• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Masih Perlukah Kita dengan Makna Tanah Air Bagi Persatuan dan Kesatuan?

Masih Perlukah Kita dengan Makna Tanah Air Bagi Persatuan dan Kesatuan?
peta indonesia, (ilustrasi: istimewa)
peta indonesia, (ilustrasi: istimewa)

Indonesia adalah negara kepulauan, negara yang menamakan wilayahnya dengan sebutan tanah air, sebutan yang terdengar sangat indah dan tentunya sangat memberi kesan dan kenangan, apalagi bagi mereka yang merantau jauh dari negerinya.


Negara kepulauan yang indah, jika di negara lain laut adalah batas wilayah antar negara, di negeri ini justru menjadi pemersatu wilayah dengan daratan, nusantara dikaruniai sumber daya alam yang melimpah, bentang batas wilayah laut yang panjang-dipagari pulau-pulau terluar, bagai pagar-pagar negeri yang menjadi ciri kedaulatan yang telah di akui dunia internasional.


Pulau-pulau yang menjadi pagar terluar adalah bentang teritorial sebagai acuan batas wilayah negeri yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI).
Batas-batas itu meliputi luas lautan, dasar lautan hingga batas-batas udara dan zona terbang.


Jati diri negara kepulauan yang membentang dari sabang sampai marauke bagai untaian mutiara Zamrud Khatulistiwa. Konsep negara kepulauan memberikan kita anugrah diantara dua benua dan samudera, sumber daya alam dari mulai lautan dan daratan menjadi kekayaan yang tak ternilai.


Dilansir dari laman travel.detik.com, rincian luas daratan Indonesia adalah: 1.919.440 km2. Sedangkan luas lautan sekitar 3.273.810 km2. Dalam situs Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi disebutkan, Rujukan Nasional Data Kewilayahan RI menyebutkan luas wilayah Indonesia baik itu darat dan perairan adalah 8.300.000 km2.

Angka rujukan nasional data kewilayahan RI, yang salah satunya luas laut Indonesia itu dikerjakan sejak tahun 2015 oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Pusat Hidrografi dan Oseanografi (Pushidros) TNI AL.
 

  1. Luas perairan pedalaman dan perairan kepulauan Indonesia adalah 3.110.000 km2;
  2. Luas laut teritorial Indonesia adalah 290.000 km2;
  3. Luas zona tambahan Indonesia adalah 270.000 km2;
  4. Luas zona ekonomi eksklusif Indonesia adalah 3.000.000 km2;
  5. Luas landas kontinen Indonesia adalah 2.800.000 km2;
  6. Luas total perairan Indonesia adalah 6.400.000 km2;
  7. Luas NKRI (darat + perairan) adalah 8.300.000 km2;
  8. Panjang garis pantai Indonesia adalah 108.000 km;
  9. Jumlah pulau di Indonesia kurang lebih 17.504, dan yang sudah dibakukan dan disubmisi ke PBB adalah sejumlah 16.056 pulau.


Dahulu, Peradaban Maritim kita sangatlah luar biasa dengan berdirinya kerajaan-kerajaan di pesisir dengan kapal-kapalnya yang tangguh, contohnya
Kapal Jung Jawa terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada 1513. Bisa dikatakan, kapal Jung Nusantara ini disandingkan dengan kapal induk di era modern sekarang ini.


Diambil dari buku The Silk Roads: Highways of Culture and Commerce (2000) karya Vadime Elisseeff, sejak abad ke-5 Indonesia sudah dilintasi jalur perdagangan laut antara India dan China. Beberapa kerajaan Nusantara dengan kultur peradaban maritim antara lain Kerajaan Kutai (abad ke-4), Sriwijaya (tahun 600an-1000an), Majapahit (1293-1500), Ternate (1257-sekarang), Samudera Pasai (1267-1521), dan Demak (1475-1548). Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tercatat sebagai kerajaan-kerajaan Nusantara yang pada zaman keemasannya menjadi adidaya karena karakter kemaritiman yang tertanam pada masyarakat.


