Sejarah

Mengenang 100 Tahun Komite Hijaz: Saat KH Abdul Wahhab Chasbullah Bertemu Langsung dengan Raja Abdul Aziz al-Saud

Sabtu, 14 Juni 2025 | 08:57 WIB

Mengenang 100 Tahun Komite Hijaz: Saat KH Abdul Wahhab Chasbullah Bertemu Langsung dengan Raja Abdul Aziz al-Saud

Mengenang 100 Tahun Komite Hijaz: Saat KH Abdul Wahhab Chasbullah Bertemu Langsung dengan Raja Abdul Aziz al-Saud. (Foto: Dok. Pribadi Ahmad Ginanjar Sya'ban)

Tepat pada bulan ini, di seratus tahun silam (Dzulhijjah 1346 Hijri), sebuah peristiwa penting dalam sejarah besar Nahdlatul Ulama (NU) terjadi di kota suci Makkah. Pada hari Selasa, 02 Dzulhijjah 1346 Hijri, dua orang ulama yang menjadi duta khusus utusan “Komite Hijaz” tiba dan memasuki kota suci Makkah. Mereka adalah KH. Abdul Wahhab Chasbullah dan Syaikh Ahmad Ghanayim al-Amir al-Mishri al-Azhari. 


Sejarah awal mula perkembangan NU memang tidak bisa dilepaskan dari “Komite Hijaz”, yaitu sebuah kepanitiaan kecil (komite) yang dibentuk untuk pergi berlayar ke Hijaz dengan tujuan bertemu dengan Raja Abdul Aziz al-Saud (sebagai penguasa baru Hijaz), guna menyampaikan amanat dan membawa misi perjuangan umat Muslim Nusantara untuk melestarikan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah. 


Dokumen-dokumen dan arsip kesejarahan NU mengisyaratkan jika “Komite Hijaz” dibentuk bersamaan dengan berdirinya NU di kota Surabaya, pada 16 Rajab 1344 Hijri (31 Januari 1926). Pada mulanya, komite ini menunjuk KH Rd Asnawi Kudus dan KH Abdul Wahhab Chasbullah sebagai delegasinya untuk pergi ke Hijaz di tahun 1344 (1926), namun batal berangkat. Misi ini baru terealisasi dua tahun berikutnya, yaitu pada 1346 (1928), dan yang pergi ke Hijaz sebagai utusan adalah KH Abdul Wahhab Chasbullah dan Syaikh Ahmad Ghanayim al-Amir al-Mishri al-Azhari. 


Terdapat lima buah tuntutan yang disampaikan oleh Komite Hijaz kepada Raja Abdul Aziz al-Saud.


Pertama, memohon agar tetap dilestarikannya ajaran bermazhab ala Ahlussunnah wal Jama’ah di negeri Hijaz, khususnya Makkah dan Madinah, baik mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, atau pun Hanbali. Komite juga memohon agar kitab-kitab ajaran mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah, baik dalam bidang aqidah, fiqih, dan tasawuf di bidang tasawuf, tetap diberi keleluasaan untuk tetap diajarkan.


Kedua, memohon agar tempat-tempat bersejarah, baik makam, masjid, dan bangunan wakaf lainnya, tidak dihancurkan dan tetap leluasa untuk dapat diziarahi dan dimakmurkan.


Ketiga, memohon agar penentuan tarif dan biaya haji diumumkan jauh-jauh hari sebelum musim haji tiba. Hal ini agar jamaah yang akan menunaikan ibadah haji dapat mempersiapkan ongkos dan perbekalan yang cukup, selain untuk meminimalisir berbagai penipuan dan kasus lainnya yang merugikan.


Keempat, memohon agar semua peraturan yang berlaku di wilayah Hijaz dapat ditulis dalam bentuk undang-undang, agar tidak terjadi pelanggaran terhadap peraturan tersebut; dan Kelima: Nahdlatul Ulama memohon balasan surat tertulis, yang isi keterangan bahwa dua orang delegasi NU telah benar-benar menyampaikan surat dan permohonan-permohonan tersebut kepada Raja Abdul Aziz al-Saud. 


Dokumen bersejarah berupa catatan perjalanan Komite Hijaz yang ditulis oleh KH. Abdul Wahhab Chasbullah menerangkan jika dirinya dan Syaikh Ahmad Ghanayim al-Amir berlabuh di Jeddah pada sekitar jam 9 pagi hari Senin, 17 Dzulqa’dah 1346 Hijri (7 Mei 1928). Hari kedatangan dua utusan Komite Hijaz di Jeddah itu ternyata berbarengan pula dengan kedatangan Raja Abdul Aziz al-Saud dari Nejd, juga dengan kedatangan Sir Gilbert Clayton, utusan Kerajaan Inggris.


