Hikmah

Sosok Pribadi yang Tangguh (2)

Senin, 23 Agustus 2021 | 18:00 WIB

Sosok Pribadi yang Tangguh (2)

Ilustrasi: NU Online

Oleh KH Zakky Mubarok

Kelompok kedua, adalah mereka yang terbawa oleh arus mayoritas, bersifat acuh tak acuh terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekelilingnya. Mereka tidak mempunyai pedoman yang pasti, terombang-ambing dalam berbagai suasana dan perubahan. Kelompok ini selalu mengikuti arus, terdorong oleh keadaan dan diwarnai oleh kelompok lain. Bila orang banyak berbuat baik, ia ikut berbuat baik dan bila orang banyak berbuat kesalahan dan keburukan ia ikut berbuat kesalahan dan keburukan pula. 

Mengenai kelompok ini, Nabi mengisyaratkan dalam salah satu hadisnya:

لَا تَكُونُوا إِمَّعَةً تَقُولُونَ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَإِنْ ظَلَمُوا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ وَطِّنُوا أَنْفُسَكُمْ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَا تَظْلِمُوا (رواه الترمذي)

Janganlah ada salah seorang di antaramu menjadi seorang yang pandir, yaitu orang yang mengatakan: “Bila orang berbuat baik, aku juga berbuat baik, dan jika orang lain berbuat aniaya akupun berbuat aniaya pula”, tetapi putuskanlah: “Apabila orang lain berbuat kebaikan maka kamupun berbuat kebaikan pula, dan apabila orang lain berbuat aniaya, maka janganlah kamu berbuat aniaya”. (HR. Tirmidzi, No 1930).
 
Kelompok kedua ini tidak kalah tercelanya dari kelompok pertama, karena merupakan kelompok manusia yang tidak memiliki kepribadian yang kokoh. Mereka adalah umat yang rapuh, tidak memiliki sikap yang tegas dan akan tercampakkan dalam ketidakpastian. Kelompok seperti ini mudah terjerumus dalam kemunafikan dan menimbulkan suatu generasi yang pandir yang menjadi bahan cemoohan generasi lain pada masanya dan masa generasi mendatang.
 
Kelompok ketiga, adalah umat yang bersikap kritis terhadap warisan nenek moyangnya. Mereka selalu memilah dan memilih antara yang baik dan yang buruk dan kemudian mengikuti yang terbaik. Memilah dan memilih warisan itu standarnya adalah dengan petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnah. Bila sesuai dengan petunjuk itu maka diambilnya dan bila bertentangan maka ditolaknya dengan segera. Kelompok ini juga senantiasa menggunakan akal pikirannya serta potensi yang ada pada dirinya untuk mengadakan perbaikan di muka bumi, dan selalu terbuka menghadapi segala perubahan dan pembaharuan.
 
Bagi kelompok ini, dari manapun datangnya, dari para pendahulu atau pembaharu asal tidak bertentangan dengan petunjuk Ilahi dan sesuai pula dengan akal pikirannya, maka hal itu akan diterima. Mereka selalu mengusahakan perbaikan di muka bumi dan menolak kemungkaran. Kelompok ini akan terus melaksanakan kebaikan meskipun banyak orang yang meninggalkannya, dan selalu menolak kemungkaran, meskipun banyak orang yang mengerjakannya. Nabi berpesan terhadap  kelompok ini: 

تَقُولُونَ إِنْ أَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوا وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَا تَظْلِمُوا (رواه الترمذي)

“Bersikaplah, jika orang berbuat baik maka berbuat baiklah kamu dan jika mereka berbuat keburukan maka janganlah berbuat aniaya”. (HR. Al-Tirmidzi, 1930).
 
Sikap kelompok ketiga, merupakan cerminan dari sosok-sosok pribadi yang tangguh, mereka merupakan umat yang terpuji sepanjang masa, kelompok inilah yang memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.

وَٱلَّذِينَ ٱجۡتَنَبُواْ ٱلطَّٰغُوتَ أَن يَعۡبُدُوهَا وَأَنَابُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ لَهُمُ ٱلۡبُشۡرَىٰۚ فَبَشِّرۡ عِبَادِ ٱلَّذِينَ يَسۡتَمِعُونَ ٱلۡقَوۡلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحۡسَنَهُۥٓۚ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ  

”Berikanlah berita gembira itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan (ide, teori, pemikiran dan sebagainya), lalu mengikuti apa yang paling baik di antara semua itu. mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang memiliki akal pikiran”. (Q.S. Al-Zumar, 39: 17-18).
 
Dalam ayat tersebut di atas, diberikan pujian kepada mereka yang selalu membuka diri untuk menerima berbagai informasi. Informasi yang diterima itu tentunya berbaur dalam berbagai macam ide, pemikiran, gagasan dan pendapat baik yang terpuji, tercela atau yang belum jelas identitasnya. Dari informasi yang diperoleh itu kemudian diolah dan dikaji secara kritis dan diukur dengan akal pikiran dan diukur dengan standar kebenaran yang datangnya dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Setelah jelas antara yang baik dan buruk demikian juga antara yang terpuji da tercela, lalu segera mengambil yang baik lagi terpuji dan menolak yang buruk serta tercela.
 
Dalam menghadapi dunia modern dan post modern, dimana era globalisasi menandai abad tersebut, maka kemampuannya menyaring dan mengantisipasi terhadap segala informasi itu menjadi sangat penting. Mereka yang mampu membentengi dirinya dari berbagai perubahan dan informasi yang merusak, maka akan memperoleh keselamatan dan kesuksesan dalam kehidupannya. Sedang mereka yang gagal dalam membentengi diri dari berbagai efek yang buruk yang ditimbulkan oleh era membanjirnya informasi, akan terombang-ambing dalam kesesatan dan kekeliruan. Memperhatikan uraian di atas, maka langkah yang terbaik bagi kita, hendaknya mengarahkan generasi muda agar memiliki pemahaman yang dalam terhadap akidah islamiyah, jangan membelenggu mereka dalam adat dan tradisi masa lalu yang tidak bermanfaat.
 
Manusia muslim yang telah memiliki iman yang kuat, ke manapun mereka terjun dalam belantara kehidupan dunia, tidak akan terjerumus ke dalam kesesatan. Mereka memiliki kemampuan yang tinggi dalam berbagai kegiatan dan daya tahan yang kuat dalam menghadapi berbagai macam tantangan dan rintangan. Keimanan merupakan ruh bagi seseorang, dengan berpegang teguh kepadanya ia akan hidup bahagia dan sejahtera. Iman adalah ibarat cahaya yang menerangi bagi seluruh manusia yang berada dalam kegelapan. Dengan cahaya itu mereka akan dapat memahami secara luas petunjuk Ilahi.
 
Dalam salah satu ayat al-Qur’an disebutkan, bahwa iman adalah merupakan sumber dari segala kebaikan. Segala amal ibadah yang lain, bergantung padanya. Allah berfirman:

لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ  

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. (Q.S.. Al-Baqarah, 2: 177).

Penulis merupakan salah seorang Rais Syuriyah PBNU