Peradaban agraris juga tak kalah hebat, komoditas yang dihasilkan di Nusantara antara lain: merica, pala, Lada, cengkeh, kapulaga, kunyit, jahe, kulit kayu manis, kapur barus dan kemenyan mendorong petualangan bangsa Eropa di nusantara. Produksi komoditas ini tersebar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Maluku dan Papua.


Namun sayangnya sejak datangnya kolonialisme, berawal dari kerjasama perdagangan kemudian berniat menguasai dan mengeksploitasi hasil bumi nusantara, dilancarkanlah politik adu domba dan cara-cara politik busuk lainnya untuk menghancurkan persatuan dan Peradaban maritim dan agraris nusantara 


Hari ini, sisa-sisa berfikir kolonialisme masih terlihat, sebagian orang masih suka mengadu domba memakai isu rasisme juga sara, mengunggulkan kebudayaan sukunya dan merendahkan kebudayaan suku lain. Sibuk bertengkar dan seringkali mencampuri urusan yang bukan ranah dan ilmunya, menebar berita-berita hoaks dan terjadilah pertengkaran sesama anak bangsa. Sedangkan anugrah sumber daya alam yang melimpah dan kaya ini yang seharusnya disyukuri dan dimamfaatkan untuk kesejahtraan bersama malah menjadi ladang perdebatan kepentingan.


Seringkali perdebatan-perdebatan tanpa ilmu dan tanpa solusi malah menimbulkan perpecahan antar anak bangsa, sadar dan tidak sadar kita sudah menelantarkan pemberian Tuhan berupa negeri yang indah dan kaya sumber alam ini. Padahal tenaga dan fikiran kita lebih bermamfaat bahkan menjadi nilai ibadah jika dipakai untuk memamfaatkan sumber daya alam bagi kemaslahatan bersama, dan menghindari eksploitasi berlebihan.


Perjuangan panjang mendirikan Negara Kesatuan ini harus ditebus dengan nyawa, Merah Putih berdiri tegak atas pengorbanan para Pahlawan yang sering kali kita lupakan. Tidak malukah kita dengan Tuhan yang telah memberi anugrah ini?, tidak malukah kita dengan Pengorbanan Para Pahlawan yang menegakan panji-panji Perjuangan?. Sementara kita sibuk bertengkar dengan saudara sebangsa!.


Para pendahulu bangsa gigih berjuang, menjaga, menyatukan tanah air yang indah ini sampai tercetuslah Proklamasi Kemerdekaan, negeri ini tidaklah gratis apalagi bonus dari para penjajah, tapi butuh perjuangan panjang yang ditebus dengan darah dan nyawa.


Mari sejanak kita merenung memikirkan kembali nilai dan arti Tanah Air, sebutan tanah air bukan hanya bermakna daratan dan lautan tapi nilai yang terkandung dalam Bhineka Tunggal ika. Telah banyak strategi dan konsep yang dimunculkan para Tokoh Bangsa ini untuk menyadarkan kita kembali tentang pentingnya persatuan dan kesatuan.  Diantaranya Saptawikra Lesbumi, 7 Kebijakan Kebudayaan Islam Nusantara yang di cetuskan Almarhum Kiai Agus Sunyoto diantaranya di poin 4 dan 5 :


4. Menggalang kekuatan bersama sebagai anak bangsa yang bercirikan Bhineka tunggal ika untuk merajut kembali Peradaban Maritim Nusantara

5. Menghidupkan kembali seni budaya yang beragam dalam ranah Bhineka Tunggal Ika berdasarkan nilai kerukunan, kedamaian, toleransi, empati, gotong-royong dan keunggulan dalam seni,budaya dan ilmu pengetahuan.


Strategi Kebijakan ini mari kita kaji, gali dan aplikasikan bersama-sama untuk kemajuan dan kesejahtraan bersama, dan semoga kandungan makna dan nilainya dapat untuk membangkitkan kembali kesadaran dan kepedulian kita tentang makna Tanah Air, menjadi anak bangsa yang mampu menjaga, merawat, melestarikan, mengembangkan Amanah Tuhan yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia, untuk kemaslahatan bersama untuk kebaikan kita di dunia dan akhirat.


Wallohu a'lam

Nasihin, Pengurus Lesbumi PCNU Kabupaten Bandung


Opini Terbaru