• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Hikmah

Kemuliaan Bulan Rajab (2)

Kemuliaan Bulan Rajab (2)
(Ilustrasi: NUO)
(Ilustrasi: NUO)

Jika Rasuulullah diangkat bagi seluruh umat manusia, bangsa, dan risalah (tugas kerasulannya) menjadi rahmat bagi alam semesta, maka "alladzii baaraknaa haulahu", yang telah kami berkahi sekelilingnya, itu tidak hanya lingkungan sekitar Palestina, namun dimensi ruang dalam risalah Rasulullah adalah seluruh alam, dan dimensi waktu adalah semenjak Nur Muhammad tercipta hingga akhir nanti. Untuk keberkahan bulan Rajab ini, do'a yang biasa dimintakannya kepada Allaah SWT:


اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ


"Ya Allaah berikanlah berkah kepada kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah kami di bulan Ramadlan".


Do'a Rasul pasti dikabulkan, dan bulan Rajab adalah bulan yang diberkahi.


Tahun Kesedihan ('Aamul Hazun).


Tahun saat terjadi peristiwa Isra-Mi'raj Rasuulullah saw dikenal dengan 'aamul hazun (tahun kesedihan). Tahun sedih karena Rasul ditinggal pergi untuk selamanya oleh 2 (dua) sosok orang tercinta; yaitu isterinya sendiri, Sayyidatina Khadijatul Kubro, orang yang sangat dicintainya. Beliau turut berdakwah bersama Rasul dengan harta kekayaannya yang begitu banyak hingga habis, di samping dorongan dan suport yang sangat besar terhadap Sang Rasul.


Karena saking sayangnya terhadap isteri tercinta, beliau banyak menyebut-nyebut  nama Khadijah yang telah pergi mendahuluinya di depan isterinya yang lain, sehingga membuat cemburu Sayyidatina Aisyah alkhumaira, dibanding pada isteri-isteri Rasul yang lain.


Sementara yang lainnya adalah ditinggal oleh pamannya sendiri, Abu Thalib sebagai benteng, perisai Rasul dari gangguan para pembesar Mekah saat itu, sehingga mereka tidak terlalu berani mengganggu Rasuulullaah. Yang menjadi kesedihan buat Nabi adalah saat meninggal, Abu Thalib belum mengucapkan kalimah syahadat, belum menyatakan keislamannya.


Maka atas kesedihan beliau, Allaah swt mengundangnya ke Sidratul Muntaha, didampingi malaikat Jibril dengan mengendari Buraq, selain untuk menerima tugas (shalat fardlu) bagi umat islam, juga untuk menghibur, mengusir kesedihan beliau dengan dipertontonkan, diperlihatkan pada sebahagian tanda-tanda kebesaran, keagungan Sang Maha Pencipta, "linuriyahuu min aayaatinaa..."


Sebahagian tanda-tanda Kebesaran, Keagungan Allaah swt sepanjang perjalanan isra-mi'raj, antara lain : 
 

  • Perjalanan isra-mi'raj dari Masjid al Haram (Mekah) ke Mesjid al Aqsha (Palestina), dan dari Masjid al Aqsha ke Sidratul muntaha, menempuh jarak jutaan km, tapi pulang pergi hanya satu malam.
  • Kendaraan Buraq yang hanya memiliki badan lebih besar dari himar dan lebih kecil di bighal, berjalan sangat cepat ibarat kilat (barqu), pandangannya yang jauh, dan memiliki kelebihan kaki depan dan belakang yang mampu beradaptasi dengan turun naiknya jalan, sehingga Rasul yang menungganginya tetap nyaman.
  • Ketika Rasul mau terbang menerobos angkasa luar, batu yang beliau injak rasanya ingin juga menyertainya, namun Allaah tidak mengijinkannya, dan dia dibuat terapung-apung.
  • Memasuki langit pertama sampai ketujuh beliau bertemu dengan para nabi, Rasul sebelumnya, mereka memberi salam dan do'a kebaikan; di langit pertama bertemu nabiyullah Adam as, di langit kedua nabi Isa dan Yahya, nabi Yusuf di langit ketiga, di langit keempat, lima, enam, dan tujuh beliau bertemu dengan nabi Idris, Musa, Harun, dan Ibrahim 'alaihimussalaam.
  • Di sepanjang perjalanan beliau diperlihatkan pada masa depan nasib umatnya; ahli sorga atau neraka, dapat pahala atau siksa. Gambaran-gambaran kehidupan umatnya kelak di akhirat atas kebaikan dan keburukan umatnya di dunia diperlihatkan juga.
  • Terakhir Rasuulullah dipertemukan dengan hadlirat Sang Pengundang, Allaah swt (liqoo). Namun ingat, bagi kita warga ahlussunnah waljamaah, bertemunya Rasuulullah dengan Allah swt tidak seperti bertemu antara manusia dengan manusia, karena Allah dzat bukan jisim (material). Dzat tidak memiliki wujud, bentuk, maupun rupa, atau warna. Namun kehadiran Allah 'tajalli', hadir dalam wujud tanda kekuasaan-Nya. 
 

KH Awan, salah seorang A'wan PWNU Jawa Barat
 


Hikmah Terbaru