Tertulis dalam dokumen tersebut:


هيڠ دينتن اثنين 17 ذي القعدة - 7 مي 1928 سکينتن جم 9 سامڤون دوݢي هيڠ جدة کليان سلامة. اڠ ڤونيکا دينتن ڠلرسي راووه ايڤون جلالة الملک عبد العزيز سکيڠ نݢاري نجد. أوݢي سسارڠان دوݢينيڤون توان سير ݢيلبيرت کليتن اڠݢيه ڤونيکا اوتوسن سکيڠ راجا ايڠݢريس


(Hing dinten Isnen 17 Dzulqa’dah – 7 Mei 1928 sekinten jam 9 sampun dugi hing Jeddah kelayan selamet. Ing punika dinten ngeleresi rawuhipun Jalâlah al-Malik Abdul Aziz saking negari Nejd. Ugi sesarengan duginipun Tuan Sir Gilbert Clayton inggih punika utusan saking Raja Inggris


Ketika berada di Jeddah, kedua utusan Komite Hijaz itu tinggal di rumah Syaikh Ahmad al-Turki, seorang cendikiawan setempat. Pada hari Rabu, 19 Dzulqa’dah 1346 H (9 Mei 1928), KH Abdul Wahhab Chasbullah mengunjungi kantor konsulat Belanda di Jeddah. Ia diterima oleh Daniel van der Meulen (konsul Belanda di Jeddah) dan Raden Abdoelkadir Widjojoatmodjo (sekretaris konsul). Kepada sang konsul dan sekretaris itu, KH Abdul Wahhab Chasbullah melaporkan terkait tujuan dan misi kedatangannya ke Hijaz. Utusan komite Hijaz itu juga meminta bantuan pihak konsul Belanda di Jeddah itu untuk menyambungkan pihaknya dengan Raja Abdul Aziz al-Saud, sekaligus mengaturkan pertemuan.


Tercatat dalam dokumen tersebut:


اڠ ناليکا دينتن ربو 19 ذي القعدة اوتوسن کيتا واهو مڠادڤ داتڠ ݢوڠسول أولندا هيڠ جدة. فرضو ڠاتوراکن کافرضوان2 ايڤون اوتوسن واهو. سها ڽوون ڤرتولوڠان داتڠ توان ݢوڠسول ڤونڤا اڠکڠ دادوس کفرضوان ايڤون. لاجڠ توان ݢوڠسول نرامي اڠ ڤونڤا کڠ دادوس ڤيکاجڠان ايڤون اوتوسن کاليه واهو. سارانا ديڤون حورماتي کليان سأچکاڤ ايڤون. لاجڠ توان ݢوڠسول تلڤون داتڠ وزير ايڤون جلالة الملک ڠاتوراکن کداتڠان ايڤون اوتوسن کاليه سکيڠ جمعية نهضة العلماء واه مقصود2ايڤون سدايا


(Ing nalika dinten Rebo 19 Dzulqa’dah utusan kita wahu mengadep dateng Kongsul Olanda hing Jeddah. Perlu ngaturaken kaperluan2ipun utusan wahu. Saha nyuwun pertulungan dateng Tuan Kongsul punapa ingkang dados kaperluanipun. Lajeng Tuan Kongsul nerami ing punapa kang dados pekajenganipun utusan kalih wahu. Sarana dipun hurmati kelayan sakcekapipun. Lajeng Tuan Kongsul tilpun dateng wazir-ipun Jalâlah al-Malik ngaturaken kedatengan ipun utusan kalih saking Jam’iyyah Nahdlatul Ulama wahu maksud2ipun sedaya).


Ibarat pucuk dicinta ulam pun tiba, permohonan utusan Nahdlatul Ulama dari Jawa untuk bertemu dengan Raja Abdul Aziz yang difasilitasi oleh Konsul Belanda di Jeddah itu pun dapat terkabulkan. Pihak Raja Abdul Aziz menyetuji untuk menerima utusan dari Nahdlatul Ulama tersebut dan menjadwalkan pertemuan keesokan harinya, yaitu pada Kamis, 20 Dzulqa’dah 1346 Hijri (10 Mei 1928), pada jam 2 siang. Tempat pertemuan penting itu sendiri berada di Bait Nashîf, sebuah rumah bersejarah dengan arsitektur khas Timur Tengah yang megah dan berada di jantung kota Jeddah.


