Koperasi Merah Putih, Koreksi dan Harapan Baru bagi Ekonomi Rakyat
Ahad, 6 Juli 2025 | 10:01 WIB
Oleh Dr. Akhmad Aflaha
Di tengah situasi ekonomi yang penuh ketimpangan, di mana harga kebutuhan pokok melonjak dan akses usaha semakin sulit bagi rakyat kecil, koperasi seharusnya menjadi harapan. Sayangnya, wajah koperasi hari ini banyak yang kehilangan makna. Alih-alih menjadi alat perjuangan kolektif, sebagian besar justru menjelma menjadi lembaga keuangan biasa—formal di struktur, kering dalam nilai.
Koperasi yang sejatinya dibangun atas semangat kekeluargaan dan gotong royong, kini banyak yang berjalan layaknya perusahaan konvensional. Tak sedikit koperasi yang hanya mengulang pola simpan pinjam, dikelola oleh segelintir elite pengurus, minim pelibatan anggota, dan jauh dari ruh kebangsaan.
Namun, secercah cahaya datang dari sebuah gagasan besar: Koperasi Merah Putih. Pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 menetapkan pembentukan 80.000 Koperasi Merah Putih di desa dan kelurahan seluruh Indonesia. Program ini dirancang sebagai motor penggerak ekonomi kerakyatan, dan akan diluncurkan bertepatan dengan Hari Koperasi Nasional 12 Juli 2025.
Pertanyaannya: apakah ini akan menjadi sekadar proyek formalitas tahunan, atau justru menjadi momentum lahirnya kembali koperasi sebagai alat pembebasan ekonomi rakyat?
Koperasi Konvensional: Jalan yang Terlalu Lama Dijadikan Kebiasaan
Model koperasi yang selama ini mendominasi dapat disebut sebagai koperasi konvensional. Secara struktur, koperasi jenis ini memang merujuk pada prinsip-prinsip koperasi internasional seperti keanggotaan sukarela, partisipasi demokratis, otonomi, dan pendidikan anggota. Namun dalam praktiknya, banyak koperasi justru menampilkan wajah yang birokratis, elitis, dan terlalu teknokratik.
Banyak koperasi hanya berfokus pada transaksi simpan pinjam atau unit usaha dagang sederhana. Koperasi jenis ini nyaris tak memiliki strategi pemberdayaan, pembelaan terhadap petani, nelayan, atau pelaku UMKM. Bahkan, banyak koperasi justru dimanfaatkan sebagai kendaraan ekonomi kelompok elit lokal atau hanya eksis secara administratif—lengkap laporan RAT dan kepengurusan, tetapi kosong makna sosial.
Koperasi semacam ini tidak lagi menjadi wadah bersama untuk membangun kemandirian kolektif. Ia sekadar tempat “memutar uang” tanpa napas kebangsaan.
Koperasi Merah Putih: Bukan Sekadar Usaha, Tapi Gerakan Rakyat
Di sinilah Koperasi Merah Putih hadir membawa semangat baru. Ia bukan hanya membentuk koperasi sebagai unit ekonomi desa, tetapi sebagai alat perjuangan rakyat dalam membangun kedaulatan ekonomi dari bawah.
Koperasi ini tidak dibangun dari pendekatan teknokratis semata, tetapi dari kesadaran ideologis berbasis Pancasila, gotong royong, dan keadilan sosial. Ia tidak mengejar profit, melainkan kemandirian dan keberdayaan komunitas.
Koperasi Merah Putih mendorong sistem ekonomi alternatif yang inklusif: membangun pertanian rakyat, distribusi pangan murah, pembiayaan tanpa riba, pelatihan wirausaha sosial, hingga keterlibatan generasi muda dalam pengelolaan ekonomi. Di beberapa daerah, bahkan muncul koperasi-koperasi berbasis komunitas petani, pesantren, perempuan, dan pekerja informal—semua diikat oleh semangat “Merah Putih”.
Baca Juga
Demokrasi untuk Keadilan
Dengan kata lain, Koperasi Merah Putih ingin mengembalikan koperasi sebagai gerakan sosial-ekonomi, bukan sekadar institusi bisnis.
Koperasi sebagai Gerakan, Bukan Sekadar Unit Usaha
Perbedaan mendasar antara koperasi konvensional dan Koperasi Merah Putih terletak pada jiwa dan arah perjuangannya.
