• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Taushiyah

KOLOM KH ZAKKY MUBARAK

Memelihara Janji dan Amanah

Memelihara Janji dan Amanah
Ilustrasi: NUO.
Ilustrasi: NUO.

Salah satu sifat yang tidak terpuji yang ada dalam diri manusia adalah sikap mementingkan diri sendiri dan mengabaikan orang lain. Sikap seperti ini merupakan cacat yang harus dihilangkan oleh setiap orang muslim, karena akan membahayakan dirinya dan membahayakan orang lain. Sikap mementingkan diri sendiri, meskipun terlihat sepele, sebenarnya ia bisa menimbulkan masalah-masalah besar. Orang yang bersikap seperti itu bisa mengabaikan tugas-tugas agamanya, karena dirasakan merepotkan.


Ia juga bisa membatalkan perjanjian-perjanjian yang dilakukannya dengan orang lain, mengkhianati amanah, enggan meyelesaikan kewajiban-kewajibannya dan tidak memperhatikan hak serta kepentingan orang lain. Banyak lagi keburukan yang ditimbulkan dari sikap yang tidak terpuji itu.


Dalam ajaran Islam, setiap individu manusia dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya. Oleh karena itu manusia tidak boleh hanya mementingkan diri sendiri, tetapi juga harus memperhatikan kepentingan-kepentingan orang lain, baik orang itu disukai atau tidak. Segala perbuatan dan tingkah laku manusia, senantiasa mendapat pengawasan dari Allah s.w.t. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.


Pengawasan itu diantaranya ditugaskan kepada dua orang malaikat yang mencatat amal baik dan amal buruk, disebutkan dalam al-Qur’an:


إِذۡ يَتَلَقَّى ٱلۡمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلۡيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٞ 


“(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. (Q.S. Qaf, 50: 17).


Setiap orang akan melihat apa yang dikerjakannya di dunia, waktu mereka diperhitungkan di hari hisab. al-Qur’an menjelaskan:


وَكُلَّ إِنسَٰنٍ أَلۡزَمۡنَٰهُ طَٰٓئِرَهُۥ فِي عُنُقِهِۦۖ وَنُخۡرِجُ لَهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ كِتَٰبٗا يَلۡقَىٰهُ مَنشُورًا 


“Dan tiap-tiap manusia itu telah kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka”. (Q.S. Al-Isra’, 17:13).


Buku yang terbuka itu, maksudnya adalah buku catatan kegiatan diri manusia, selama ia hidup di dunia. Dengan demikian, semua orang akan melihat sendiri segala tindakan dan perbuatannya di hari kiamat, segala perbuatan yang baik ataupun perbuatan yang buruk.


Sebagai manusia muslim, setiap individu diperintahkan, agar senantiasa memelihara setiap amanat dan janjinya. Ia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia yang beriman. Allah s.w.t. berfirman:


۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرٗا


“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat”. (Q.S. Al-Nisa’, 4: 58).


Selain diharuskan memegang amanah, ayat ini memerintahkan agar setiap orang menghukumi segala sesuatu secara adil, sehingga tidak mendzalimi orang lain dan juga tidak didzalimi oleh orang lain.


Janji terhadap orang lain, merupakan hutang yang harus dibayar dengan cepat, tidak boleh mengabaikannya, menyia-nyiakan, atau menyalahinya. Manusia mukmin senantiasa teguh memegang janji yang telah diucapkannya. Mereka selalu berhemat dengan janji, tidak mengobral seenaknya, tetapi bila janji telah diucapkan, pantang untuk diingkari atau dipungkiri. Dalam al-Qur’an dijelaskan, bahwa sebagian dari tanda-tanda seorang mukmin yang sukses adalah mereka yang memelihara janjinya.


وَٱلَّذِينَ هُمۡ لِأَمَٰنَٰتِهِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَٰعُونَ 


“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya”. (Q.S, Al-Mukminun, 23:8).


Semua orang yang diarahkan al-Qur’an agar memenuhi janjinya, karena janji itu akan dimintai pertanggungjawaban.


وَلَا تَقۡرَبُواْ مَالَ ٱلۡيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ أَشُدَّهُۥۚ وَأَوۡفُواْ بِٱلۡعَهۡدِۖ إِنَّ ٱلۡعَهۡدَ كَانَ مَسۡ‍ُٔولٗا 


“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabnya. (Q.S. Al-Isra’, 17: 34).


Orang yang mementingkan diri sendiri adalah mereka yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tujuan hidupnya, bahkan sebagian dari mereka menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Dalam al-Qur’an banyak diisyaratkan mengenai mereka yang tersesat karena menjadikan hawa nafsu sebagai tuhannya, diantaranya disebutkan:


أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٖ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةٗ فَمَن يَهۡدِيهِ مِنۢ بَعۡدِ ٱللَّهِۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ 


“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”. (Q.S. Al-Jatsiyah, 45:23).


Akibat memenangkan hawa nafsunya, manusia menjadi sesat, penglihatan mereka tertutup dari kebenaran, mata hatinya tidak bisa lagi menyerap petunjuk. Pendengarannya tertutup dan segala potensi yang ada pada dirinya yang disiapkan untuk menerima petunjuk tidak berfungsi lagi.
Manusia yang termasuk dalam kelompok ini, merupakan makhluk yang paling buruk dan tersesat. kedudukan mereka lebih hina dari hewan ternak atau makhluk lainnya. Al-Qur’an menjelaskan keadaan mereka:


وَلَقَدۡ ذَرَأۡنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِۖ لَهُمۡ قُلُوبٞ لَّا يَفۡقَهُونَ بِهَا وَلَهُمۡ أَعۡيُنٞ لَّا يُبۡصِرُونَ بِهَا وَلَهُمۡ ءَاذَانٞ لَّا يَسۡمَعُونَ بِهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَٱلۡأَنۡعَٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡغَٰفِلُونَ 


“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (Q.S. al-A’raf, 7: 179).


Kualitas manusia, baik atau buruknya, bisa dilihat bagaimana ia dapat memelihara amanah dan janjinya. Bila manusia dapat memelihara dengan baik amanah dan janji itu, berarti ia tergolong manusia yang baik dan berkualitas. Sebaliknya bila tidak, maka menjadi manusia yang hina dan menjadi sampah masyarakat.



Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, salah seorang Mustasyar PBNU


Taushiyah Terbaru