• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 5 Mei 2024

Hikmah

Hikmah di Balik Tradisi Munggahan 

Hikmah di Balik Tradisi Munggahan 
Foto NU Online
Foto NU Online

Oleh Agung Gumelar 
Beragam cara dilakukan oleh umat Islam di Indonesia untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Ada yang mengadakan perlombaan seperti yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Kuantan Sangingi, Riau. Kirab Dandangan seperti yang dilakukan masyarakat Kudus. Tradisi Ziarah Kubro seperti yang dilakukan oleh komunitas Arab yang tinggal di sepanjang Sungai Musi, Palembang. Tak terkecuali di Jawa Barat, yang mempunyai tradisi Munggahan untuk menyambut bulan suci Ramadhan. 

Munggahan biasa dilakukan di bulan Sya’ban, beberapa hari sebelum masuk bulan Ramadhan. Biasanya diisi dengan acara makan-makan bersama keluarga, sanak saudara, atau kerabat dekat di lingkungan tempat tinggal atau juga diisi dengan kegiatan bersih-bersih tempat ibadah dan berziarah ke makam orang tua atau keluarga. 

Lalu hikmah apa yang bisa kita ambil dari tradisi Munggahan ini? 

Ketua Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) PWNU Jawa Barat KH Ahmad Dasuki menjelaskan beberapa hikmah yang bisa diambil dari tradisi Munggahan. 

-    Sebagai Ajang untuk Mendekatkan Diri kepada Allah swt 

Allah swt dalam Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183, berfirman: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. 

“Munggahan itukan dari kata munggah atau unggah yaitu naik. Artinya, kita terutama dalam tradisi Jawa Barat ini yakni ke-Sundaan, menyimbolkan supaya kita naik level dalam rangka mendekat diri kepada Allah swt untuk mencapai derajat taqwa,” ujarnya. 

-    Bentuk Rasa Syukur 

Selain daripada ajang untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, tradisi Munggahan juga juga merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan. 

“Sebagai rasa syukur atas berbagai nikmat terutama nikmat kesehatan dan juga nikmat bisa umur panjang sehingga bisa bertemu kembali dengan bulan suci Ramadhan,” tuturnya. 

-    Momen untuk Saling Memaafkan

Acara makan bersama yang dilakukan sebagai isi daripada tradisi Munggahan ini menjadi ajang untuk saling memaafkan. 

“Jadi ketika kumpul-kumpul makan adalah bagian dari upaya kebersamaan dalam beribadah untuk mempersiapkan diri baik secara fisik maupun secara spiritual di dalam rangka untuk nanti sebulan penuh menjalani puasa. Selain itu, bisa jadi ajang silaturahmi untuk saling maaf memaafkan,” ujarnya. 

-    Ajang Silaturahmi 

Berziarah ke makam orang tua atau keluarga yang biasa dilakukan ketika tradisi Munggahan juga merupakan ajang silaturahmi, baik kepada orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. 

“Bersih-bersih makam dan yang lainnya itu juga bagian dari rasa syukur dan rasa keinginan untuk menyambungkan tali silaturrahim baik dengan yang masih hidup maupun yang sudah tidak ada, Itu juga bagian dari rasa syukur untuk senantiasa mengingat orang-orang, baik orang tua, maupun orang yang sudah berjasa kepada kita terus kita doakan,” tuturnya.

Ia lalu mengutip sebuah hadits yang termaktub dalam Durrotun Nasihin: 

 مَنْ فَرِحَ بِدُخُولِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلىَ النِّيْرَانِ 

“Siapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka,”

“Jadi ini adalah bagian dari rasa syukur kita di dalam rangka memasuki bulan Ramadhan,” pungkasnya.

Penulis adalah warga NU kelahiran Cirebon 


Hikmah Terbaru