• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 6 Mei 2024

Opini

Seni adalah Keindahan dan Jalan Mengenal Pencipta di Antara Penyempitan Makna

Seni adalah Keindahan dan Jalan Mengenal Pencipta di Antara Penyempitan Makna
Ilustrasi gambar gunung. (Foto/Nasihin)
Ilustrasi gambar gunung. (Foto/Nasihin)

Oleh Nasihin

Arti seni secara umum adalah keahlian membuat karya bermutu. Parameternya adalah kehalusan, keindahan, dan nilai estetika.


Kesenian merupakan suatu yang hidup sejalan dengan mekarnya rasa keindahan yang tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke masa, dan hanya dapat dinilai dengan ukuran rasa


Seni menurut Ki Hajar Dewantara adalah hasil keindahan sehingga dapat menggerakkan perasaan indah orang yang melihatnya, oleh karena itu perbuatan manusia yang dapat mempengaruhi dapat menimbulkan perasaan indah itu seni.


Menurut James Murko, seni adalah rasa indah yang terkandung dalam jiwa setiap manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat dianggap oleh indra pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama).


Seni adalah bagian dari budaya. Kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu budhayah. Istilah ini bentuk jamak dari buddhi, yang memiliki arti budi atau akal sehat.


Budaya menurut Koentjaraningrat, Koentjaraningrat adalah seorang guru besar antropologi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Namanya sangat masyhur sebagai antropolog Indonesia. 


Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, kegiatan, ataupun hasil karya yang memiliki nilai-nilai, pandangan kehidupan, serta tujuan yang dapat diterima sebagai kebenaran maupun hal baik. Baik secara sengaja maupun tidak, hal tersebut biasanya telah diterima secara serentak dalam suatu tatanan masyarakat di suatu wilayah.


Kebudayaan terdiri dari tujuh unsur kultural universal, yaitu bahasa, sistem pengetahuan, sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian.


Kiai Agus Sunyoto seorang Budayawan penggagas Saptawikrama atau tujuh strategi kebudayaan Nusantara, di poin lima mengungkapkan, kita harus menghidupkan kembali seni budaya yang beragam dalam ranah Bhnineka Tunggal Ika berdasarkan nilai kerukunan, kedamaian, toleransi, empati, gotong royong, dan keunggulan dalam seni, budaya dan ilmu pengetahuan.


Dari semua definisi, makna dan tujuan manusia berbudaya, kemudian seni adalah bagian di dalamnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa, seni itu harus lahir dari hati atau rasa yang baik kemudian diolah oleh akal yang sehat atau jernih kemudian melahirkan karya atau hasil perbuatan yang bermanfaat.


Namun kemudian makna budaya, seni terjadi penyempitan makna. Bahkan ada kegiatan pentas dan penampilan yang disebut kegiatan seni, namun dampaknya menjadi pemicu kerawanan keamanan seperti terjadi keributan, kriminal, mabuk-mabukan atau pertunjukan yang tak sesuai tontonan, baik itu untuk anak-anak, dewasa, etika dan norma yang berlaku di lingkungan.


Dan kemudian lahir dampak negatif dari kegiatan yang mengatasnamakan seni itu,  merusak tatanan sosial, kerukunan, empati, toleransi apakah masih dikatakan keindahan?


Bukankah seni itu adalah keindahan yang kemudian menjadi dampak positif? Bukankah budaya itu lahir dari hati baik, akal sehat dan karya yang bermanfaat? Sepertinya makna dan definisi budaya dan seni yang berkembang hari ini sudah jauh keluar dari makna dan definisi sebenarnya. 


Bahkan, korupsi, mencuri, mabuk, dan prilaku negatif lainnya sering dikatakan sebagai budaya. Sangat tidak sesuai dengan makna budaya yang kita baca di atas. 


Mungkin sudah saatnya kita berfikir ulang jika selama ini kita memaknai budaya dan seni hanya sekedar seremoni dan hura-hura. Seni sering dijadikan alat pemuas nafsu tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi. Seni sering dijadikan alat untuk alasan memelihara tradisi, padahal sering terjadi praktek yang tak sesuai norma negara, agama dan tradisi.


Jika saja seni itu adalah keindahan, seharusnya menjadi jalan pencarian siapakah pencipta keindahan itu, jika saja budaya itu lahir dari hati, akal, dan karya sebagai pengibaratkan alam semesta, seharusnya menjadi jalan kesadaran tentang siapakah pencipta alam semesta yang tak terhingga ini.


Negara kita berasaskan Pancasila, negara Beragama, negara Timur yang penuh etika, jangan biarkan tenggelam dalam sistem dan rekayasa orang-orang yang sedang merusak, bukan melalui perang dan agresi, tapi sedang meracuni akal kita, generasi muda kita. Kita harus segera sadar kita sedang dihancurkan di tiap lini, diantaranya tatanan sosial dan agama dengan dihilangkannya atribut kerukunan dan agama. Kemudian agama dibenturkan dengan budaya seolah bersebrangan.


Sudah saatnya kita kembali memaknai kearifan lokal kita yang sesuai dengan harapan pendiri, tokoh dan semua yang mencintai bangsa ini. Jika pun kesadaran kita belum muncul, minimal tidak membuat kegiatan yang tak sesuai etika dan norma di lingkungan kita.


Negeri ini terlalu murah jika hanya sekedar diperingati dan dimeriahkan oleh seremoni dan hura-hura.


Penulis adalah Pengurus Lesbumi PWNU Jawa Barat


Opini Terbaru