• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Hikmah

Fuzail Si Perampok dan Kisah Pertobatannya 

Fuzail Si Perampok dan Kisah Pertobatannya 
Fuzail Si Perampok dan Kisah Pertobatannya. (Foto/NU Online)
Fuzail Si Perampok dan Kisah Pertobatannya. (Foto/NU Online)

Abu Ali al-Fuzail bin Iyaz al-Talaqani adalah seorang penyamun yang lahir di Khurasan dan wafat pada tahun 187 H/803 M di Makkah. Sewaktu remaja, ia pernah mendirikan kemah di tengah-tengah padang pasir di antara Merv dan Baward. 

Ia mengenakan jubah dari bahan yang kasar dan topi yang terbuat dari bulu domba. Di lehernya senantiasa tergantung sebuah tasbih. Ia mempunyai banyak teman dari kalangan para pencuri dan perampok. Siang dan malam mereka merampok dan membunuh kafilah yang melewati daerah kekuasannya. Mereka mengambil sesuatu yang disukainya kemudian membagikan hasil rampasan tersebut kepada sahabat-sahabatnya. 

Fuzail juga dikenal sebagai seorang yang tanggap dan tak pernah absen ketika ada pertemuan-pertemuan. Ia adalah pemimpin di kelompoknya, ia tak segan untuk mengeluarkan anggotanya yang tidak datang pada saat pertemuan. 

Suatu ketika, ia mendengar kabar bahwa akan ada kabilah besar yang akan melintasi daerah kekuasaanya. Kabilah ini memang sudah lama menjadi incaran Fuzail dan sahabat-sahabatnya. 

Terdengar kabar bahwa salah seorang laki-laki di antara rombongan tersebut mengetahui bahwa daerah yang akan dilaluinya adalah sarang perampok yang menakutkan. Laki-laki tersebut kemudian berinisiatif untuk menyembunyikan sekantong emas yang dimilikinya. 

“Kantong emas itu akan kusembunyikan,” katanya dalam hati. “Dengan demikian, jika para perampok itu membegal rombongan ini, setidaknya aku masih punya bekal sebagai modal untuk diandalkan,” gumamnya. 

Ia lalu menyimpang dari rombongannya. Kemudian ia melihat sebuah kemah dan di dekat kemah tersebut ada seorang dengan wajah dan pakaian yang tampak seperti seorang petapa. Lalu ia menitipkan sekantong emasnya kepada orang tersebut yang ternyata orang itu adalah Fuzail. 

“Taruhlah kantongmu itu di pojok kemahku,” ujar Fuzail. Lelaki itu lalu mengikuti apa yang diucapkan Fuzail, ia menaruh sekantong emas miliknya di pojok kemah milik Fuzail. 

Saat ia kembali ke rombongannya, ternyata rombongan kabilahnya sudah dibegal oleh perampok yang merupakan sahabat dari Fuzail. Harta mereka dirampas dan tangan mereka diikat. Lelaki itu kemudian melepaskan ikatan tali para sahabat seperjalanannya. Kemudian mengumpulkan harta yang masih tersisa. 

Lelaki tadi bergegas untuk kembali ke kemah Fuzail untuk mengambil sekantong emas yang dititipkannya. Ia tercengang ketika melihat para perampok yang sedang membagi hasil rampokan dari sahabat seperjalannya dengan Fuzail yang ia titipkan sekantong emas. 

“Celaka, aku telah menitipkan sekantong emasku kepada seorang pencuri,” lelaki itu mengeluh. 

Tetapi Fuzail yang telah melihatnya dari kejauhan memanggilnya dan lelaki itupun menghampirinya.

“Apa yang engkau inginkan,” tanya Fuzail.

“Ambillah barangmu dari tempat yang tadi dan cepat tinggalkan tempat ini,” ujar Fuzail. 
Lelaki tadi segera berlari ke kemah Fuzail dan mengambil sekantong emas yang tadi dititipkannya. 

Dengan keheranan, para sahabatnya berkata, “Dari sepuluh kafilah itu kita tidak mendapatkan satu dirham pun dalam bentuk tunai, tetapi mengapa engkau mengembalikan sepuluh ribu dirham itu kepadanya?”.

Fuzail menjawab, “Ia telah mempercayaiku seperti aku mempercayai Allah akan menerima tobatku nanti. Aku hargai kepercayaannya itu agar Allah menghargai kepercayaanku pula,”

Kisah di atas dinukil dari kitab Tadzkiratul Auliya karya Fariduddin Attar penyair sufi asal Persia


Hikmah Terbaru