• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Syariah

Batasan Orang Tua Tidak Wajib Lagi Menafkahi Anak

Batasan Orang Tua Tidak Wajib Lagi Menafkahi Anak
Batasan Orang Tua Tidak Wajib Lagi Menafkahi Anak (freepik)
Batasan Orang Tua Tidak Wajib Lagi Menafkahi Anak (freepik)

Seorang ayah merupakan orang yang berkewajiban dalam menafkahi keluarganya, karena status ayah dalam keluarga adalah seorang kepala keluarga. Menafkahi keluarga yaitu menafkahi istri dan anak-anaknya.

 

Kewajiban ayah dalam menafkahi anak maupun istrinya ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah

 

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنّ بِالْمَعْرُوفِ   

 

Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (QS. Al-Baqarah: 33)


Menafkahi anak bagi orang tua merupakan kewajiban yang dibebankan oleh syara’ berdasarkan nilai kasih sayang, sehingga kewajiban ini meski sejatinya dikhususkan bagi ayah, namun kewajiban menafkahi menjadi gugur jika ibu atau orang lain terlebih dahulu memberikan kepada anak (tabarru’) keperluan dan kebutuhan sehari-harinya.


Kadar menafkahi anak tidak ditentukan dalam nominal uang atau ukuran makanan, sebab kebutuhan masing-masing anak berbeda-beda berdasarkan usia dan gaya hidupnya. Namun secara umum, komoditi yang diperlukan oleh anak biasanya meliputi makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan-kebutuhan lain yang bersifat pokok. Selebihnya hanya bersifat sekunder yang hanya wajib jika anak membutuhkannya, seperti pelayan, barang elektronik dan kebutuhan lainnya (Taqiyuddin Abu Bakar al-Husni, Kifayah al-Akhyar, juz 2, hal. 115).


Perlu diketahui, dalam menafkahi anak yaitu batasan kapan orang tua tidak wajib lagi menafkahi anaknya.   

 

Salah satu alasan wajibnya menafkahi anak bagi orang tua adalah dikarenakan tidak mampunya anak dalam bekerja untuk menghasilkan uang atau karena anak sama sekali tidak memiliki simpanan uang yang cukup untuk biaya hidupnya. Sehingga ketika anak sudah beranjak baligh dan telah mampu untuk bekerja maka orang tua pada saat demikian sudah tidak wajib untuk menafkahinya, meskipun pada saat itu anaknya masih belum mendapatkan pekerjaan.   


Berbeda halnya ketika anak yang telah mampu untuk bekerja, namun sedang dalam tahap mencari ilmu, seperti belajar di pesantren atau institusi pendidikan yang lain, sekiranya jika pendidikannya ditempuh dengan sambil bekerja, maka pendidikannya akan terbengkalai. Dalam kondisi demikian orang tua tetap wajib untuk menafkahi anaknya.   

 

Hal lain yang menjadikan orang tua tidak wajib menafkahi anak adalah ketika anak telah memiliki simpanan uang yang banyak hingga bisa disebut sebagai orang kaya, misalnya ia memiliki harta dari hasil warisan, maka dalam keadaan demikian orang tua tidak terlalu wajib untuk menafkahi anaknya, meskipun sang anak masih kecil.  


Penjelasan di atas sesuai dengan keterangang yang terdapat dalam kitab Hasyiyah al-Baijuri:

 

   فالغني الصغير او الفقير الكبير لا تجب نفقته – إلى أن قال - وقد استفيد مما تقدم ان الولد القادر على الكسب اللائق به لا تجب نفقته بل يكلف الكسب بل قد يقال انه داخل في الغني المذكور. ويستثنى ما لو كان مشتغلا بعلم شرعي ويرجى منه النجابة والكسب يمنعه فتجب حينئذ ولا يكلف الكسب   

 

“Anak kecil yang kaya atau orang baligh yang fakir tidak wajib (bagi orang tua) menafkahi mereka. Dan dapat pahami bahwa anak yang mampu bekerja yang layak baginya tidak berhak lagi menerima nafkah, sebaliknya ia (justru) dituntut untuk bekerja. Bahkan, ada pendapat yang mengatakan bahwa anak yang mampu bekerja ini masuk kategori anak yang kaya. Dikecualikan ketika anak yang telah mampu bekerja ini sedang mencari ilmu syara’ dan diharapkan nantinya akan menghasilkan kemuliaan (dari ilmunya) sedangkan jika ia bekerja maka akan tercegah dari rutinitas mencari ilmu, maka dalam keadaan demikian ia tetap wajib untuk dinafkahi dan tidak diperkenankan untuk menuntutnya bekerja.” (Syekh Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri, juz 2, hal. 187)   

 

Ketentuan di atas adalah ketentuan baku perihal batas menafkahi anak sesuai dengan rumusan para ulama’ yang kompeten, meski begitu alangkah baiknya dalam penerapannya, orang tua tetap mempertimbangkan kondisi anak tentang kesiapan mereka untuk hidup mandiri, jika memang secara mental anak belum siap, atau ia masih belum menemukan pekerjaan yang layak baginya, maka bijaknya orang tua dalam keadaan demikian tetap memberi nafkah pada anaknya, meskipun hal ini tidak wajib, hal ini mereka lakukan dengan tetap mendorong anak agar selalu berusaha hidup secara mandiri.


Editor: Abdul Manap


Syariah Terbaru