• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Sejarah

Wajah Sultan Hasanuddin

Wajah Sultan Hasanuddin
Wajah Sultan Hasanuddin
Wajah Sultan Hasanuddin

Saat berkunjung ke Makassar beberapa waktu yang lalu, sejak awal telah diniatkan untuk berziarah. Selain ke makam Pangeran Diponegoro, juga harus berkunjung ke makam Sultan Hasanuddin di Kabupaten Gowa. Sekitar 25 km dari tempat saya menginap. Ditemani oleh Mbak Husnul, Ustadz Mubarak dan Doktor Rijal, kita menelusuri jalan Syekh Yusuf di Kelurahan Katangka, Sumba Opu, Gowa. Di awali ke makam Syekh Yusuf, lalu berjalan kaki tak kurang dari 300 meter ke kompleks pemakaman raja-raja dan masjid tua Katangka.


Di komplek ini disemayamkan sejumlah raja dan keluarga kerajaan. Namun, untuk makam Sultan Hasanuddin sendiri tak di sini. Makamnya berada di atas bukit di balik komplek pemakaman tersebut.


Untuk mencapai makam Sultan Hasanuddin dari komplek pemakaman raja-raja Gowa tersebut seharusnya memutari bukit dan perkampungan. Mungkin sekitar 3-4 km jauhnya. Akan tetapi, jika dengan berjalan kaki, rutenya lebih pendek. Dipandu oleh Mbak Husnul, kita menerobos gang-gang kampung menuju ke puncak bukit. Sesampainya dipuncak, kita harus melompati pagar pembatas. Ada pintu kecil sebenarnya. Tapi, digembok.


“Dulu, Pak Henry juga saya ajak lewat sini. Melompat pagar juga,” kenang Husnul saat mengantarkan seorang indonesianis asal Perancis, Henri Chambert-loir.


Di komplek makam Sultan Hasanuddin ini menyajikan pemandangan yang indah. Hamparan kota Gowa terlihat semua. Ditambah dengan waktu sore yang menyajikan temaram mentari terbenam.


Selain Sultan Hasanuddin, di sini juga terbaring makam Sultan Abdullah (w. 1 Oktober 1636). Beliau merupakan pemimpin di Kerajaan Tallo sekaligus mangkubumi di Kerajaan Gowa. Beliau pula raja yang pertama kali memeluk agama Islam.


Adapula makam Sultan Alauddin (w. 1639) dan Sultan Malikus Said (w. 1653). Keduanya merupakan kakek dan bapak dari Sultan Hasanuddin.


Di komplek pemakaman ini pula, terdapat patung Sultan Hasanuddin setengah badan yang visualnya banyak beredar. Dalam obrolan di tempat tersebut, bersama juru kunci, wajah Sultan Hasanuddin tersebut adalah hasil rekaan. Tak ada gambar yang asli dari pahlawan nasional berjuluk ayam jago dari timur ini.


Tentang wajah beliau tersebut ada satu artikel menarik di majalah Mimbar, No. 14 Tahun II, 20 April 1972. Wajah tersebut adalah hasil rekaan dari pegawai Djawatan Penerangan (Djapen) Provinsi Sulawesi Selatan. Awalnya, pada 1951, Djapen hendak menerbitkan majalah. Nomor pertamanya akan mengangkat peristiwa kembalinya pemberontakan Kahar Muzakkar dari hutan. Kebetulan saat itu, batalyon yang dipimpin oleh Kahar diberi nama Hasanuddin.


Djapen kemudian berkeinginan untuk memuat gambar Sultan Hasanuddin sebagai sampulnya. Akan tetapi, pada saat itu, belum ada gambar yang mencitrakan sang sultan. Hanya ada legenda rakyat Sinrili yang dikenal. Itupun masih diragukan kebenarannya.


Akhirnya, Djapen menunjuk seorang pelukisnya yang bernama Tarekat Kimin. Seniman kelahiran 1924 itu lantas menggali informasi tentang bentuk fisik dan watak Sultan Hasanuddin kepada keturunannya yang masih hidup. Selain itu juga diilhami dengan sketsa Arung Palaka, Raja Bone, maka lahirlah gambar wajah Sultan Hasanuddin.


“Sebenarnja topi sultan bukan begitu, tetapi bulat. Tjuma kalau bulat akan sama dengan beberapa daerah lain. Djadi saja pakaikan passapu jang spesifik daerah ini,” ungkap Tarekat Kimin pada reporter Mimbar, Udin Husain.


Sketsa dari Tarekat tersebut kemudian diserahkan kepada T. T. Tjoang, pelukis di Djapen pula. Kemudian oleh Tjoang dilukis dengan cat minyak di atas canvas berukuran 1,5 x 1 meter. Goresan cat dari Tjoang yang berdasarkan sketsa dari Tarekat itulah yang kini dikenali sebagai wajah Sultan Hasanuddin.


“Kurang lebih setahun kami tunggu kalau-kalau ada reaksi. Ternjata tidak ada. Lalu copy rightnja ditjabut. Dan lukisan tersebut dinjatakan sebagai lukisan resmi pahlawan nasional Sultan Hasanuddin,” pungkas Tarekat.


Ayung Notonegoro, salah seorang peneliti NU


Sejarah Terbaru