• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 28 Juni 2024

Syariah

KOLOM GUS ISHOM

Enam Alasan Mengapa Sibuk dengan Ilmu Lebih Utama dari Ibadah Sunnah

Enam Alasan Mengapa Sibuk dengan Ilmu Lebih Utama dari Ibadah Sunnah
(Ilustrasi: NU Online).
(Ilustrasi: NU Online).

Kecerdasan adalah sebaik-baik anugerah Tuhan, dan sebaliknya ketidaktahuan (al-jahlu) adalah seburuk-buruk musibah. Demikian pepatah cerdik pandai terdahulu. Oleh sebab itu, akal manusia harus diasah dengan mewajibkannya untuk mempelajari beragam ilmu, agar akal itu mencapai puncak kecerdasannya dan agar tidak anti pati kepada apa yang bersifat ilmiah.


Sejatinya kecerdasan bukan berhenti pada apa yang perlu dihapalkan, melainkan yang berorientasi kepada pencapaian apa saja yang membawa manfaat, bukan saja bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi banyak orang. "Ilmu itu bukan apa yang dihapal, ilmu itu adalah apa yang bermanfaat," kata al-Syafi'i (150 H.-204 H.).


Al-Tsauri dan al-Syafi'i menyatakan, bahwa setelah pelaksanaan apa saja yang diwajibkan (al-faraidl) tidak ada yang lebih utama dari menuntut ilmu (belajar). Tidak asing bagi kita tentang ungkapan, bahwa menyibukkan diri dengan ilmu, khususnya ilmu agama, karena Allah itu lebih utama dari ibadah-ibadah sunnah, seperti shalat, puasa, tasbih, berdoa dan sebagainya.


Ungkapan di atas benar adanya dengan beberapa alasan berikut ini:


[1] karena ilmu itu bermanfaat untuk dirinya sendiri dan orang lain, sedangkan ibadah-ibadah sunnah yang bersifat fisik itu manfaatnya terbatas hanya untuk diri pelakunya.


[2] karena ilmu bisa mengkoreksi beragam ibadah, ibadah butuh ilmu dan keabsahannya juga tergantung kepada ilmu, sedangkan ilmu sama sekali tidak tergantung kepada ibadah.


[3] karena para ulama adalah pewaris (ilmu) dari para Nabi, ilmu bukan diwariskan kepada para ahli ibadah.


[4] karena orang yang tidak berilmu berkewajiban menaati orang yang berilmu (al-'alim).


[5] karena pengaruh ilmu itu terus berlangsung meskipun pemiliknya telah meninggal dunia, sedangkan ibadah-ibadah sunnah terhenti setelah pelakunya meninggal dunia.


[6] karena sesungguhnya ajaran agama itu bertumpu pada kelanggengan ilmu.


KH Ahmad Ishomuddin, Rais Syuriyah PBNU masa khidmah 2010-2015 dan 2015-2021


Syariah Terbaru