• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Opini

KOLOM KANG IQBAL

Kini, Saatnya Pemilih Menagih Janji

Kini, Saatnya Pemilih Menagih Janji
(Ilustrasi: NU Online).
(Ilustrasi: NU Online).

Seminggu sudah berlalu rakyat Indonesia melaksanakan pemilihan presiden-wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPDRD Kota/Kabupaten pada Pemilihan Umum 14 Februari 2024. Semua pihak sekarang sedang menunggu hasil resmi oleh Komisi Pemilihan Umum pada 20 Maret 2024. Semua berharap Pemilihan Umum melahirkan pemimpin bangsa dan wakil-wakil rakyat melalui proses yang jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia atau “Jurdil dan Luber” sebagaimana slogan pemilihan umum. 


Dalam negara demokratis, pemilihan (election) berfungsi sebagai batu fondasi pemerintahan yang memberikan semua warga negara kesempatan untuk memilih pemimpin dan perwakilan mereka dan membentuk trajektori bangsa mereka. Apakah partisipasi warga berhenti pada hari pemungutan suara? Saya kira proses demokrasi dan partisipasi warga negara tidak boleh berakhir di kotak suara pada hari pemungutan suara. Selain memberikan suara, warga negara memiliki peran penting dalam menjaga pemimpin terpilih bertanggung jawab atas janji dan tindakan mereka. Tanggung jawab ini menjadi sangat penting setelah pemilihan karena warga negara sebagai pemilih harus berusaha untuk memastikan bahwa janji dan komitmen yang dibuat oleh para pemimpin ketika kampanye dapat diwujudkan.


Dengan demikian, setelah hari pemungutan suara, pemilih harus aktif terlibat dalam pengawasan pasca-pemilu dengan meminta akuntabilitas dan pemenuhan janji kampanye dari pemimpin dan wakil yang terpilih. 


Ada beberapa alasan untuk mendukung argument di atas. Pertama, proses pemerintahan demokratis dibangun pada prinsip tanggung jawab. Presiden-wakil presiden dan anggota parlemen terpilih memperoleh otoritas mereka dari persetujuan atau mandat rakyat dan, karena itu, mereka bertanggung jawab kepada rakyat sebagai pemilih. Dengan membuat mereka yang terpilih bertanggung jawab atas janji-janji kampanye mereka, pemilih memperkuat kontrak sosial yang mendasari demokrasi. Kegagalan untuk menghormati komitmen ini akan merusak kepercayaan atas pemerintah dan parlemen dan menodai legitimasi mereka di mata rakyat. 


Selain itu, keterlibatan pemilih pasca-pemilu berfungsi sebagai mekanisme untuk memastikan transparansi dan keterbukaan dalam pemerintahan. Dengan mengawasi tindakan presiden-wakil dan anggota parlemen terpilih dan menuntut tanggung jawab atas janji-janji mereka, pemilih mempromosikan budaya transparansi yang penting untuk fungsi demokrasi yang sehat. Ketika para pemimpin dan wakil rakyat bertanggung jawab atas tindakan mereka, mereka didorong untuk bertindak dalam kepentingan publik dan memerintah dengan integritas. Sebaliknya, kurangnya tanggung jawab dapat mendorong korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan mengabaikan kebutuhan dan kepentingan rakyat sebagai pemilih. 


Keterlibatan pasca-pemilu juga memberdayakan warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi di luar pemungutan suara. Demokrasi bukanlah pertandingan olahraga dengan kehadiran banyak orang sebagai penonton yang sekedar menonton. Demokrasi membutuhkan keterlibatan aktif dan pengawasan dari warga negara. Dengan membuat presiden-wakil presiden dan anggota parlemb terpilih bertanggung jawab atas janji-janji mereka, pemilih menunjukkan komitmen mereka terhadap nilai-nilai demokratis dan keinginan mereka untuk secara aktif membentuk arah masyarakat mereka. Komitmen ini dapat mengambil berbagai bentuk seperti menjaga kontak dengan wakil rakyat terpilih, berpartisipasi dalam forum publik, dan bergabung dalam upaya advokasi untuk mendorong implementasi kebijakan. 


Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa tidak realistis dan terlalu menuntut bila menagih janji-janji kampanye presiden-wakil presiden dan anggota parlemen terpilih. Mereka mungkin beralasan bahwa realitas politik tidak sesederhana anggapan rakyat kebanyakan sehingga naif untuk menagih mereka yang terpilih memenuhi janji kampanye mereka. Memang benar bahwa pemerintahan itu kompleks dan penuh tantangan, tapi ini tidak membebaskan mereka yang terpilih dalam pemilu dari tanggung jawab mereka untuk berusaha memenuhi komitmen dan janji mereka sebaik mungkin. Selain itu, menagih janji mereka yang terpilih untuk bertanggung jawab tidak selalu berarti mengharapkan hasil yang segera atau sempurna. Menagih janji mereka berarti mempertahankan mereka tetap berada pada standar etika, kejujuran, transparansi, dan keseriusan dalam mewujudkan visi dan program mereka. 


Kesimpulannya, peran warga negara sebagai pemilih untuk meminta tanggung jawab presiden-wakil presiden dan wakil rakyat terpilih atas janji-janji kampanye mereka adalah fundamental untuk demokrasi yang sehat dan dinamis. Menagih janji-janji mereka dan menuntut akuntabilitas dan pemenuhan komitmen berarti memperkuat kontrak sosial antara pemilih (rakyat) dan yang dipilih (presiden-wakil presiden dan anggota parlemen). Keterlibatan pasca-pemilu memberdayakan warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi dan memastikan bahwa pemimpin terpilih memerintah dan bekerja demi kepentingan publik.


Pemilih adalah pengawas demokrasi yang harus tetap mengawasi dan meminta tanggung jawab mereka yang terplih agar memiliki integritas dan legitimasi dalam sistem demokrasi. 


Pemilu bukan garis finish dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Ia adalah garis start untuk rakyat Indonesia memulai menagih janji pemimpin dan wakil mereka yang terpilih dalam pemilu, meminta mereka mewujudkan komitmen mereka, dan bekerja untuk kepentingan dan kebaikan semua rakyat. Bila mereka yang terpilih dalam pemilu hendak disebut sebagai pemenang, maka mereka mesti memiliki komitmen atas janji-janji kampanye mereka. Jika tidak, mereka hanyalah para pecundang. “Losers make promises they often break; winners make commitments they always keep”, demikian sebuah kutipan populer yang sering disematkan pada Denis Waitley, penulis The Psychology of Winning.


Asep Muhamad Iqbal, Direktur Centre for Asian Social Science Research (CASSR), FISIP, UIN Bandung


Opini Terbaru