• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Ubudiyah

Tanggung Jawab Suami sebagai Kepala Keluarga dalam Islam

Tanggung Jawab Suami sebagai Kepala Keluarga dalam Islam
Tanggung Jawab Suami sebagai Kepala Keluarga dalam Islam (Foto: freepik)
Tanggung Jawab Suami sebagai Kepala Keluarga dalam Islam (Foto: freepik)


Suami dalam islam kedudukannya merupakan pemimpin atau sebagai kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab dalam pemenuhan nafkah. Ia juga bertanggung jawab atas pendidikan akhlak anggota keluarganya. Selain itu ia juga dituntut untuk bersabar dalam mendampingi pertumbuhan anggota keluarganya dengan segala tingkah mereka yang bermacam-macam. 


Kepala rumah tangga harus menahan kekecewaan atas berbagai tingkah laku anggota keluarganya yang tidak sesuai harapan. Kepala rumah tangga bertanggung jawab untuk memperbaiki mereka tentu dengan jalan yang makruf, tanpa kekerasan dan pelanggaran terhadap hukum.


 مجاهدة النفس ورياضتها بالرعاية والولاية والقيام بحقوق الأهل والصبر على أخلاقهن واحتمال الأذى منهن والسعي في إصلاحهن وإرشادهن إلى طريق الدين والاجتهاد في كسب الحلال لأجلهن والقيام بتربيته لأولاده  


Artinya, “(Salah satu faidah nikah adalah) berjuang melawan diri sendiri dan melatih kepribadian dalam mengasuh, mengayomi, memenuhi kewajiban terhadap keluarga, bersabar atas kelakuan mereka, menanggung kecewa karena ulah mereka, berusaha memperbaiki dan menunjuki mereka ke jalan agama, berjuang mencari nafkah halal untuk mereka, dan mendidik anak-anak,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz II, halaman 36).


Semua beban dan tanggung jawab yang dipikul kepala rumah tangga memiliki keutamaan besar karena ia mengandung tanggung jawab ri’ayah (kepemimpinan) dan wilayah (pengayoman). Keluarga dan anak adalah rakyat. Sedangkan keutamaan memimpin rakyat bernilai besar. Kalau pun ada orang menghindari itu, itu lebih didasarkan pada kekhawatiran tidak dapat menunaikan tanggung jawab tersebut. (Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: II/36). 


Tidak heran kalau Rasulullah mengapresiasi kepala rumah tangga yang adil dan bertanggung jawab. Kehadiran kepala rumah yang adil dan bertanggung jawab lebih baik dari ibadah 70 tahun.


 فقد قال صلى الله عليه و سلم يوم من وال عادل أفضل من عبادة سبعين سنة ثم قال ألا كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته 


Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Satu hari yang dilalui bersama pemimpin yang adil lebih utama daripada ibadah 70 tahun,’ (HR At=Thabarani dan Al-Baihaqi), dan Rasulullah bersabda saw, ‘Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya,’ (HR Muttafaq Alayhi)” (Imam Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: II/36). Rasulullah saw menjamin surga bagi kepala keluarga yang menafkahi, membesarkan, dan mendidik putri-putrinya sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang mandiri.


وقال صلى الله عليه و سلم من كان له ثلاث بنات فأنفق عليهن وأحسن إليهن حتى يغنيهن الله عنه أوجب الله له الجنة ألبتة ألبتة إلا أن يعمل عملا لا يغفر له  


Artinya, “Rasulullah bersabda, ‘Siapa saja yang memiliki tiga putri, lalu memenuhi nafkah mereka dan memperlakukan mereka dengan baik sehingga Allah menjadikan mereka mandiri terhadap ayahnya, niscaya Allah jadikan surga untuknya  sama sekali kecuali ia mengamalkan jenis dosa yang tidak dapat diampuni (seperti syirik),’ (HR Al-Kharaithi).” (Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: II/37). 


Mengapa demikian besar keutaman kepala rumah tangga? Karena mereka tidak hanya mengurus diri mereka sendiri, tetapi menyiapkan nafkah sebagai tulang punggung keluarga tetapi mereka juga mendidik akhlak untuk anggota keluarganya. Semua upaya itu memerlukan perjuangan hebat atau jihad.


 وليس من اشتغل بإصلاح نفسه وغيره كمن اشتغل بإصلاح نفسه فقط ولا من صبر على الأذى كمن رفه نفسه وأراحها فمقاساة الأهل والولد بمنزلة الجهاد في سبيل الله 


Artinya, “Tentu saja orang yang sibuk mengurus dirinya dan orang lain (keluarganya) tidak sama derajatnya dengan orang mengurus dirinya sendiri (jomblo); dan juga tidak sama derajat orang yang bersabar menahan kecewa ulah keluarga dengan orang yang menghibur dan menyenangkan diri sendiri. Sabar dan bertahan dalam membina anak dan mengasuh anggota keluarga rumah tangga setara mulianya dengan jihad,” (Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: II/36).


Dengan redaksi berbeda, Rasulullah menegaskan jaminan surga bagi kepala keluarga yang menafkahi, mengasuh, mendidik, hingga mengantarkan putrinya ke dalam perkawinan.


  ولأبي داود واللفظ له والترمذي من حديث أبي سعيد من عال ثلاث بنات فأدبهن وزوجهن وأحسن إليهن فله الجنة 


Artinya, “Dari Abu Sa’id ra, Rasulullah bersabda, ‘Siapa saja yang mengasuh tiga putri, lalu mendidik, kemudian mengawinkan, dan memperlakukan tiga putrinya itu, maka ia berhak mendapat surga,’ (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).” (Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: II/37). 


Demikian tanggung jawab kepala keluarga dalam Islam. Mereka tidak hanya bertindak sebagai tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah, tetapi juga bertanggung jawab mendidik anggota keluarganya untuk mengenal nilai-nilai agama dan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.


Ubudiyah Terbaru