Tercatat dalam dokumen tersebut:


لاجڠ نامڤي بالسان سکيڠ توان راجا يين واهو اوتوسن کڤوريه مڠادڤ اڠ توان راجا اڠ دينتن خميس 20 ذي القعدة سکينتن جم 2 سياڠ وونتن اڠ ݢريا ڤساڠݢراهان بيت نصيف کاليان اتاس ناميني شخصية ايڤون اوتوسن ڤيامباء


(Lajeng nampi balesan saking Tuan Raja yen wahu utusan kepurih mengadep ing Tuan Raja ing dinten Kemis 20 Dzulqa’dah sekinten jam 2 siang wonten ing griya pesanggrahan Bait Nashif kaliyan atas namine sakhshiyyah ipun utusan piyambak)


Dua utusan Nahdlatul Ulama itu pun pada akhirnya sukses bertemu dengan Raja Abdul Aziz al-Saud pada waktu dan tempat yang telah disepakati sebagaimana di atas. Pertemuan penting dan bersejarah antara utusan Nahdlatul Ulama dan Raja Abdul Aziz al-Saud itu berlangsung tidak kurang dari satu jam lamanya. Dalam pertemuan itu, keduanya menyampaikan surat mandat dari Nahdlatul Ulama, sekaligus mengemukakan lima buah permohonan dan tuntutan atas nama muslim Ahlussunnah wal Jama’ah di Nusantara.


Pihak Raja Abdul Aziz pun menerima dengan baik dua utusan Nahdlatul Ulama tersebut, sekaligus menerima surat yang disampaikan untuknya. Pada pertemuan tersebut, pihak Raja Abdul Aziz didampingi oleh tiga orang penasihat, satu orang menteri, dan satu orang sekretarisnya. Sayangnya, tidak disebutkan siapa nama para pendamping sang raja. Tertulis dalam dokumen tersebut:


لاجڠ سيوس کدادوسن سوهان. توان راجا هاڠݢين ايڤون حورمة کليان چکاڤ بوتن کيراڠ سنوڠݢال ڤونڤا2 داڠوني سوهان بوتن کيراڠ سکيڠ سنوڠݢال جم کڠ کليان ديڤون حاضري دينيڠ تيݢا مستشار ايڤون لن سنوڠݢال وزير ايڤون لن سنوڠݢال سيکرتاريس ايڤون. لاجڠ کاليه اوتوسن واهو ڠاتوراکن سرة مندة داتڠ توان راجا


(Lajeng siyos kedadosan so[w]an. Tuan Raja hangginipun hurmat kaliyan cekap boten kirang senunggal punapa2. Dangune so[w]an boten kirang saking senunggal jam kang kaliyan dipun hadiri dining riga mustasyar-ipun lan senunggal wazir-ipun lan senunggal sekretaris-ipun. Lajeng kalih utusan wahu ngaturaken serat mandat dateng Tuan Raja).


Pertemuan itu tampaknya berjalan mulus. Misi diplomasi internasional Nahdlatul Ulama yang dimandatkan melalui Komite Hijaz itu berhasil. Sang Raja mengatakan jika pihaknya berjanji akan mengindahkan permintaan dan tuntutan yang diajukan oleh NU. Sang Raja juga meminta untuk diadakan pertemuan lagi setelah masa Wukuf Arafah di tanggal 9 Dzulhijjah mendatang. Dalam pertemuan itu, direncanakan akan diundang pula para ulama asal negeri Jawi (Nusantara) yang bermukim di kota suci Makkah. 


Setelah selesai pertemuan siang itu dengan pihak Raja Abdul Aziz al-Saud di Bait Nashif di Jeddah, kedua utusan Nahdlatul Ulama tersebut kemudian undur diri dan bergerak ke kota Madinah, untuk menziarahi makam Kanjeng Nabi Rasulullah Saw, para sahabat, tabi’in, dan ulama besar dunia Islam lainnya yang dimakamkan di kompleks pemakaman Baqi’. Selain itu, keduanya juga menziarahi tempat-tempat bersejarah di sekitaran Madinah, seperti Qiblatain, Quba, Uhud, dan lain-lain.
Keberangkatan dua utusan Nahdlatul Ulama dari Jeddah ke Madinah tercatat pada hari Sabtu, 22 Dzulqa’dah 1346 Hijri, dan baru tiba di kota tujuan dua hari kemudian, yaitu pada Senin 24 Dzulqa’dah 1346 Hijri. Mereka berada di Madinah tidak lebih satu minggu lamanya. 


Pada hari Selasa, 2 Dzulhijjah 1346 Hijri (22 Mei 1928), sekira jam 7 pagi, dua utusan Nahdlatul Ulama tersebut tiba di kota suci Makkah. Kedatangan mereka disambut dengan penuh antusias oleh orang-orang Jawi (Nusantara) yang berada di kota suci itu, baik yang memang bermukim di sana, ataupun yang sedang sama-sama menunaikan ibadah haji di tahun itu. Di Makkah, keduanya bermukim di distrik al-Syamiyyah, dekat kawasan Bab al-Quthbi. 