Koperasi konvensional umumnya fokus pada efisiensi dan keuntungan anggota. Ia beroperasi dalam kerangka pasar. Sedangkan Koperasi Merah Putih hadir sebagai bentuk koreksi dan reorientasi: koperasi harus menjadi alat perubahan struktural.
Dalam model Merah Putih, koperasi menjadi basis konsolidasi rakyat:
Sebagai tempat musyawarah warga,
Sebagai pelindung produsen kecil dari manipulasi pasar,
Sebagai penjamin keadilan distribusi hasil usaha,
Dan yang lebih penting: sebagai ruang pendidikan ekonomi-politik rakyat.
Ia juga menghapus pola elitis dalam pengelolaan koperasi. Pengurus dipilih bukan karena kedekatan kekuasaan, tetapi karena integritas, kapasitas kolektif, dan keberpihakan kepada rakyat kecil.
Pengaruh Koperasi Merah Putih terhadap Koperasi Konvensional
Kehadiran Koperasi Merah Putih sudah mulai menggugah koperasi konvensional. Ia menjadi cermin koreksi dan pemantik inspirasi.
Pertama, secara ideologis, koperasi-koperasi lama mulai ditantang untuk kembali pada nilai dasar kekeluargaan, kemandirian, dan keadilan sosial, sebagaimana diajarkan Bung Hatta.
Kedua, dalam praktik, banyak koperasi mulai terbuka terhadap pelibatan anggota, transparansi keuangan, dan penyederhanaan birokrasi internal.
Ketiga, model ekonomi koperasi mulai bergeser dari orientasi profit ke orientasi keberdayaan. Bahkan koperasi konvensional yang tadinya pasif dalam isu sosial-politik, kini mulai menyuarakan aspirasi anggotanya—mulai dari kebijakan harga pangan hingga akses modal usaha.
Koperasi Merah Putih bukan sekadar "versi baru", tapi bisa menjadi penggerak transformasi ekosistem koperasi nasional.
Harapan dan Catatan Kritis
Namun, sebagaimana gerakan besar lainnya, ada tantangan serius yang harus dihadapi Koperasi Merah Putih. Salah satunya adalah resistensi dari sistem ekonomi dominan yang tidak nyaman dengan model ekonomi kolektif. Tantangan lainnya adalah potensi formalisasi dan birokratisasi oleh negara, yang bisa mengerdilkan semangat pemberdayaan menjadi sekadar proyek administratif.
Karena itu, perlu dijaga agar program ini tidak berhenti di launching atau seremonial. Ia harus dikawal dari bawah oleh komunitas, akademisi, dan aktivis koperasi. Diperlukan pelatihan, pendampingan, dan penguatan kader koperasi yang benar-benar memahami nilai dan praksis gerakan rakyat.
Penutup: Membangun Indonesia dari Desa, dengan Semangat Merah Putih
Jika koperasi kembali ke jati dirinya sebagai alat perjuangan rakyat, maka kita sedang menyusun ulang fondasi ekonomi nasional yang lebih adil dan berdaulat. Koperasi Merah Putih bukanlah solusi instan, tetapi ia bisa menjadi pijakan awal menuju gerakan ekonomi rakyat yang tangguh dan bermakna.
Sudah waktunya kita berhenti melihat koperasi sebagai bangunan usang yang kehilangan arah. Kita perlu membayangkannya ulang—bukan sebagai alat simpan pinjam belaka, tetapi sebagai motor keadilan ekonomi, benteng solidaritas rakyat, dan simbol perjuangan bangsa.
Jika kita sungguh serius, maka di balik 80 ribu koperasi Merah Putih yang dibentuk, bisa tumbuh 80 juta harapan rakyat yang lebih merdeka secara ekonomi.
Penulis adalah dosen, peneliti, dan aktivis pendidikan rakyat. Artikel ini merupakan opini pribadi.
Terpopuler
1
Kemenag Siap Cairkan BOP RA dan BOS Madrasah Triwulan Kedua 2025 Senilai Rp1,79 Triliun
2
Koperasi Pertama Lahir di Ciparay Bandung
3
Lafal Niat Puasa Asyura Puasa Sunah pada 10 Muharram
4
Ziarah yang Terganggu: Refleksi Sosial atas Fenomena Peminta-Minta di Obyek Wisata Sunan Gunung Jati
5
Khutbah Jumat Singkat: Menghidupkan Takwa dalam Seluruh Aspek Kehidupan
6
Besok Sunah Puasa Tasua, Ini Lafal Niatnya
Terkini
Lihat Semua