya: “Ini adalah beberapa sifat yang wajib bagi setiap mukmin untuk menghiasi diri dengannya (terlebih lagi bagi para ulama), yaitu perkataan beliau sebelum ini. Sifat-sifat tersebut adalah:


1.  Khusyu'


Yaitu tunduk dan merendah kepada Allah dengan hati dan anggota badannya. Allah Swt. menyiapkan ampunan dan surga bagi mereka yang memiliki sifat khusyu’. Allah Swt. berfirman:


﴿ اِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمٰتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْقٰنِتٰتِ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالصّٰدِقٰتِ وَالصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰبِرٰتِ وَالْخٰشِعِيْنَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصَّاۤىِٕمِيْنَ وَالصّٰۤىِٕمٰتِ وَالْحٰفِظِيْنَ فُرُوْجَهُمْ وَالْحٰفِظٰتِ وَالذّٰكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذّٰكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا ٣٥ ﴾ ( الاحزاب/33: 35)


Sesungguhnya muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat, laki-laki dan perempuan yang taat, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan penyabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kemaluannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, untuk mereka Allah telah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar. (Al-Ahzab/33:35)


2.  Tawadu' (rendah hati)


Yaitu tidak memandang diri lebih unggul dibanding makhluk Allah yang lainnya. Bahkan ia menilai dirinya sebagai pendosa, kotor dan lalai serta mengakui semua perbuatan salah dan dosa. Urwah bin Zubair berkata: “Tawadlulah, karena tawadlu adalah nikmat yang besar yang satupun tidak ada orang yang hasad atas nikmat tersebut”.


Allah Swt. Berfirman:


﴿ وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا ٦٣ ﴾ ( الفرقان/25: 63)


Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “Salam.” (Al-Furqan/25:63)


Nabi Saw. Bersabda:


مَنْ تَوَاضَعَ لِلّٰهِ رَفَعَهُ اللّٰهُ وَمَنْ تَكَّبَرَ وَضَعَهُ اللّٰهُ.


“Siapa yang tawadhu’ karena Allah, maka Allah akan mengangkat (derajat) nya (di dunia dan akhirat), dan siapa yang sombong maka Allah akan merendahkannya.”


مَا مِنْ آدَمِيِّ إِلاَّ وَفِيْ رَأْسِهِ سِلْسِلَتَانِ: سِلْسِلَةٌ فِى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ وَسِلْسِلَةٌ فِى الْأَرْضِ السَّابِعَةِ، فَإذَا تَوَاضَعَ رَفَعَهُ اللهُ بِالسِّلْسِلَةِ إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ، وَإِذَا تَجَبَّرَ وَضَعَهُ اللهُ بِالسِّلْسِلَةِ إِلَى الْأَرْضِ السَّابِعَةِ.


“Tidak ada manusia kecuali di kepalanya ada dua rantai, rantai di langit ke tujuh dan rantai di bumi ke tujuh, jika ia tawadhu’ maka Allah akan mengangkatnya dengan rantai ke langit ke tujuh, dan jika ia sombong maka Allah akan merendahkannya dengan rantai ke bumi ke tujuh.”


تَوَاضَعُوْا مَعَ الْمُتَوَاضِعِيْنَ، فَإِنَّ التَّوَاضُعَ مَعَ الْمُتَوَاضِعِيْنَ صَدَقَةٌ وَتَكَبَّرُوْا مَعَ الْمُتَكَبِّرِيْنَ، فَإِنَّ التَّكَبُّرَ مَعَ الْمُتَكَبِّريْنَ صَدَقَةٌ.


“Tawadhu’lah bersama orang-orang yang bertawadhu’, maka sungguh tawadhu’ bersama dengan orang-orang yang tawadhu’ itu adalah shadaqah, dan sombonglah beserta orang-orang yang sombong maka sungguh sombong bersama orang-orang yang sombong itu shadaqah,".


