• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 19 Maret 2024

Sejarah

Membumikan Wali Songo

Membumikan Wali Songo
Wali Songo. (Foto: NUO).
Wali Songo. (Foto: NUO).

Menarik ketika mencermati tulisan Muhammad Taufik Anwari yang berjudul “Keturunan Wali Songo di Tubuh NU” di situs NU Jabar Online pada kanal Ngalogat edisi Sabtu, 26 Maret 2022. Ia mengutip pendapat pakar sejarah dari Universitas Indonesia (UI) Muhammad Iskandar, bahwa garis keturunan para Wali Songo tersambung kepada Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyidah Fathimah RA. 


Salah satu Wali Songo yang nasabnya tersambung kepada Nabi Muhammad SAW adalah Maulana Malik Ibrahim atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gresik. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik merupakan maha gurunya para Wali Songo dan pesantren di tanah Jawa yang secara nasab dan sanad memang tersambung kepada Rasulullah SAW, sebagaimana diungkap pada paragraf ketiga. 


Pada paragraf keempat hingga ketujuh, Muhammad Taufik Anwari mengungkapkan bahwa para tokoh Nahdlatul Ulama (NU) misalnya seperti KH Abdurrahmad Wahid yang merupakan keturunan Sunan Giri dan KH Said Aqil Siradj sebagai keturunan Sunan Gunung Jati nasabnya tersambung kepada Nabi Muhammad SAW. Namun, mereka tidak berani untuk menyebutkan (mendeklarasikan) dirinya sebagai keturunan Wali Songo sekaligus dzuriahnya Nabi SAW disebabkan rasa hormat dan takdzimnya terhadap kebesaran para Wali Songo dan Nabi SAW.


“Kebanyakan dari mereka yang memiliki nasab yang tersambung kepada Wali Songo kurang berkenan mengakui apalagi mendeklarasikan diri kepada khalayak umum bahwa dirinya adalah keturunan Wali Songo, apalagi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Hal itu didasari pada rasa tanggung jawab yang begitu besar. Mereka pun lebih senang dipanggil dengan sebutan “Gus”, “Lora”,ataupun “Ceng” saja. Itu semua dilakukannya atas dasar demi menjaga kehormatan para pendahulunya. (Paragraf lima dan enam).


Tugas Kita


Jika mereka (tokoh NU) enggan menyebut dirinya sebagai keturunan para Wali Songo dan Nabi SAW atas dasar menjaga kehormatan nama besarnya, hal itu dapat dimaklumi. Namun, tugas kita sebagai orang yang mencintai para tokoh maupun pendiri Nahdlatul Ulama tetap berkewajiban untuk menegaskan bahwa mereka memang benar memiliki ketersambungan secara nasab kepada para Wali Songo dan kepada Nabi SAW. 


Melalui kajian-kajian ataupun penelitian-penelitian, para agamawan, peneliti, serta orang-orang yang mencintai NU berkewajiban untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat bahwa para tokoh dan pendiri NU ataupun para pengelola pesantren di kalangan NU secara nasab dan sanad memang tersambung kepada para Wali Songo. Hal ini disebabkan karena Pesantren, NU, dan Wali Songo senyatanya merupakan jejak Islam yang ada di Indonesia yang pada masa lalu dibawa oleh para penyebar agama Islam baik yang berasal dari Arab, Cina, India, ataupun yang lainnya.


Terlebih ketika kita mengingat bahwa di Indonesia pernah terjadi propaganda-propaganda yang dilakukan oleh sebagian umat Islam di Indonesia yang menyangsikan keberadaan Wali Songo. Maka, menegaskan siapa saja yang memang berasal dari Wali Songo menjadi sesuatu yang sangat penting dilakukan.


Salahsatu propaganda sebagian umat Islam di Indonesia yang menyangsikan keberadaan para Wali Songo seperti yang diungkap KH. Agus Sunyoto dalam buku Wali Songo: Rekontruksi Sejarah yang Disingkirkan (2012) adalah dapat dilihat dari terbitnya buku Walisanga Tak Pernah Ada? (Sjamsudduha) dan buku Fakta Baru Wali Songo (ZA Syamsuddin) yang menyangsikan keberadaan Wali Songo.


Ada juga ceramah-ceramah dari sebagian ustad yang menyangsikan keberadaan Wali Songo. Misalnya, ustadz wahabi yang berinisial “B” secara tegas menyatakan bahwa Wali Songo itu tidak otentik. Menurutnya, ketidak otentikan Wali Songo terlihat dari tidak adanya tulisan, kitab, atau buku yang menjadi karya para Wali Songo sebagaimana ulama-ulama Islam terdahulu yang telah banyak menulis kitab yang jelas disertai dengan judul karyanya.


Menurut penulis, asumsi bahwa para Wali Songo tidak menghasilkan karya tulis adalah keliru. Jika kita ingin melihat hasil kaya para Wali Songo, maka lihatlah tulisan-tulisan semisal Babad, Hikayat, Serat, Wawacan, Syair-Syair, Suluk, Pupuh dan sejenisnya yang terdapat di Keraton-Keraton yang ada di Indonesia. Disanalah sebenarnya para Wali Songo mengungkapkan ajaran-ajaran tentang Islam yang bersumber dari al-Quran, hadis, maupun kitab fiqih.


Sadar betul akan kemampuan intelektual masyarakat Nusantara yang belum mapan, para Wali Songo kemudian menterjemahkan dalil-dalil al-Quran dan hadis ke dalam kegemaran masyarakat Nusantara saat itu. Kini, ajaran para Wali Songo dapat terlihat dalam Babad, Hikayat, Serat, Wawacan, Syair-Syair, Suluk, Pupuh dan sejenisnya yang tersimpan rapi di Keraton-Keraton yang ada.


Atas dasar itulah, seyogianya kita sebagai pecinta sekaligus penjaga ajaran para Wali Songo tetap perlu membumikan keberadaan mereka baik dari segi sejarahnya, perannya, maupun jejak-jejaknya yang hingga saat ini masih dapat kita rasakan. Oleh karena itu, mengungkap hal sekecil apapun tentang Wali Songo menjadi kewajiban kita semua. Termasuk di dalamnya menegaskan kembali peran Nahdlatul Ulama sebagai kelanjutan dari perjuangan para Wali Songo. 
Semoga!


Rudi Sirojudin Abas, Penulis adalah peneliti kelahiran Garut.


Sejarah Terbaru