Vasektomi untuk Bansos? Pendidikan dan Kemanusiaan di Jawa Barat dalam Bahaya
Senin, 5 Mei 2025 | 07:45 WIB
Kesenjangan pendanaan pendidikan di Jawa Barat semakin nyata. SMA/SMK negeri mendapat Bantuan Operasional Penyelenggaraan Daerah (BOPD) sekitar Rp1,9 juta per siswa per tahun. Sementara itu, SMA/SMK swasta hanya menerima Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) sebesar Rp562.435,- per siswa per tahun—mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp600 ribu.
Perbedaan mencolok ini menegaskan bahwa kebijakan anggaran pendidikan di Jawa Barat belum menunjukkan keberpihakan yang adil terhadap seluruh lembaga pendidikan.
Pendidikan adalah pondasi peradaban. Maka, kebijakan anggaran dan sosial semestinya berpihak kepada penguatan sumber daya manusia. Sayangnya, kebijakan Pemprov Jawa Barat dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2024 justru menunjukkan arah yang sebaliknya: tidak berpihak kepada pendidikan, khususnya lembaga pesantren dan madrasah. Ironisnya, muncul pula wacana yang sangat tidak manusiawi: mensyaratkan vasektomi bagi penerima bantuan sosial (bansos). Kebijakan seperti ini tidak hanya mencederai nilai kemanusiaan, tetapi juga bertentangan dengan ajaran Islam dan merusak masa depan pendidikan rakyat kecil.
Vasektomi: Haram dalam Islam
Dalam pandangan Islam, vasektomi sebagai metode kontrasepsi permanen (sterilisasi pria) adalah haram, kecuali untuk alasan medis yang sangat darurat. Hal ini ditegaskan dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, tahun 2012. MUI menyatakan:
"Sterilisasi permanen seperti vasektomi dan tubektomi hukumnya haram, kecuali karena alasan darurat medis menurut pertimbangan dokter yang kompeten dan terpercaya."
Dengan demikian, menjadikan vasektomi sebagai syarat menerima bansos adalah pemaksaan terhadap sesuatu yang diharamkan agama, melanggar prinsip HAM, dan konstitusi negara. Ini bukan hanya kebijakan yang salah arah, tapi juga bentuk pelanggaran terhadap norma agama dan moral publik.
Korelasi Vasektomi dengan Pendidikan
Pendidikan dan kesejahteraan keluarga adalah dua sisi mata uang. Pemerintah semestinya memperkuat peran sekolah, pesantren, dan madrasah dalam membentuk generasi cerdas. Menekan angka kelahiran tanpa membenahi akses pendidikan hanya akan memperparah ketimpangan sosial dan memperpanjang kemiskinan struktural. Kebijakan vasektomi sebagai solusi bansos menunjukkan kegagalan dalam memahami akar persoalan rakyat.
Baca Juga
Pendidikan untuk Negara Sejahtera
Ketidakberpihakan dalam Kebijakan Anggaran
Dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 30 Tahun 2024, alokasi anggaran pendidikan menunjukkan arah yang tidak berpihak pada lembaga pendidikan keagamaan.
Hibah untuk pesantren hampir seluruhnya dihapus, hanya menyisakan anggaran untuk LPTQ Jawa Barat sebesar Rp9 miliar dan Yayasan Matlau’l Anwar Bogor sebesar Rp250 juta. Tidak ada alokasi signifikan bagi ribuan pesantren lain yang tersebar di seluruh Jawa Barat.
Sementara itu, BPMU untuk SMA/SMK swasta turun menjadi Rp562.435,- per siswa per tahun, dari sebelumnya Rp600 ribu. Sebaliknya, SMA/SMK negeri tetap mendapatkan BOPD sekitar Rp1,9 juta per siswa per tahun. Ketimpangan ini mencerminkan keberpihakan anggaran yang sangat timpang antara lembaga negeri dan swasta, serta antara pendidikan umum dan pendidikan berbasis nilai keagamaan.
Diskriminasi terhadap Pesantren dan Madrasah
Baca Juga
Sumber Pendanaan Pesantren
Sekolah negeri di Jawa Barat terus mendapatkan dukungan anggaran penuh, termasuk gaji guru honorer yang dibayarkan dari APBD. Sebaliknya, guru madrasah dan pesantren masih berjuang dengan insentif yang kecil dan seringkali terlambat. Lembaga swasta berbasis ormas Islam harus berebut anggaran kecil yang tidak pasti, sedangkan sekolah negeri difasilitasi secara sistemik dan berkelanjutan.
Padahal, lembaga pendidikan swasta seperti SMA/SMK swasta dan pondok pesantren seharusnya diapresiasi oleh pemerintah. Keberadaan mereka sejatinya membantu negara dalam melaksanakan kewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Ketika negara belum mampu menyediakan pendidikan bagi seluruh rakyat secara merata, lembaga-lembaga ini hadir dengan semangat pengabdian dan gotong royong. Maka, alih-alih didiskriminasi, mereka sepatutnya didukung dan diberdayakan.
Kami menyerukan kepada Pemprov Jawa Barat agar:
- Menghentikan wacana vasektomi sebagai syarat bansos, karena tidak manusiawi, bertentangan dengan fatwa MUI dan prinsip HAM.
- Mengembalikan hibah untuk pesantren dan madrasah, serta menaikkan kembali BPMU ke angka yang layak.
- Menghapus diskriminasi pendidikan, dan memperlakukan lembaga pendidikan swasta dan negeri secara adil.
Pendidikan adalah hak seluruh rakyat, bukan hanya milik sekolah negeri. Jika ketidakadilan ini dibiarkan, maka Pemprov Jawa Barat sedang menggali jurang ketimpangan dan menyiapkan krisis masa depan.
Dr. H. Saepuloh, M.Pd, Doktor Ilmu Sosial Universitas Merdeka Malang yang juga Ketua Pergunu Jawa Barat
Terpopuler
1
Angkatan Pertama Beasiswa Kelas Khusus Ansor Lulus di STAI Al-Masthuriyah, Belasan Kader Resmi Menyandang Gelar Sarjana
2
PBNU Serukan Penghentian Perang Iran-Israel, Dorong Jalur Diplomasi
3
Isi Kuliah Umum di Uniga, Iip D Yahya Sebut Media Harus Sajikan Informasi ‘Halal’ dan Tetap Diminati
4
Pengembangan Karakter Melalui Model Manajemen Manis
5
LD-PWNU Jawa Barat Gelar Madrasah Du'at ke-IV, Fokus Pengkaderan Da'i di Era Digital
6
Perkuat Sinergi untuk Umat, PCNU Depok Audiensi dengan Wali Kota Supian Suri
Terkini
Lihat Semua