3.  Khaouf (Takut)


Yaitu takut terhadap siksa Allah Swt. Dalam kitab al Jala`ul Qalb disebutkan: “porsi khouf harus lebih banyak pada waktu sehat agar mencegah dari perbuatan dosa, sebaliknya porsi roja` (harapan) terhadap rahmat Allah harus lebih banyak pada saat sakit, hingga ia selalu berbaik sangka kepada Allah saat meninggal”.


4.  Takut (wajil) 


Yaitu melakukan hal-hal yang membuatnya terjerumus dalam kebinasaan. Berkaitan dengan kata wajil ini, dalam Al-Qur’an disebutkan:


﴿ اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ ٢ ﴾ ( الانفال/8: 2)


"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah mereka yang jika disebut nama Allah, gemetar hatinya dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhannya mereka bertawakal," (Al-Anfal/8:2).


5.  Syafaqoh (Welas asih) karena takut kepada Allah Swt.


Yakni mengerahkan tekad kuat untuk menghilangkan kebencian dari orang-orang yang didasari rasa takut kepada Allah. Akhlak ini adalah seperti yang dicontohkan Nabi saw. Dalam sebuah hadis:


كان النَّبيُّ صلَّى اللهُ علَيه وسلَّم حَرِيْصًا عَلَى أُمَّتِهِ، شَفِيْقًا بِهِمْ رَؤُوْفًا رَحِيْمًا


"Nabi Saw. adalah orang yang sangat peduli kepada umatnya, welas asih, baik hati dan sayang kepada mereka,".


6.  Zuhud terhadap dunia, Nabi Saw. bersabda:


جَاءَ رَجُلٌ إلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ، دُلَّنِيْ عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْـتُـهُ أَحَبَّنِيَ اللَّهُ، وَأَحَبَّنِيَ النَّاسُ. فَقَالَ: “اِزْهَدْ فِيْ الدُّنْـيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ، وَازْهَدْ فِيْمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبَّكَ النَّاسُ.” رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهُ وَسَنَدُهُ حَسَنٌ.


“Seorang sahabat menemui Rasulullah ﷺ dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu perbuatan yang jika aku lakukan, aku akan dicintai oleh Allah dan manusia.’ Beliau bersabda, ‘Zuhudlah dari dunia, niscaya Allah akan mencintaimu dan zuhudlah dari apa yang ada pada manusia, niscaya mereka akan mencintaimu’.” (HR. Ibnu Majah, dan sanadnya Hasan)


7.  Qanaah (merasa cukup) dengan sedikit dunia, Nabi Saw. bersabda:


قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، ورُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ


“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan diberikan oleh Allah sikap qana’ah (rasa cukup) terhadap pemberian-Nya” (HR. Tirmidzi)


8.  Menginfakkan harta yang dimiliki yang lebih dari kebutuhan, Allah Swt. berfirman:


﴿ لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا ࣖ ٧ ﴾ 


"Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan," (At-Talaq/65:7).


Allah menyebut orang yang selalu berinfak dengan orang-orang yang bertaqwa, Allah Swt. Berfirman:


﴿ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤ ﴾ ( اٰل عمران/3: 134)


"(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan," (Ali 'Imran/3:134).


Nabi Saw. bersabda:


إِذَا وَسَّعَ اللَّهُ فَأَوْسِعُوا


"Jika Allah memberi kelapangan (kemudahan), maka pergunakanlah,"(HR. Bukhari).


Syaikh Abdul Wahab bin Ahmad berkata dalam kitab Al Badrul Munir: 


أَنْفِقْ مَا فِي الْجَيْبِ، يَأْتِيْكَ مَا فِي الْغَيْبِ


"Nafkahkanlah apa yang ada pada saku, maka akan datang padamu perkara dari yang ghaib (tak diduga),".


Imam al Fusyini mengutip perkataan ulama: “Disunatkan bagi yang memakai baju baru untuk bersedekah dengan baju lamanya”.


9.  Memberi nasehat kepada hamba Allah swt. 


Yakni mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kerusakan, sebagaiaman sabda Nabi Saw:


اَلدِّينُ النَّصِيحَةُ ثَلَاثًا قُلْنَا: لِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ.  أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ


“Agama adalah petunjuk (bagi manusia)” -Beliau mengulangi tiga kali-. Kami bertanya: Untuk siapa wahai Rasulullah?. Beliau bersabda: “untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan para pemimpin kaum muslimin dan kepada umat islam pada umumnya.” HR. Muslim.


لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.


Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)


10.  Welas asih kepada hamba Allah swt. 


Yaitu dengan menghindarkan mereka dari bahaya dan berbuat baik kepada mereka. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Muslim Al Khoulani, beliau sesekali tak membaca salam ketika melewati suatu kaum. Ketika ditanya alasannya, beliau berkata: “aku takut mereka meremehkanku dan mereka tak menjawab salamku, sehingga mereka berdosa sebabku”. 


Syaikh Ma’ruf al Karkhi Ketika melihat pelaku maksiat, maka beliau mendoakan ampunan dan berharap rahmat Allah untuk mereka. Beliau juga berkata: “barang siapa yang membaca setiap hari doa ini, maka Allah mencatatnya sebagai wali Abdal, yaitu:


اَللّٰهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللّٰهُمَّ فَرِّجْ عَنْ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.


11.  Menyeru kebada kebaikan (amar ma’ruf), Allah Swt. berfirman:


﴿ وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ١٠٤ ﴾ ( اٰل عمران/3: 104)


"Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Ali 'Imran/3:104)


12.  Mencegah kemunkaran (Nahi Munkar) semampunya, sebagaimana sabda Nabi Saw.:


مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطعْ فَبِقَلبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإيْمَانِ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.


"Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya dia ubah dengan tangannya (kekuasaannya). Kalau dia tidak mampu hendaknya dia ubah dengan lisannya dan kalau dia tidak mampu hendaknya dia ingkari dengan hatinya. Dan inilah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).


13.  Segera melakukan kebaikan


Yaitu tak menunda nunda dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah Swt. berfirman:


﴿ ۞ وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ ١٣٣ ﴾ ( اٰل عمران/3: 133)


Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa (Ali 'Imran/3:133), juga firman Allah Swt.


﴿ وَلِكُلٍّ وِّجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًا ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ١٤٨ ﴾ ( البقرة/2: 148)


Bagi setiap umat ada kiblat yang dia menghadap ke arahnya. Maka, berlomba-lombalah kamu dalam berbagai kebajikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah/2:148).


Menunda-nunda amal kebaikan adalah sesuatu yang tidak terpuji dan merupakan tanda kebodohan jiwa, sebagaimana perkataan Ibnu ‘Athaillah As sakandari:


إِحَالَتُكَ الْأَعْمَالَ عَلَى وُجُوْدِ الْفِرَاغِ مِنْ رُعُوْنَاتِ النَّفْسِ 


“Menunda amal karena menunggu waktu yang luang termasuk tanda kebodohan jiwa.”


14.  Konsisten (istiqomah) ibadah. 


Istiqomah dalam ibadah adalah amal yang diperintahkan oleh Allah Swt., firman-Nya:


﴿ فَاسْتَقِمْ كَمَآ اُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْاۗ اِنَّهٗ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ١١٢ ﴾ ( هود/11: 112)


Maka, tetaplah (di jalan yang benar), sebagaimana engkau (Nabi Muhammad) telah diperintahkan. Begitu pula orang yang bertobat bersamamu. Janganlah kamu melampaui batas! Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Hud/11:112)


Istiqomah dalam ibadah adalah amal yang dicintai oleh Nabi Saw, beliau bersabda:


أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ. رواه البخاري ومسلم


“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling konsisten meskipun sedikit.” (HR. Bukhori Muslim)


15.  Menunjukan kepada Kebaikan 


Nabi Saw. bersabda:


مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ، فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فاَعِلِهِ. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ .


“Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka bagi dia pahala yang orang yang mengerjakan kebajikan tersebut.” (HR Muslim)


16.  Mengajak Kepada Petunjuk 


Nabi Saw. bersabda:


مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا


"Barang siapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun." (HR. Muslim)


DR. KH. Abun Bunyamin, MA, Rais Syuriah PWNU Jawa Barat


Taushiyah Terbaru