• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Hikmah

Kunci Sukses Perjuangan Nabi Muhammad SAW

Kunci Sukses Perjuangan Nabi Muhammad SAW
Kunci Sukses Perjuangan Nabi Muhammad SAW. (Foto: NU Online)
Kunci Sukses Perjuangan Nabi Muhammad SAW. (Foto: NU Online)

Oleh Dr. KH. Zakky Mubarak, MA
Kalau kita meneliti sejarah perkembangan agama-agama besar di dunia, akan kita jumpai perkembangannya sangat lambat. Sebagian agama-agama itu ada yang berkembang setelah 600 tahun, ada yang memakan waktu 1000 tahun bahkan ada yang lebih lama lagi, baru berkembang dengan baik. Tidak demikian halnya agama Islam yang dibawa Rasulullah SAW yang berkembang sangat cepat, dengan waktu yang sangat singkat, hanya sekitar 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari telah berkembang ke seluruh Jazirah Arab.

Seratus tahun kemudian Islam telah berkembang dengan cepat sekali ke Asia Muka, Afrika Utara, Eropa Timur dan Asia Tengah. Berapa ratus tahun setelah itu “Kalimah Syahadah” sebagai pondasi pokok ajaran Islam telah mengakar kuat dari Maroko di Afrika Utara bagian Barat sampai ke Merauke di Indonesia bagian Timur.

Rasul Muhammad SAW melaksanakan dakwah dengan penuh kebijaksanaan, dengan metode-metode yang tepat sehingga perjuangannya yang teramat singkat itu, dapat merubah masyarakat jahiliyyah yang diliputi kedzaliman dan kebodohan menjadi masyarakat yang berperadaban tinggi.

Masyarakat jahiliyah itu, dibentuk menjadi masyarakat yang maju, dan masyarakat yang berwawasan ilmu pengetahuan. Dalam masanya yang singkat itu Rasulullah Muhammad SAW telah berhasil merubah suatu umat yang terbelakang dan tidak dikenal sejarah, menjadi masyarakat maju yang menentukan sejarah dunia.

Sebagian dari kunci sukses yang mengantarkan Rasulullah SAW kepada keberhasilan yang gemilang itu, adalah karena beliau bersikap lemah lembut, berakhlak mulia, bermusyawarah dalam segala urusan, dengan perjuangan yang ulet dipenuhi ketabahan dan kesabaran. Sebelum Rasulullah berdakwah mengajak orang lain, beliau selalu memulai dengan dirinya sendiri dan keluarganya.

Nabi sangat memperhatikan obyek dakwah sehingga kehadirannya di tengah-tengah masyarakat senantiasa didambakan oleh sesama umat manusia. Dijelaskan dalam al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 159:

فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ  

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” 

Ayat tersebut di atas menjelaskan beberapa kunci sukses perjuangan Nabi, sehingga perjuangannya berhasil dengan baik dan mengantarkan umat manusia menuju peradaban yang tinggi. Sebagian kunci sukses itu: 

(1) Bersikap lemah lembut. 

Nabi memiliki sifat yang lemah lembut terhadap sesama manusia, dan bersikap dengan akhlak yang luhur sehingga segala kegiatannya senantiasa memperhatikan tingkatan sosial dan pengetahuan lawan bicaranya, beliau senantiasa menyesuaikan diri, terhadap keluarga dan masyarakat di sekitarnya selalu bersikap baik. 

Nabi katakan: 

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي (رواه الترميذي)

“Orang yang terbaik diantaramu adalah yang paling baik sikapnya terhadap keluarga, aku adalah orang yang paling baik diantaramu terhadap keluargaku” (HR. Tirmidzi, No: 3820).

Mengenai keluhuran akhlak Nabi, Sayidah Aisyah pernah ditanya para sahabat, beliau menjawab: “Akhlaknya adalah Al-Qur’an”. 

(2) Pemaaf terhadap sesamanya. 

Nabi SAW adalah orang yang paling banyak memaafkan terhadap orang lain, meskipun mereka membenci Nabi. Sikap yang mulia ini bisa kita ketahui, ketika beliau pergi ke Thaif untuk berdakwah beliau dilempari dengan batu. Nabi tidak membenci mereka malah beliau berdo’a untuk mereka: “Wahai Allah tunjukilah kaumku karena sesungguhnya mereka belum mengetahui”.

Contoh lain, kita jumpai ketika beliau kembali ke Makkah, dan datang sebagai pemenang yang dulunya beliau diusir dari sana, dimusuhi dan dihina, akan tetapi beliau datang dengan memberikan pengampunan besar-besaran termasuk kepada musuh-musuhnya yang berencana membantai Nabi. 

(3) Sangat kasih terhadap umatnya. 

Kasih sayang Nabi terhadap umatnya demikian besar, sehingga setiap saat beliau membantu mereka, berdo’a untuk kesejahteraan dan memohonkan ampunan kepada Allah bagi mereka.

(4) Bermusyawarah dalam segala urusan. 

Meskipun Nabi menerima wahyu dan bersifat ma’shum atau terpelihara dari perbuatan dosa, beliau tetap bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam segala urusan. Tiada penyesalan bagi mereka yang bermusyawarah dan tidak ada musyawarah yang menimbulkan kerugian. 

(5) Bertawakkal setelah berikhtiar. 

Nabi dan para sahabatnya senantiasa bertawakkal kepada Allah setelah berusaha dan berikhtiar semaksimal mungkin. Bertawakkal sebelum berikhtiar adalah sikap fatalistis yang dilarang Islam. Manusia Muslim diperintahkan agar berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Demikian kerasnya perintah agar manusia Muslim berusaha, Umar bin Khattab pernah mengusir seseorang yang kerjanya hanya berdo’a di masjid. Beliau berkata kepada orang itu: ”Tidak ada hujan uang dari langit”.

Ketika Nabi akan mengerjakan shalat Ashar di masjid Nabawi di Madinah, tiba-tiba ada seorang jama’ah datang dari luar kota, menggunakan kendaraan mahal, yaitu “unta berwarna merah”. Orang itu melepaskan untanya tanpa diikat terlebih dahulu, kemudian memasuki masjid, mengikuti shalat jama’ah. Melihat sikap orang ini Nabi kembali dari depan dan bertanya kepadanya: “Fulan kenapa engkau lepas untamu?” orang itu menjawab: Aku bertawakkal kepada Allah. Kalau Allah takdirkan untaku hilang, meskipun aku ikat pasti hilang. Dan jika Allah takdirkan unta itu tidak hilang, meskipun kami lepas ia tidak akan hilang”. Seolah-olah jawaban itu benar, tetapi Nabi mengatakan dengan keras dan serius: “Ikat dulu untamu baik-baik, baru kamu tawakkal”. Jelas sekali Islam memerintahkan agar kita berusaha semaksimal mungkin dalam mengusahakan sesuatu, baru kemudian bertawakkal kepada Allah SWT.

Penulis merupakan salah seorang Rais Syuriyah PBNU


Hikmah Terbaru