• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Hikmah

KOLOM BUYA HUSEIN

Kemana Arah Gerak Sejarah

Kemana Arah Gerak Sejarah
Kemana Arah Gerak Sejarah
Kemana Arah Gerak Sejarah

Saat di Majasem, hari ini, 5 tahun lalu, 2018, aku menulis:


Kita sedang menyaksikan jalannya sejarah bangsa menuju masa depan yang entah akan seperti apa. Kita melihat bangsa ini sedang diarahkan dan digiring oleh kehendak-kehendak emosional yang dibalut oleh bungkusan spiritualitas dan cap agama. Arahan-arahan akal intelektual bukan hanya diabaikan, malahan cenderung disingkirkan dan tak berharga di hadapan arahan-arahan dan pertimbangan gerak emosi itu.


Tiap hari, tiap jam dan tiap menit suara-suara kemarahan, kebencian, kebohongan, sumpah serapah, menggunjing, menuduh dan adu domba (namimah) meledak dan berhamburan di mana-mana, di segala ruang. Semua suara itu seakan telah menjadi banal, dimaklumi dan dianggap tak masalah. Hoax-hoax dipercaya sebagai kebenaran.


Realitas dinafikan jika bertentangan dengan teks agama. Udara dipenuhi polusi dan asap-asap abu-abu dan hitam.


Rasionalitas dicap sekuler, sebuah istilah yang masih dipahami sebagai bermakna negatif dan pejoratif. Berargumen dengan akal dipandang tabu, distigma sebagai liberal, dan boleh jadi dianggap melawan Tuhan. Kata "Liberal" juga dikonotasikan sebagai pikiran yang salah, buruk, "ngeyel" dan melampaui atau melawan Tuhan. Maka akal sebagai anugerah Tuhan yang dengannya manusia berbeda dari binatang, dan mampu mencipta dari ada menjadi ada yang alin sedang berada di ambang kematian fungsinya.


Masyarakat sedang "dipaksa" untuk menerima arahan-arahan dan pertimbangan emosional dan yang bernuansa "agama", itu. "Ini keputusan Tuhan", "Ini Tuhan yang mengatakannya". Menolaknya akan dituduh atau difitnah sebagai sama dengan mengabaikan Tuhan.


Kebijakan-kebijakan publik didefinisikan dan dirumuskan berdasarkan pertimbangan emosi dan keinginan-keinginan subyektif. Maka tak dapat dihindari manakala ia (kebijakan publik) bukan saja tidak efektif, melainkan juga terjadi abuse of power. Dan power itu bukan hanya negara, melainkan emosi masal yang populis.


Maka adalah sangat mungkin jika kelak akan terjadi gerakan massa emosional melawan gerakan massa emosional lainnya. Dua kutub yang berdegup kencang dan membara akan bisa meluluhlantakkan bangsa ini.


Banyak hati bangsa ini yang cemas memandang masa depannya. Kita hanya bisa berdoa semoga masa depan negara bangsa ini akan aman, damai dan sejahtera. Hanya ini yang bisa diperbuat saat ini.


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU


Hikmah Terbaru