Keesokan harinya, yaitu pada Rabu, 3 Dzulhijjah 1346 Hijri (23 Mei 1928), KH Abdul Wahhab Chasbullah hendak menggelar pertemuan dengan para ulama Jawi (Nusantara) yang mengajar di Masjidil Haram dan institusi pendidikan keislaman lainnya di kota suci itu. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk konsolidasi para ulama Nusantara di Makkah untuk sama-sama menjaga dan melestarikan ideologi Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Pertemuan-pertemuan kecil secara parsial telah dilakukan dengan sejumlah ulama Nusantara di Makkah, dan para ulama tersebut pun menyetujui dan mendukung misi Komite Hijaz tersebut.


Sayangnya, pertemuan antara utusan Nahdlatul Ulama dengan para ulama Nusantara yang mengajar di Makkah dalam skala yang lebih massif dan besar sebagaimana direncanakan ternyata batal. Alasannya: khawatir menjadi fitnah dan justru malah menjadi buah simalakama bagi misi besar Komite Hijaz itu sendiri. Tercatat dalam dokumen tersebut:


واهو اوتوسان بادي ڠاونتناکن ڤرکمڤالن انتاويس ڤارا کياهي2 بڠسا جاوي کڠ سامي مقيم اڠ مکة. ڤرلو ڠرمباک سدايا ڤرکاويس کڠ باکل کاسووناکن داتڠ راجا. لاجڠ ڤارا کياهي سدايا واهو سامي موفقة، هاناڠيڠ کتيڠال سامي امرات هاڠݢيني بادي داتڠي کواتوس اڠ ويڠکيڠ وونتن فتنة. سکيڠ ڤونيکا لاجڠ بوتن سيوس ڠاوونتناکن ڤرکمڤالن


(Wahu utusan bade ngawontenaken perkempelan antawis para kiyahi2 bangsa Jawi kang sami muqim ing Makkah. Perlu ngarembag sedaya perkawis kang bakal kasowanaken dateng Raja. Lajeng para kiyahi sedaya wahu sami muwafaqah. Hananging ketingal sami [?] hanggene bade datenge kuwatos ing wingking wonten fitnah. Saking punika lajeng boten siyos ngawontenaken parkempelan).


Pada tahun 1346 H/1928 M, di antara ulama asal Nusantara yang masih hidup dan tercatat mengajar di lingkungan Masjidil Haram antara lain adalah Syaikh Mukhtar Atharid Bogor (w. 1930), Syaikh Hasan bin Abdul Syakur Surabaya (w. 1934), Syaikh Nur Patani (w. 1943), Syaikh Baqir Jogjakarta (w. 1944), Syaikh Djanan Taib Minangkabau (w. 1946), Syaikh Ahyad bin Idris Bogor (w. 1952), Syaikh Abdul Muhith bin Ya’qub Siwalanpanji (w. 1964), Syaikh Abdul Qadir Mandailing (w. 1965), dan lain-lain.


Petang hari berikutnya, yaitu pada Kamis 4 Dzulhijjah 1346 H (24 Mei 1928), dua utusan Nahdlatul Ulama tersebut kembali diundang oleh Raja Abdul Aziz al-Saud. Kali ini diundang untuk ikut serta menghadiri jamuan makan malam di Bait al-Mu’tamar yang terletak di distrik Jiyad, Makkah. Dalam pertemuan tersebut, terdapat pula sejumlah ulama Jawa lainnya yang turut serta hadir, antara lain adalah KH Rd Hambali Kudus (adik KH Rd Asnawi Kudus) dan KH Ahmad Qusyairi bin Shiddiq Pasuruan (kakak KH Ahmad Shiddiq Rois Am PBNU; pengarang kitab Tanwîr al-Hijâ fî Manzhûmah Safînah al-Najâ, yang kemudian disyarah oleh Grand-mufti madzhab Maliki di Makkah Sayyid Muhammad Ali bin Husain al-Maliki al-Makki). 


Bersambung.


*Catatan perjalanan Komite Hijaz tahun 1346 (1928) tersebut pada mulanya berupa dokumen dan arsip kesejarahan yang tercecer dan terserak. Alhamdulillah dapat dikumpulkan, diinventarisir, disunting, dan dibukukan sekitar dua tahun ke belakang. Lihat: A. Ginanjar Sya'ban dan Diaz Nawaksara, Dokumen Perjalanan Komite Hijaz (Yogyakarta: Pustaka Kaliopak, 2023)


Ahmad Ginanjar Sya'ban, Filolog Islam Nusantara sekaligus Penulis Buku Dokumen Perjalanan Komite Hijaz dan Mahakarya Islam Nusantara