Oleh Amin Mudzakkir
Ada salah paham yang sangat mengganggu tentang multikulturalisme di Indonesia. Seolah-olah multikulturalisme adalah obat yang diresepkan buat kalangan konservatif. Seakan-akan kalau kalangan konservatif meminum obat bernama multikulturalisme, maka Indonesia akan baik-baik saja karena berarti kalangan konservatif telah menerima keberagaman kultural yang telah ada sejak dahulu kala.
Pemahaman tersebut keliru. Pemahaman yang lebih tepat, multikulturalisme justru adalah obat yang diresepkan buat mereka yang mengaku moderat. Dengan meminum obat bernama multikulturalisme, maka kalangan moderat mau mendengar keberisikan kalangan konservatif. Seberisik apapun kalangan konservatif, mereka adalah sama-sama warga negara meski memiliki seperangkat nilai yang berbeda.
Multikulturalisme berarti kalangan moderat mau tak mau mesti mendengarkan keberatan kalangan konservatif mengenai Permendikbudristek No. 30/2021. Keberatan tersebut mungkin menyebalkan, tetapi harus ditanggapi. Mereka bukan pendukung kekerasan seksual. Mereka mempunyai pandangan tentang cara mengatasi kekerasan seksual di lingkungan pendidikan secara berbeda--didasarkan pada seperangkat nilai agama atau tafsir agama yang diyakininya.
Oleh karena itu, sejak dulu saya dan orang seperti almarhum Hikmat Budiman ragu dengan multikulturalisme. Multikulturalisme mungkin cocok bagi negara seperti Kanada atau Australia, tetapi kurang cocok bagi Indonesia. Yang dibutuhkan oleh Indonesia bukan multikulturalisme, tetapi kepastian dan penegakan hukum.
Penulis adalah Peneliti BRIN
Terpopuler
1
Barak Militer Vs Pesantren
2
Jejak Perjuangan KH Muhammad asal Garut: Dari Membangun Pesantren hingga Menjaga NU
3
Jelang HUT ke-79, Kodam III/Siliwangi Gelar Ziarah ke TMP Cikutra Bandung
4
Ansor Kuningan Dorong Ketahanan Pangan Lewat Gerakan Kader Tani
5
Ketua Pergunu Jabar Minta Gubernur Dedi Mulyadi Perhatikan Rekomendasi KPAI
6
Berangkat ke Semarang, Sejumlah Tim Instruktur PCNU Kota Bekasi Ikuti Upgrading Nasional PD-PKPNU
Terkini
Lihat Semua