• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Opini

Polemik Medsos dan Pemelintir Kekuasaan 

Polemik Medsos dan Pemelintir Kekuasaan 
Polemik Medsos dan Pemelintir Kekuasaan. (Foto: Agung Gumelar).
Polemik Medsos dan Pemelintir Kekuasaan. (Foto: Agung Gumelar).

Sekarang saya selalu curiga dengan rupa-rupa polemik di media sosial. Alih-alih memahami permasalahannya secara komprehensif, ujung-ujungnya adalah pemelintiran kekuasaan. Contoh terakhir adalah kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang heboh karena liputan Tempo itu.


Kasus ACT tentu saja sangat memalukan. Publik berhak marah karena donasi yang mereka sumbangkan ternyata digunakan untuk memperkaya para pengurus puncaknya. Liputan Tempo--tepatnya versi pdf-nya--tentang kasus tersebut beredar bebas dan luas disertai berbagai umpatan dan makian. 


Akan tetapi, setelah itu lalu apa? Apakah publik yang marah mempertanyakan regulasi tentang yayasan? Apakah mereka juga mempermasalahkan sistem audit keuangan yang digunakan? Apakah mereka, singkatnya, mengevaluasi tata kelola keuangan publik yang ada di negeri ini? 


Sependek pengamatan saya, gelombang kemarahan publik malah beralih menjadi sentimen anti-Islam politik. Kedekatan para pengurus puncaknya dengan sejumlah elit politik Muslim--setidaknya begitulah kesan yang ditangkap--seolah menjadi pembenaran terhadap sentimen Islam politik yang berkembang selama ini. Kira-kira pesannya adalah begini: tuh kan, Islam politik memang brengsek, donasi publik aja dipakai buat foya-foya!


Sentimen tersebut adalah bahan olahan yang empuk buat para buzzer. Mereka tinggal mencari klipingan berita yang memperlihatkan hubungan antara ACT dan elit politik yang kita tahu masuk dalam nominasi capres dan cawapres pilpres mendatang. Lalu, seperti biasa, ujung-ujungnya adalah pemelintiran kekuasaan untuk merendahkan elit politik yang satu dan meninggikan elit politik lainnya. Dengan ini, argo kekuasaan pun berputar. 


Pola-pola seperti itu telah sering terjadi, tetapi publik tidak kunjung mengerti. Berita yang terus menerus berganti mengkondisikan pikiran agar terarah pada hal-hal yang emosional, terkait dengan afiliasi kultural, sedangkan hal-hal yang sejatinya lebih pokok, misalnya tentang tata kelola keuangan publik secara keseluruhan, raib dalam polemik yang silih berganti. Habis ini entah apalagi. 


Amin Mudzakkir, Peneliti BRIN


Opini Terbaru