
Gus Ulil saat mengisi materi analisis sosial dalam acara Pendidikan Menengah Kepemimpinan Nahdlatul Ulama (PMKNU) di Jawa Barat yang diselenggarakan di Hotel Sutan Raja Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis (22/6/2023). (Foto: NU Online Jabar)
Agung Gumelar
Penulis
Kabupaten Bandung, NU Online Jabar
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla mengatakan bahwa syarat untuk seseorang bisa menjadi pemimpin masyarakat adalah ia harus bisa membaca masyarakat itu sendiri.
Menurutnya, tidak bisa seseorang menjadi pemimpin atau tokoh masyarakat yang kemudian merumuskan suatu kebijakan atau tanggapan terhadap suatu keadaan jika tidak bisa membaca keadaan masyarakatnya sendiri.
Dalam konteks ke-NU-an, pria yang akrab disapa Gus Ulil itu berharap bahwa tokoh-tokoh pemimpin NU di semua tingkatan baik MWC, Cabang dan Wilayah bisa membaca kondisi atau keadaan masyarakat (warga NU) agar bisa menjadi pemimpin yang baik bagi masyarakatnya.
“Saya berharap tokoh-tokoh NU, para kiai, para elit NU di semua tingkatan, mereka semua bisa membaca masyarakat karena itu adalah sesuatu yang sangat penting,” ujar Gus Ulil saat mengisi materi analisis sosial dalam acara Pendidikan Menengah Kepemimpinan Nahdlatul Ulama (PMKNU) di Jawa Barat yang diselenggarakan di Hotel Sutan Raja Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis (22/6/2023).
Gus Ulil mengungkapkan bahwa dirinya selalu diminta untuk menjadi pengampu materi analisis sosial. Ia menganggap materi analisis sosial ini sebagai materi warisan era Gus Dur yang mulai diperkenalkan sejak tahun 80-an sampai tahun 90-an dan merupakan materi kekuatan Lakpesdam sedari dulu.
“Saya sebagai ketua Lakpesdam senang sekali disuruh mengampu materi ini karena tidak kalah pentingnya dengan materi Aswaja karena ada juga materi mengenai ideologi Aswaja dan tantangannya,” tuturnya.
Menurutnya, materi analisis sosial ini sifatnya umum yang berguna untuk para kiai dan tokoh NU di semua level. “Materi analisis sosial ini kalau dalam pesantren berfungsi sebagai alat seperti nahwu shorof. Jadi ini ilmu alat yang digunakan untuk memahami sesuatu yang lain,” ujarnya.
“Jadi kalau kita di pondok tidak mengerti nahwu shorof ya tidak bisa baca kitab. Kalau kita tidak menguasai ilmu analisis sosial kita tidak bisa membaca masyarakat,” tutupnya.
Pewarta: Agung Gumelar
Terpopuler
1
Gempa Cimahi Picu Peringatan Aktivitas Sesar Lembang, LPBINU Jabar Minta Pemda Siapkan Kontinjensi
2
Air sebagai Medium Do’a: Dari Eksperimen Emoto hingga Amalan Rebo Wekasan
3
Kemenag Buka Pendaftaran Peserta Pesantren Award 2025, Daftar di Sini
4
Yudisium 64 Mahasantri STAI KH Saepuddin Zuhri: Simbol Sejarah Berdirinya Ponpes Baitul Hikmah Haurkuning Tahun 1964
5
Khutbah Jumat Singkat: Sedekah, Bukti Keimanan Kepada Tuhan dengan Menjadi Seorang Dermawan
6
Ponpes Al-Muhajirin Resmikan Rumah Sampah untuk Wujudkan Zero Waste
Terkini
Lihat Semua