• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Taushiyah

KOLOM KH ZAKKY MUBARAK

Membaca dan Menulis Sebagai Kunci Ilmu

Membaca dan Menulis Sebagai Kunci Ilmu
Membaca dan Menulis Sebagai Kunci Ilmu. (Foto: NUO).
Membaca dan Menulis Sebagai Kunci Ilmu. (Foto: NUO).

Sebagai petunjuk yang sangat sempurna dan bersifat abadi, al-Qur’anul Karim merupakan kitab suci yang memuat berbagai informasi, baik yang terjadi pada masa kini, masa yang lalu dan masa yang akan datang. Al-Qur’an mengarahkan umat manusia agar selalu meningkatkan kemampuannya dibidang ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan yang bersifat umum. Pengarahan ini nampak jelas, bila kita memperhatikan berbagai ayat al-Qur’an, apalagi bila mengkaji secara seksama ayat-ayat yang turun pertama kali, yaitu surat al-‘Alaq ayat 1-5.


Peristiwa turunnya ayat-ayat yang diwahyukan pertama kali ini, disebutkan dalam beberapa hadis sahih, diantaranya al-Bukhari, Muslim dan Ahmad, meriwayatkan sebagai berikut:


Nabi Muhammad SAW datang ke gua Hira yang terletak pada sebuah bukit dekat kota Makkah (Jabal Nur), untuk berkhalwat selama beberapa hari. Beberapa kali Nabi pulang pergi dari rumah ke gua itu. Bila bekalnya habis, beliau pulang ke rumah dan kemudian pergi lagi untuk berkhalwat ke gua itu.


Keadaan seperti itu terus berlanjut, sehingga pada suatu hari Nabi s.a.w. dikejutkan oleh kedatangan seorang malaikat pembawa wahyu Ilahi. Malaikat berkata kepadanya: “Bacalah”, beliau menjawab, “Saya tidak dapat membaca”. Malaikat memegang Nabi dan megguncangnya, sehingga Nabi kepayahan. Peristiwa itu berulang sampai tiga kali, baru Nabi dapat membaca dan mengucapkan apa yang diucapkan malaikat itu yaitu berupa awal surat al-‘Alaq yang disebutkan di atas. Ayat itu lengkapnya sebagai berikut:


ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ 


“(1)Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, (2) Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah (3) bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, (4) yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. Al-‘Alaq, 96: 1-5).


Nabi Muhammad SAW kemudian pulang ke rumah istrinya Khadijah dalam keadaan gemetar, lalu berkata padanya: “Selimutilah aku”. Kemudian Nabi diselimuti oleh Khadijah sehingga rasa takutnya menjadi hilang. Setelah itu beliau menceritakan semua peristiwa di Gua Hira kepada istrinya, selanjutnya beliau berkata: “Aku merasa khawatir terhadap diriku”, Khadijah menjawab, “Jangan merasa cemas atau khawatir, akan tetapi bergembiralah, Demi Allah, sesungguhnya Allah tidak akan mengecewakanmu, engkau adalah orang yang selalu menyambung persaudaraan (silaturrahim), senantiasa berkata benar, membantu orang-orang yang lemah dan miskin, selalu menghormati tamu dan gemar membantu orang-orang yang tertimpa bencana.


Sayyidah Khadijah, istri Nabi SAW yang sangat setia itu, kemudian mengajak beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Abd al-Uzza (saudara misan Khadijah). Waraqah adalah seorang Arab pemeluk agama Nasrani yang sangat alim, pandai menulis dan menguasai Bahasa Ibrani. Waktu itu, ia seorang yang lanjut usia dan buta kedua matanya.


Khadijah berkata kepada Waraqah: “Wahai anak pamanku, perhatikan apa yang dikatakan oleh anak saudaramu (Maksudnya Nabi Muhammad SAW).


Ia menyahut perkataan Khadijah dan berkata kepada Nabi Muhammad : “Wahai anak saudaraku, apa yang kamu saksikan?"


 Nabi SAW menceritakan kepadanya peristiwa yang dialaminya di Gua Hira. Waraqah kemudian mengatakan: “Sesungguhnya telah datang kepadamu malaikat Namus (Jibril) sebagaimana pernah datang kepada Isa AS


Waraqah selanjutnya mengatakan: “Sekiranya aku masih hidup, ketika kaummu mengusirmu, pasti aku akan menolongmu dengan segala kemampuanku”.


