• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 30 April 2024

Ngalogat

Banser Family, Keluarga Nahdlatul Ulama

Banser Family, Keluarga Nahdlatul Ulama
Dari kiri ke kanan: Seni, Mita, Imam Mudofar, Patonah, dan Arifin. (Foto: Imam Mudofar)
Dari kiri ke kanan: Seni, Mita, Imam Mudofar, Patonah, dan Arifin. (Foto: Imam Mudofar)

Oleh Imam Mudofar
Selama menjadi bagian dari Banser, saya kerap menemukan kisah-kisah unik dan menarik. Bahkan tak jarang cerita itu terkadang menjadi inspirasi bagi saya yang kian menumbuhkan kecintaan luar biasa pada barisan ini. Kisah dan cerita yang sebetulnya sederhana, tapi sarat dan penuh makna. 

Dan kali ini saya dipertemukan dengan satu keluarga yang menjadi anggota Banser. Mulai dari suami, istri, anak dan cucunya diikutkan Diklatsar Banser. Dimulai dari posisi yang paling kanan, namanya Ndan Arifin (suami), Bu Patonah (istri), Mita (anak) dan Seni (cucu). 

Tidak hanya sekedar ikut, mereka sekeluarga juga aktif dalam setiap kegiatan Ansor, Banser maupun NU. Dan ruang lingkung keaktifannya tidak hanya di sekitar tempat tinggalnya saja (Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis), tapi juga kerap membantu kegiatan-kegiatan di luar daerahnya. 

Sebetulnya saya sudah beberapa kali bertemu mereka. Dalam kegiatan Susbalan di Ciamis beberapa waktu lalu, saya juga bertemu dengan mereka. Namun saya tidak tahu kalau mereka adalah satu keluarga. Saat Diklatsar di Pangandaran, saya baru tahu kalau mereka itu satu keluarga. Kondisi itu membuat saya tertarik untuk ngobrol-ngobrol lebih jauh dengan mereka.

Ndan Arifin sudah menjadi Banser sejak tahun 1999. Sehari-hari, Ndan Arifin ini berprofesi sebagai tukang ojek di daerah dekat tempat tinggalnya. Sebagai tukang ojek, tentu penghasilannya tak seberapa. Bahkan mungkin hasilnya pun pas-pasan. Atau kalau ada tambahan, paling hanya dari kerja serabutan. Membantu bertani di sawah milik tetangga atau yang lainnya. 

Dalam kondisi yang serba pas-pasan itu, Ndan Arfin lebih memilih untuk meninggalkan pekerjaannya demi menjalankan tugasnya sebagai seorang Banser. Bahkan istri, anak dan cucunya juga ikut serta. Kalau sudah tugas Banser, hampir bisa dipastikan rumahnya kosong. Karena seisi rumah ini sedang berangkat untuk ikut berkhidmat di Nahdlatul Ulama. 

Dapur dan Logistik menjadi lahan garapan Ndan Arifin dan Bu Patonah untuk mendulang pahala. Mereka yang memastikan urusan dapur dan logistik baik untuk peserta maupun panitia sudah aman. Semuanya mereka lakukan dengan sungguh-sungguh dan bertanggungjawab. Terbukti tidak pernah ada peserta maupun panitia yang kelaparan dan kekurangan konsumsi. Karena semuanya sudah disiapkan dengan baik oleh mereka.  

Ndan Arifin sebetulnya sudah pernah menjelaskan ke istri, anak dan cucunya jika aktif di BANSER itu tidak ada bayarannya. Niatnya hanya mencari pahala. Namun rupanya jawaban Ndan Arifin itu justru yang membuat istri, anak dan cucunya semakin ingin bergabung dengan Banser. "Da artos mah tiasa dipilarian. Buktina geuning teu weleh dirizkian ku Pangeran. Barokah anu sesah dipilarian nana mah (uang itu bisa dicari. Toh selama ini Alloh selalu memberi rejeki. Yang susah dicari itu barokah)," kata Bu Patonah menjawab cerita suaminya.

Jawaban itu membuat saya kian menggelengkan kepala. Dan semakin penasaran mendengarkan cerita mereka. Saat saya tanya apa yang membuat mereka sekeluarga begitu yakin dan semangat untuk berkhidmat di Nahdlatul Ulama lewat jalan Banser, Ndan Arifin dan Bu Patonah hanya menjawab semata-mata hanya ingin ngalap berkah. Mereka sekeluarga hanya berharap suatu ketika nanti mereka diakui sebagai santrinya Hadratussyekh KH. Hasyim Asy'ari yang diajak ke surga bersama-sama dengan beliau. Ya Alloh. 

Dari cerita dan keyakinan mereka, saya kian percaya jika keikhlasan dan ketulusan dari orang-orang seperti Ndan Arifin dan keluarganya inilah yang membuat jami'ah ini tetap kokoh berdiri. Dan saya juga yakin jika di belahan bumi Indonesia lainnya, ada banyak cerita tentang ketulusan dan keikhlasan di Ansor, Banser dan Nahdlatul Ulama sebagaimana cerita Ndan Arifin dan keluarganya. 

Mudah-mudahan Ndan Arifin dan keluarga senantiasa diberikan kesehatan dan umur panjang. Rejeki yang melimpah dan barokah. Amin. 

Salam hormat yang setinggi-tingginya....

Penulis: Imam Mudofar. Alumnus Pondok Pesantren Queen Al Falah Ploso-Kediri. Alumnus FIB Unair Surabaya. Saat ini aktif di Banser sebagai Kasatkorcab Banser Kabupaten Tasikmalaya.


Ngalogat Terbaru