• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Kuluwung

Harmoni Alam, Mitigasi Bencana dan Istilah Cai Urang Sunda 

Harmoni Alam, Mitigasi Bencana dan Istilah Cai Urang Sunda 
Senja di Nihiwatu NTT (Foto: IDY).
Senja di Nihiwatu NTT (Foto: IDY).

Indonesia adalah negara yang termasuk wilayah rawan bencana, baik bencana alam (Natural Disaster) atau bencana karena ulah manusia (Man-made Disaster). Bencana alam yang sering melanda diantaranya: gempa, tsunami, gunung meletus dikarenakan indonesia termasuk sebagai negara yang berada di daerah Cincin Api Pasifik (Ring of Fire). Bencana yang diakibatkan ulah manusia diantaranya: banjir, longsor dan kekeringan.


Bencana alam baik itu banjir, longsor, tsunami tak terlepas dari peran air sebagai sumber penggeraknya. Bencana alam adalah siklus yang dapat dipercepat akibat hilangnya rasa hormat manusia pada alam, secara otomatis jika manusia sudah tidak menghormati(merusak)alam sama saja sudah mengkhianati amanah yang di titipkan Tuhan, yaitu menjadi Khalifah di muka bumi untuk memelihara alam.


Hutan-hutan dijarah, digunduli dan dialihfungsikan, sungai-sungai menjadi saluran limbah dan sampah, serapan-serapan air menjadi beton dan kehancuran ekologi lainnya adalah bencana yang di akibatkan oleh tangan manusia.


Masyarakat nusantara sangat erat sekali hubungannya dengan alam-seperti halnya masyarakat sunda terdahulu, di antaranya dengan air, atau biasa disebut cai atau ci, istilah yang selalu melekat dengan nama-nama daerah di tatar sunda seperti; Cileunyi, Cimahi, Cikeruh,Ciamis, Cimalaka, Cilamaya, atau nama daerah dengan nama awalan; Ranca, Seke, Andir, Curug, Situ dan yang lainnya. 


Di beberapa daerah tatar sunda tertentu yang masih mempertahankan adat, harmoni manusia dan alam disatukan dalam tradisi ruwat. Tradisi ruwatan ada sebelum islam masuk nusantara, namun setelah ajaran islam masuk, tatacara ruwat penuh dengan nafas islam yang tentunya tanpa meninggalkan adat tradisi setempat. Ruwatan adalah ekspresi rasa syukur atas kehidupan yang Tuhan telah berikan, sekaligus mengekspresikan permohonan dan harapan untuk memperoleh rahmat dan berkah kehidupan yang terbebas dari musibah.


Diantara tradisi sunda yang masih dilaksanakan diantaranya ngaruwat cai, tradisi ini dilaksanakan di bulan-bulan tertentu dengan tujuan untuk memelihara mata air, aliran, tempat(sungai,danau) dan alam sekitarnya supaya terjaga dan lestari sekaligus sarana silaturahmi warga, yang diawali dengan tawasul, berdoa bersama, pembacaan sejarah tempat, penanaman pohon, diakhiri acara makan bersama(balakecrakan)


Diantara terpeliharanya sumber air adalah dengan adanya hutan. Hutan adalah sumberdaya alam,  hutan dengan banyaknya pohon menjadi penyedia jasa kehidupan, tempat pengendali oksigen dan juga air, unsur yang sangat vital untuk berlangsungnya kehidupan manusia.


Masyarakat dahulu penuh dengan hormat dan perhitungan tentang cara memperlakukan alam, seperti di daerah pegunungan, hutan di bagi beberapa bagian guna menjaga keseimbangan: ada yang disebut hutan larangan(titipan) yang tidak boleh diganggu atau dimasuki kecuali ada ijin Ketua Adat, hutan tutupan yaitu hutan yang bisa diambil bahan untuk kebutuhan seperlunya dan dalam keadaan mendesak atas ijin Ketua Adat, dan hutan garapan tempat bercocok tanam penduduk setempat yang bebas di mamfaatkan untuk di garap baik untuk sawah ataupun ladang dan pemukiman.


Makna, filosofi konservasi disembunyikan di dalam simbol  dan kesakralan, tujuan utamanya adalah pendidikan etika dan warisan alam untuk kelangsungan hidup anak-cucu atau generasi berikutnya, hutan adalah sumber oksigen, resapan dan cadangan air, rumah tumbuhan dan binatang dan banyak lagi mamfaatnya.


Tata letak hutan, lahan garapan dan pemukiman yang penuh muatan filosofi telah dijadikan pedoman atau aturan baik tertulis secara adat ataupun lisan yang turun temurun-adalah kearifan lokal yang harus dipertahankan ditengah gempuran globalisasi yang jika tanpa filter dan pemaknaan mendalam akan menjerumuskan manusia pada prilaku yang dapat merusak hubungan antar makhluk(manusia dan alam)


Namun kita patut bersyukur masih ada praktek harmoni manusia dan alam, selain dari upacara ruwat dibeberapa Kampung atau Kampung Adat- kita masih bisa melihat Kearifan Lokal dijaga, baik secara fisik atau prilaku, contoh fisik adalah berupa bangunan rumah panggung, kontruksi rumah panggung; yang ramah lingkungan juga dapat me-minimalisir dampak bencana ketika atau setelahnya, baik itu gempa ataupun banjir.


Kontruksi bangunan rumah panggung yang tinggi(30-100 cm diatas tanah), hanya memakai beberapa tiang yang di tahan oleh pondasi batu(tatapakan)-menjadikan tanah bawah rumah berfungsi sebagai serapan air, dan struktur rumah dari kayu atau bambu yang disambung tanpa paku memungkinkan mengikuti goyangan gempa.  


Yang terakhir adalah bencana non-alam yaitu bencana sosial yang sangat erat hubungannya dengan bencana alam karena menyangkut prilaku manusia, diantara bencana sosial: konflik masyarakat, wabah penyakit, degradasi moral (etika) termasuk dampak negatif teknologi.


Konflik masyarakat, degradasi moral dan efek negatif teknologi hadir akibat dari meninggalkan nilai-nilai budaya lokal yang penuh nilai agama, adat istiadat, dan norma lingkungan yang telah diwariskan leluhur negeri ini yang begitu luhur, diantaranya cara berinteraksi manusia dengan alam yang biasa disebut Kearifan Lokal sudah ditinggalkan bahkan cenderung di buang karna dianggap tidak relevan, padahal kebiasan orang dahulu adalah didikan tentang mitigasi bencana yang di balut kesakralan dan mitologi.  


Dengan memaknai dan mengamalkan kembali nilai dan makna kearifan lokal kita dapat mencegah kerusakan-kerusakan alam, moral dan berbagai akibat lainnya. Memanfaatkan alam sewajarnya, melestarikan dan merawat kembali adalah sebuah kewajiban untuk terciptanya keseimbangan. Alam(tumbuhan, hewan) mempunyai hak untuk hidup layaknya manusia, karena semua diciptakan Tuhan untuk saling memberi mamfaat demi terciptanya harmoni berkelanjutan.


Nasihin​​​​​​​, Lesbumi PCNU Kabupaten Bandung


Kuluwung Terbaru