• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Ngalogat

Munggahan sebagai Start Puasa Ramadhan

Munggahan sebagai Start Puasa Ramadhan
Ilustrasi (NU Online)
Ilustrasi (NU Online)

Oleh Abdullah Alawi 

Di akhir bulan Sya’ban, tepatnya sehari sebelum Ramadhan, ada satu moment penting yang tak bisa diabaikan, yaitu munggahan. Berbagai hal dilakukan dalam moment ini. Biasanya pada moment ini orang di perantauan pulang kampung. Berkumpul bersama keluarga. Sementara orang-orang yang tinggal di rumah, biasanya saling berkirim sesuatu dengan sanak keluarga atau tetangga. Selain itu ada yang berziarah ke makam keluarga atau leluhur atau guru, ajengan, syekh, dan orang-orang saleh. Juga mandi keramasan (disebut balimau di Sumbar, di Jawa padusan), bermaaf-maafan, dan seterusnya.

Dalam Kamus Umum Bahasa Sunda (1992), munggah berarti hari pertama puasa pada tanggal satu bulan Ramadhan. Semenetara pada kamus Basa Sunda yang disusun Danadibrata (2006), unggah berarti kecap pagawean nincak ti handap ka nu leuwih luhur, naek ka tempat nu leuwih luhur​​​​​​.

Jika dikaitkan dengan masa lalu orang Sunda, unggah yang berarti naik karena rumah atau ke masjid pada waktu itu berbentuk panggung). Kemudian jika dikaitkan dengan moment awal puasa lidah orang Sunda menambah huruf ‘m’ hingga lumrah dilafalkan munggah.

Selain dengan puasa, kata ini sering dikaitkan dengan proses ibadah haji (munggah haji). Dalam ibadah ini terjadi proses naik (bergerak) secara lahiriyah dan (seharusnya) batiniyah. Secara lahiriyah berarti naik pesawat terbang atau kapal laut. Sedangkan secara batiniyah adalah berubah dari sifat yang buruk menjadi lebih baik (mabrur).

Sedangkan munggah dalam menghadapi bulan puasa, yaitu unggah kana bulan nu punjul darajatna (naik ke bulan yang tinggi derjatnya). Sebagaimana dalam ibadah haji, dari kata munggah tersebut tersirat perubahan, baik secara lahiriyah dan (seharusnya) batiniyah. Secara lahiriyah misalnya, kita harus menahan diri dari rasa haus dan lapar. Jadwal makan berubah dari biasanya.

Tapi ada yang lebih penting: seharusnya berubah dalam pemikiran, ibadah, sikap hidup, dan seterusnya; yang tentunya ke arah yang lebih baik.

Laiknya dalam lomba lari, munggahan dalam ibadah haji dan puasa adalah start. Jika  semua dilakoni dengan baik sesuai juklaknya, maka diganjar mabrur (haji), dan kemenangan, suci, fitri di hari lebaran (puasa).

Penuis adalah wartawan NU Online Jabar
 


Ngalogat Terbaru