Oleh: Mahbib Khoiron
Saya sungguh salut dengan para pengampu pengajian online--juga tim teknisnya--yang sanggup rutin muthala'ah kitab untuk menyiapkan materi, lalu duduk bersila 1-2 jam di hadapan kamera berbagi ilmu secara cuma-cuma. Gratis.
Hal sama juga dialami gus, ning, atau ustadz/ustadzah yang telaten menjawabi curhatan netizen seputar fiqih, konflik rumah tangga, jodoh, dan tetek bengek lainnya.
"Membuka" jasa konsultasi gratis semacam ini tentu punya risiko sendiri. Sebagaimana pengajian, ada waktu, tenaga, uang, dan pikiran yang dikorbankan. Belum lagi potensi kena bully ketika terjadi salah ucap atau sekadar berbeda paham dgn jamaah internet yang liar ini. Ongkosnya lahir batin.
Beliau-beliau ini bukan Mark Zuckerberg atau Sundar Pichai, yang setelah memberi layanan gratis lalu mengomoditaskan user atau mengelola bisnis data. Setelah pethenthengan melayani umat dengan segenap risikonya itu, ya mereka mesti kembali kerja, cari nafkah. Ada keluarga yang harus dihidupi. Lha layanannya gratis je...
Mungkin saja tim teknisnya sempet terbesit buka donasi untuk kiainya, tapi jelas itu tidak mungkin. Stigma "kiai kok menjual ilmu" sudah tentu akan datang bertubi-tubi.
Jadi, sebagai orang awam, santri online, atau alumni yang kebetulan kangen nyatri dan ngalap berkah dari jarak jauh, kita patutlah bersyukur dan berterima kasih kepada para pengabdi di jalan ilmu ini. Jika ada rezeki lebih, sisihkanlah untuk ongkos kuota internetnya, tenaga teknisnya, kopinya, kitabnya, atau curahan energi dan pikiran yang sangat berharga itu. Mereka berhak atas itu semua.
Penulis merupakan Redaktur NU Online
Terpopuler
1
Bangkitkan Semangat Wirausaha, Talk Show di Cirebon Ajak Perempuan Muda Jadi Pelaku Ekonomi Mandiri
2
Angkatan Pertama Beasiswa Kelas Khusus Ansor Lulus di STAI Al-Masthuriyah, Belasan Kader Resmi Menyandang Gelar Sarjana
3
PBNU Serukan Penghentian Perang Iran-Israel, Dorong Jalur Diplomasi
4
Kuota Haji 2026 Baru Akan Diumumkan pada 10 Juli 2025, Kemenag Masih Tunggu Kepastian
5
Koleksi Manuskrip Warisan Ulama Sunda, KH Enden Ahmad Muhibbuddin Jadi Rujukan Tim Peneliti Naskah Nusantara
6
Pengembangan Karakter Melalui Model Manajemen Manis
Terkini
Lihat Semua