• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Ngalogat

Haji itu Wukuf di Arafah (8)

Haji itu Wukuf di Arafah (8)
Haji itu Wukuf di Arafah (8). (Ilustrasi: NUO).
Haji itu Wukuf di Arafah (8). (Ilustrasi: NUO).

Napak Tilas


Ibadah haji sering juga disebut Ibadah Napak Tilas. Ini tidak berarti bahwa jika seseorang telah melaksanakan ibdah haji, kemudian beberapa tahun kemudian dia melaksanakan lagi untuk menapaki jejak sebelumnya. Napak Tilas di sini maksudnya menapaki Tilas (jejak) langkah orang-orang shalih yang telah teruji ketaqwaannya. Lalu, Tapak siapakah itu?


Tentu yang pertama Tapak jejak jungjungan kita, Rasulullah saw. Beliau pernah menapaki perjalanan sebagaimana yang dilakukan dalam pekaksanaan manasik haji. Beliau dengan menunggangi unta berangkat dari Mekah menuju Arafah lewat Mina dan Muzdalifah dengan menjalankan syariat yang telah ditetapkan. Kemudian setelah wukuf di Arafah kembali ke Mekah lewat Muzdalifah dan Mina.


Kemudian, jejak siapa yang beliau tapaki? Berdasarkan Perintah Allah, Rasulullah menapaki jejak perjalan hamba Allah yang terpilih, keluarga  Nabi Ibrahim as, Nabi Ismail, dan ibunda tercintanya, Sayyidatina Hajar. Lebih kurang ceritanya sebagai berikut:


Nabi Ibrahim as, bersama isterinya Sayyidatina Sarah berasal dari Syam (Palestina). Setelah beberapa tahun berumah tangga mereka belum dikaruniai putera sebagai penerus perjuangannya. Kemudian mereka hijrah ke Mesir dan menempati sebuah rumah. Kedatangan mereka di Mesir tercium oleh seorang abdi kerajaan, dia sangat kagum akan kecantikan Siti Sarah, akhirnya dia melapor kepada raja Mesir (al aziz), bahwa ada seorang lelaki membawa seorang wanita cantik. Mendengar kabar tersebut al aziz merasa tertarik untuk segera mendatanginya. Bukan main kekaguman sang raja terhadap kecantikan Siti Sarah, ingin rasanya segera memilikinya. Maklum raja jika menginginkan sesuatu pasti harus diturutinya. Seandainya tidak ada Nabi Ibrahim, entah bagaimana kejadiannya.

Setelah diterima sebagai tamu, Raja bertanya kepada Nabi Ibrahim, "Siapanya engkau wanita ini Ibrahim?".


Nabi Ibrahim menjawab :"Haadzihii ukhtii", ini saudariku, adikku. Mendengar jawaban tersebut Sang Raja menjadi penasaran, ingin segera menjamahnya. Kemudian dia pamitan untuk kembali ke istananya dan berpesan kepada abdi kerajaan tadi, bahwa dia harus memberi kabar jika Ibrahim sedang bepergian ke luar.


Apakah Nabi Ibrahim berbuat bohong menyebut bahwa isterinya Siti Sarah sebagai saudari perempuannya? Tidak, itu hanya siasat, karena jika Nabi Ibrahim menyebutkan Siti Sarah sebagai isterinya pasti akan disingkirkan atau mungkin dibunuh dan Hajar direbutnya. Yang pasti sebagaimana budaya Sunda, seorang isteri terkadang menyebut suaminya "Pun lanceuk", kakakku. Apalagi jika dilihat secara umum bahwa manusia bersaudara, sama-sama keturunan Nabi Adam as.


Nabi Ibrahim as adalah seorang Rasul Allah yang sering keluar kampung dalam berbisnis. Di saat itu abdi raja memberitahukan kepada Sang Raja bahwa Ibrahim sedang keluar. Raja bergegas menuju rumah St. Sarah, sang raja langsung nafsunya memuncak dan langsung menjamah badan st.Sarah. Namun apa yang terjadi? Ternyata tangan raja kaku tidak bisa bergerak menjamah wajah Sarah. Raja menjadi sok, kemudian dia berkata kepada Sarah, "...Sarah engkau bukan wanita sembarangan, tolong minta sama Tuhan kamu agar tanganku bisa bebas seperti sedia kala!". St.Sarah langsung berdo'a kepada Allaah, saat itu pula tangan raja lepas, terbebas dari kekakuan. "Terima kasih atas do'amu Sarah, dan atas kebaikanmu aku akan memberikan hadiah buat engkau", begitulah kata raja.


Akhirnya Nabi Ibrahim dan Siti Sarah diberi hadiah oleh raja berupa rumah tempat tinggal, biaya kebutuhan sehari-hari, dan seorang emban/pembantu rumah tangga, yaitu Sayyidatina Hajar.
Mereka bertiga hidup dengan tenang, namun tetap masih belum dikaruniai putera. Setelah sekian lama tinggal di Mesir, Nabi Ibrahim bersama isteri dan pembantunya pindah lagi ke Syam (Palestina).


Menurut cerita, Nabi Ibrahim pernah berjanji, "...Seandainya aku punya seorang putera kemudian Allaah memerintah untuk dikorbankan kepada-Nya, maka akan aku korbankan". (Bersambung).


H Awan Sanusi, salah seorang A'wan PWNU Jawa Barat


Ngalogat Terbaru