• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Hikmah

Nu'aiman, Sahabat yang Punya Selera Humor Tingkat Tinggi hingga Rasulullah SAW Selalu Tertawa

Nu'aiman, Sahabat yang Punya Selera Humor Tingkat Tinggi hingga Rasulullah SAW Selalu Tertawa
(Ilustrasi: NUO).
(Ilustrasi: NUO).

Oleh: Hari Susanto
Dikisahkan pula bahwa pada suatu waktu Nu’aiman diajak oleh Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk pergi ke Negeri Syam. Ketika itu sebelum keberangkatannya, Abu Bakar Ash-Shiddiq mendatangi Rasulullah Saw. untuk memohon izin mengajak dua sahabat untuk ikut berdagang dengannya.

 

“Ya Rasulullah ..., saya ingin meminta izin untuk mengajak dua sahabat ikut berdagang ke Negeri Syam, yakni Nu'aiman dan Suwaibith bin Harmalah,” tutur Abu Bakar, yang kemudian diizinkan mereka oleh Rasulullah untuk bepergian. Sesampainya di Negeri Syam, semua dibagikan tugasnya masing-masing, salah satunya Suwaibith bin Harmalah yang ditugaskan menjaga perbekalan, karena dikenal sebagai orang yang sangat amanah. Saat Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq sedang pergi berniaga, dan Suwaibith menjaga makanan, datanglah Nu'aiman kepada Suwaibith di waktu siang mengatakan bahwa dirinya telah merasa lapar.

 

“Wahai Suwaibith, aku sudah lapar, maka berikanlah saya sepotong roti untuk saya makan saat ini,” ujar Nu’aiman. Namun, permintaan tersebut tidak diwujudkan oleh Suwaibith, karena dirinya yang begitu kuat dalam mengemban amanah memilih menunggu Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq datang. Mendengar jawaban Suwaibith, lantas Nu'aiman langsung mengancamnya, “Berikan aku sepotong roti itu atau kau akan kuberikan pelajaran.” Namun tetap saja, Suwaibith tetap bersikukuh menjaga amanah dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq dan tidak memberikan sepotong roti itu kepada Nu'aiman. Nu’aiman pun bergegas pergi ke pasar, kemudian berusaha untuk mencari tempat yang menjual hamba sahaya di sana.

 

Saat Nu’aiman berhasil menemukan penjual yang dimaksud, ia langsung menanyakan satu per satu dari hamba sahaya tersebut yang ternyata berkisar dari harga 100 hingga 300 dirham. Kemudian, ia mengatakan kepada penjual hamba sahaya itu,

 

“Aku juga punya hamba sahaya, namun hanya saya jual 20 dirham, murah,” katanya.

 

Mendengar tutur pernyataan dari  Nu'aiman tersebut, si penjual tak lantas percaya karena harganya yang sangat murah. Lebih lanjut, Nu'aiman menjelaskan bahwa hamba sahaya yang dimilikinya itu murah karena memiliki aib (kecacatan/ minus) di mana ia takkan mengaku sebagai hamba sahaya dan selalu menyebut-nyebut dirinya sebagai orang yang merdeka. Hingga akhirnya semua orang berkumpul untuk membeli hamba sahaya yang dimaksudkan oleh Nu'aiman.

 

Tak disangka, ternyata Nu'aiman malah mengarahkan mereka kepada Suwaibith yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Nu’aiman pun menerima uang sebesar 20 dirham, kemudian disusul dengan penangkapan Suwaibith sebagai hamba sahaya yang dimaksudkan oleh Nu’aiman. Ketika ditangkap, Suwaibith berteriak, “Aku bukan hamba sahaya. Aku orang merdeka!”

 

Namun, teriakan itu ditanggapi oleh sekumpulan orang yang menangkapnya, “Kami sudah tahu kekuranganmu.”

 

Mereka yang menangkap Suwaibith terus menghiraukan teriakan darinya sambil membawa Suwaibith dan menjualnya ke pasar. Selepas itu, Nu’aiman menjadi orang yang memegang uang banyak. Ia menggunakannya untuk membeli makanan, minuman, hingga hadiah untuk Rasulullah Saw.

 

Tak lama kemudian, Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq pun pulang dan kebingungan karena dirinya tak menemukan Suwaibith di mana pun. Dengan mudahnya dan penuh kejujuran, Nu’aiman pun berkata, “Sudah saya jual, wahai Abu Bakar.” Mengetahui hal itu, lantas Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq tertawa dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Nu’aiman pun menceritakan semuanya secara detail hingga titik di mana Suwaibith yang notabene sebagai sahabatnya sendiri akhirnya ia jual. Hingga akhirnya Sayyidina Abu Bakar  Ash-Shiddiq pun langsung bergegas ke pasar dan membeli kembali Suwaibith, hingga ia bebas kembali sebagai orang yang merdeka.

 

Sepulangnya mereka ke Madinah, kisah ini diceritakan kepada Rasulullah Saw. Maka, ketika diceritakan kisah Nu’aiman tersebut, Nabi Muhammad Saw. tertawa sejadi-jadinya hingga gigi geraham beliau tampak terlihat jelas di depan para sahabat. Hingga setahun berlalu dari kisah tersebut, Rasulullah Saw. selalu menceritakan ulang kisah Nu’aiman kepada siapa pun tamu yang datang kepadanya.

 

Demikian beberapa kisah tentang sosok Nu'aiman bin Ibnu Amr bin Raf’ah (Nu’aiman) yang dikutip dari berbagai sumber yang kiranya selalu membuat Rasulullah Saw. tertawa saat beliau berada di dekatnya. Karena kejeniusannya dalam mengemas perbuatan yang secara kasat mata tidak baik menjelma suatu kelakar (humor tingkat tinggi) yang menjadikan dirinya (Nu’aiman) disayang oleh Rasulullah Saw. 

 

Bahkan Rasulullah Saw. pun melarang para sahabat untuk mencela Nu’aiman karena ia adalah seorang mujahid sejati Islam. Nu’aiman juga sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya. Hingga Rasulullah Saw. Bersabda:

 

“Kalian jangan senang menghujat Nu’aiman karena dia cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Dalam Syarah Bukhari di Kitab Fath Al-Bari karangan Ibnu Hajar Al Asqalani, tertulis “Tidak termasuk syarat cinta Allah dan Rasul, harus terbebas dari semua dosa”.

 

Wallahu A’lam.

 

Penulis merupakan salah seorang Santri Alumni Ponpes Al-Ihsan Cibiru Hilir


Hikmah Terbaru