Nabi SAW bertanya kepadanya: “Apakah mereka akan mengusirku?”


Waraqah menjawab: “Ya, tidak ada seorang Nabipun yang datang membawa ajaran seperti apa yang kau bawa, melainkan ia akan dimusuhi oleh kaumnya”.


Tidak lama setelah peristiwa itu Waraqah bin Naufal wafat, sehingga ia tidak sampai menyaksikan waktu Nabi Muhammad s.aw. dimusuhi dan diusir oleh kaumnya.


Ayat di atas memerintahkan kepada setiap individu manusia agar membaca segala tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengan membaca, manusia akan memperoleh ilmu dan pengetahuan yang luas, yang bemafaat bagi kehidupan di masa kini ataupun masa depan. Dalam membaca dan mempelajari sesuatu, diperintahkan agar memulainya dengan menyebut asma Allah yang Agung. Tuhan yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah (sel darah dari sperma kaum pria yang menyatu dengan sel telur dari pihak wanita dalam rahim serang ibu). Kemudian berkembangng menjadi embrio dan seterusnya berproses sampai lahir menjadi bayi yang sempurna.


Allah SWT menciptakan manusia dari al-‘Alaq (segumpal darah). Sebagai makhluk yang terbaik, manusia dibekali oleh Allah s.w.t. dengan akal, fikiran dan kalbu. Dengan bekal itu manusia dapat memiliki ilmu pengetahuan, sehingga mampu mengelola alam semsesta bagi kesejahteraan makhluk secara umum. Dalam ayat selanjutnya, Allah SWT memerintahkan kembali kepada Nabi s.aw. untuk membaca. Bacaan atau pelajaran tidak bisa dihayati dengan baik oleh seseorang, bila tidak diulangi dan dibiasakan.


Berulangnya perintah Ilahi untuk membaca, menunjukkan bahwa Nabi berulang-ulang membaca al-Qur’an. Dengan demikian dapat diketahui, bahwa membaca itu merupakan kebiasaan Nabi. Perhatikan firman Allah:


سَنُقۡرِئُكَ فَلَا تَنسَىٰٓ 


“Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa”. (Q.S. Al-A’la, 87:6).


Dalam ayat keempat dari surat al-‘Alaq yang disebutkan diatas, dijelaskan bahwa Allah menyediakan sarana dan prasarana bagi umat manusia agar mereka bisa memperoleh ilmu. Ilmu yang akan mengangkat derajat manusia, menjadi khalifahnya di muka bumi. Salah satu sarana untuk mencapai ilmu pengetahuan adalah pena dan alat tulis lainnya. Dari alat tulis yang tradisional sampai yang modern, dari pena yang ditutulkan ke tinta sampai mesin tik, baik yang manual maupun yang elektronik, termasuk komputer. Semua itu merupakan sarana untuk mencapai ilmu yang disediakan bagi manusia.


Ayat kelima menerangkan bahwa karunia yang sangat mulia dan agung bagi manusia adalah kemampuan membaca dan menulis, sehingga manusia memperoleh ilmu pengetahuan yang asalnya tidak diketahui. Ilmu itu diwariskan kepada generasi penerus melalui tulisan-tulisan, kemudian diolah dan dikembangkan sehingga memperoleh berbagai penemuan baru dalam berbagai bidang.


Akhir kalam, dengan lima ayat di atas apabila diamalkan dan dihayati dengan baik, manusia akan memperoleh kemajuan dalam berbagai bidang ilmu, seperti sains, ilmu sosial, ilmu agama, humaniora, teknologi dan sebagainya.


Perhatikan uraian berikut: (1) Orang melakukan iqra (baca), termasuk membaca ialah meneliti, menganalisis dan menyimpulkan. (2) hasil penelitian itu setelah dianalisis dan diadakan percobaan serta pengujian-pengujian, lalu (3) ditulis dengan pena (mesin tik, komputer dan sebagainya) maka (4) menjadi karya tulis, berupa laporan ilmiah, skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya.


Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, salah seorang Mustasyar PBNU


Taushiyah Terbaru