• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Taushiyah

KOLOM KH ZAKKY MUBARAK

Menghindari Sikap Munafik

Menghindari Sikap Munafik
Ilustrasi: NUO
Ilustrasi: NUO

Sikap atau perbuatan yang sangat tercela yang harus dihindari oleh setiap orang muslim adalah sikap yang di dalamnya menunjukkan suatu kemunafikan. Munafik pengertiannya adalah melahirkan sesuatu yang berbeda dengan batinnya. Pengertian lain menyebutkan bahwa munafik adalah memperlihatkan keimanannya dan menyembunyikan kekafirannya.


Tanda atau ciri-ciri kemunafikan seseorang bisa dilihat dari berbagai kegiatannya, biasanya diketahui dari perbedaan antara ucapan dan perbuatan.


Banyak orang yang mengatakan dan memerintahkan kebaikan, tetapi ia tidak melaksanakannya. Mereka juga melarang sesuatu yang munkar dan tercela, tetapi ia mengerjakannya. Selain itu banyak dijumpai ditengah-tengah masyarakat orang yang mengerjakan pekerjaan sia-sia, yang tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sikap sebagaimana yang disebutkan di atas akan merusak masyarakat dan menimbulkan kekacauan yang merugikan.


Salah satu hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud r.a. menjelaskan perkembangan suatu generasi dari generasi yang baik sampai ke generasi yang buruk, yaitu generasi yang diliputi dengan sikap kemunafikan. Nabi bersabda, sebagaimana diriwayatkan Abdillah bin Mas’ud:


مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ، وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ، ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ، وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ، فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ (رواه مسلم)


“Tidak ada seorang Nabi pun yang diutus sebelumku melainkan ada para sahabatnya yang setia, yang mengikuti sunahnya, para sahabat itu mengerjakan segala apa yang diperintahkan. Kemudian timbullah sesudah mereka suatu generasi yang banyak berbicara tetapi tidak berbuat, mereka juga mengerjakan perbuatan yang tidak diperintahkan. Barang siapa yang melawan dengan kekuasaannya, maka ia seorang mukmin, barang siapa yang memerangi mereka dengan lisannya, ia adalah seorang mukmin. Barang siapa yang memeranginya dengan hatinya maka ia juga seorang mukmin. Selain dari (tiga tindakan di atas), maka tidak ada lagi iman pada diri seorang meskipun hanya seberat biji sawi”. (HR. Muslim, No: 50).


Hadis di atas memerintahkan kepada setiap orang muslim agar memberantas sikap kemunafikan dan berusaha menghilangkan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah. Setiap orang muslim diperintahkan memerangi sikap kemunafikan yang tercela itu, menurut kemampuannya masing-masing. Bila memilki kemampuan, hendaknya memberantasnya dengan kekuasaan. Bila tidak mampu maka harus memberantas sikap tercela itu dengan lisannya. Bila dengan lisan pun tidak memiliki kemampuan untuk memberantasnya maka harus mengingkari dalam hati. Jika mengingkari dalam hatipun tidak dilakukan maka orang itu tidak memiliki iman lagi dalam dirinya meskipun seberat biji sawi.


Sebagai manusia mukmin kita diperintahkan untuk menyampaikan kebenaran dan mengatakan yang hak dengan jujur dimanapun kita berada. Kita harus mengatakan apa adanya, sejujur mungkin, sehingga terhindar dari kebohongan dan kemunafikan. Para sahabat Nabi, sebagai generasi yang berhasil dan memiliki kewibawaan yang luhur, adalah disebabkan karena mereka konsekuen dan mengatakan yang sebenarnya terhadap yang hak ataupum yang bathil. Sikap seperti itu membuat kawan ataupun lawan memperhitungkan mereka dan membuat lawan mereka menjadi kecil dan hina.


Sikap sahabat nabi sebagaimana yang disebutkan di atas, tergambar dalam salah satu hadis yang diriwayatkan Abil Walid, Ubadah bin Shamit, katanya:


بَايَعْنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْعُسْرِ وَالْيُسْرِ، وَالْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ، وَعَلَى أَثَرَةٍ عَلَيْنَا، وَعَلَى أَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ، وَعَلَى أَنْ نَقُولَ بِالْحَقِّ أَيْنَمَا كُنَّا، لَا نَخَافُ فِي اللهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ (رواه مسلم)


“Kami berbaiat kepada Rasulullah SAW untuk selalu tunduk dan taat kepadanya baik dalam keadaan susah ataupun dalam keadaan senang. Hal itu kami lakukan juga pada hal yang disenangi ataupun apa yang dibenci, bahkan terhadap perebutan kekuasaan terhadap kami. Kami berbaiat untuk tidak menentang pemerintahan yang berhak kecuali bila melihat pelanggaran yang jelas diantaramu, dimana mereka menentang dalil-dalil yang datang dari Allah SWT. Kami juga berbaiat untuk selalu berkata benar dimanapun kami berada, kami sama sekali tidak takut terhadap cercaan orang-orang yang biasa mencerca (di dalam membela Agama Allah)”. (HR. Muslim, No: 1709).


Hadis ini menjelaskan kepada kita sikap yang amat terpuji yang dimiliki oleh para sahabat Nabi, sehingga mereka menjadi manusia-manusia yang sukses, duniawi dan ukhrawi. Mereka berhasil membangun peradaban dunia yang dikagumi bangsa-bangsa lain dan membangkitkan semangat umat manusia untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Mereka selalu taat kepada Nabi, setia tanpa keraguan sedikitpun dalam mengikuti jalan yang ditempuh oleh para Rasul dan orang-orang shaleh. Pada baris yang terakhir dari hadis di atas, jelas betul, bahwa mereka selalu berkata benar, dimanapun mereka berada dan dalam keadaan bagaimanapun. Mereka sama sekali tidak terpengaruh oleh cercaan ataupun cemoohan manusia lain yang memang tabiatnya gemar mencaci dan mencela.


Menyampaikan kalimat yang hak, merupakan tugas pokok bagi setiap orang muslim, karena dengan sikap itu amar ma’ruf (memerintahkan kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kemungkaran) dapat ditegakkan dengan baik. Dalam hadis disebutkan: Rasulullah s.a.w. bersada: 


أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ أَوْ أَمِيرٍ جَائِرٍ (رواه الترمذي وأبو داود)


“Perjuangan yang paling utama adalah mengatakan kalimat yang adil pada pemimpin yang menyeleweng”. (HR. Tirmidzi, No: 2174, Abu Daud, 3781).


Dalam riwayat lain, Nabi s.a.w. ditanya:


يَا رَسُوْلَ اللَّهِ ، أّيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ ، قَالَ : كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ ذِيْ سُلْطَانٍ جَائِرٍ (رواه أبو داود)


“Wahai Rasulullah: “Apakah perjuangan yang paling utama itu?” Nabi menjawab: “Menyampaikan kebenaran (hak) terhadap pemimpin yang menyeleweng”.(HR. Abu Daud, No: 3781).


Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, salah seorang Mustasyar PBNU


Taushiyah Terbaru