• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Hikmah

KOLOM BUYA HUSEIN

Kenangan Manis (I)

Kenangan Manis (I)
Kenangan Manis (I).
Kenangan Manis (I).

Ketika aku memasuki ruang pertemuan, mataku mengelilingi kursi-kursi yang sudah dipenuhi orang. Mereka semua orang asing dengan warna kulit yang berbeda-beda: putih, hitam, kuning dan sawo matang.


Hanya ada dua orang Indonesia. Dan mataku melihat tiga orang sahabat yang sudah lama aku kenang : Aminah Wadud Muhsin, Marina Mahathir (anak Pemimpin Malaysia) dan Zainah Anwar (direktur Sister in Islam). Mereka tokoh perempuan terkemuka dalam gerakan perempuan dunia dan controversial di negaranya masing-masing.  Begitu aku duduk : aku membaca kertas nama : “Ulil Absar Abdallah”. Tapi pemilik nama itu baru saja keluar. Lalu aku membaca kertas nama peserta yang lain: Amerika, Inggris, Malaysia, Singapore, Afghanistan, Afrika Selatan dan yang lain (nama-namanya tidak aku ingat). 


Dua teman dari Indonesia itu menjadi fasilitator dan satunya lagi sedang bicara dalam bahasa Inggris yang fasih.  Usai bicara, aku minta dia membantu aku menjadi penerjemahku. Aku diminta bicara : “Sexualitas dalam Islam”, dalam waktu 15 menit. 20 menit lagi untuk tanya jawab.


Mereka mendengarkanku dengan seksama. Aku selipkan di dalam penjelasaku, argument teks-teks al-Qur’an, hadits dan pernyataan ulama. Ada sebagian wajah dengan mata terbelalak, ada yang senyum-senyum dan ada yang datar saja. 


Dengan memerhatikan wajah-wajah itu aku berefleksi. Di ruangan ini ada orang yang mendengarkan bicaraku, tetapi tidak mengerti, karena tidak paham bahasaku, meski sudah diterjemahkan dengan baik. Ada orang yang mendengarkan dan mengerti bahasaku tetapi tidak mengerti isi materi. Boleh jadi ini karena pikiranku dianggap aneh, tak umum. Dan ada yang mendengarkan, mengerti bahasa dan mengerti apa maksudku, dan katanya : “ini yang aku harapkan. Aku mendapatkan pencerahan”. 


Aku melihat Prof. Amina Wadud Muhsin, menulis, mencatat. Zainah juga memberikan komentar yang menggarisbawahi pernyataanku : “Laisa Kullu Ma Shahha Sanaduhu Shahha Matnuhu”. (tidak semua hadits yang sahih sanadnya (sumber transmisi/jalan ke arah sumber informasi), pasti sahih matannya (konten).


Katanya : “Ini harus menjadi perhatian kita dalam mengkaji pandangan-pandangan Islam”.


Meski mereka masih ingin aku ada bersama mereka. Tetapi aku mohon maaf, karena ada agenda lain. Lalu kami makan siang dengan menu yang sangat ramai, dari banyak Negara. Aku bingung memilih. Semuanya aku ingin, tapi tak mungkin diambil semua.  


Lalu aku duduk bersama seorang peserta dari Amerika yang bisa bahasa Arab. Sambil menikmati hidangan, kami berdialog dalam bahasa Arab. Dia pernah belajar bahasa Arab di Universitas Amerika di Kairo, Mesir, lalu di Maroko selama 6 tahun, dan di Belanda. Dia mempelajari Islam dan menyebut nama Abdullahi Na’im. Aku bertanya:  apakah kenal dengan prof. Khalid Mas’ud?. “itu guru saja, dia sarjana terkemuka Pakistan yang lembut tapi progresif dan menyebut salah satu karya disertasinya tentang kitab “Al-Muwafaqat”, karya Imam al-Syathibi”, katanya.


Pembicaraan beralih ke Sufisme dan Tarekat. Aku lalu menyebut sejumlah nama ; Ibn Arabi, Al-Ghazali, Jalal al-Din Rumi, Abd Karim al-Jili, Manshur al-Hallaj dan Rabi’ah al-‘Adawiyah. Dia menyambut dengan apresiatif. Lalu aku menyenandungkan puisi-puisi sufistik.


Antara lain puisi Ibn Arabi dalam Tarjuman al-Asywaq (penerjemah kerinduan-kerinduan), dan puisi al-Hallaj yang ini : 


Ruhmu bercampur ruhku
Bagai perasan anggur bercampur air bening
Bila sesuatu menyentumu, ia menyentuhku
Maka, Engkau adalah aku dalam segala situasi.


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU


Hikmah Terbaru