• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Risalah

Sejauh-jauhnya Lelaki Ulin, kepada Perempuannnya Dia Kembali

Sejauh-jauhnya Lelaki Ulin, kepada Perempuannnya Dia Kembali
Seorang ayah sedang mengasuk anaknya. (Ilustrasi: majalahayah.com)
Seorang ayah sedang mengasuk anaknya. (Ilustrasi: majalahayah.com)

“Di darat berkuasa, di udara berkoar, di darat berjaya, di rumah tidak berdaya.” Adagium ini tidak asing dan sudah menjadi satire bagi aktivis NU, dan mungkin aktivis di mana pun berada. KH Hasyim Muzadi --Allohu yarham-- dalam berbagai kesempatan melemparkan satire, “Sepintar-pintarnya lelaki, ketika sampai di rumah langsung jadi bodoh.”

Jadi bukan sesuatu yang aneh jika dalam acara-acara badan otonom NU seperti Muslimat, Fatayat atau lembaga-lembaga yang dominan perempuannya, otomatis hadir pula para lelakinya yang Ansor dan bahkan yang sudah jadi pengurus NU.

“Sopir” ketua Fatayat NU Kabupaten Bandung, misalnya, tidak tanggung-tanggung adalah bendahara PCNU, seperti ditemui KH Dasuki saat mengisi acara Nyantri Keren Forum Daiyah Fatayat Kabupaten Bandung.

Atau, Ketua PC GP Ansor Garut yang tiba-tiba seprofesi dengan kakak-kakaknya, mengasuh anak-anak mereka di rumah dan membatalkan acara, gara-gara Fatayat sedang ada acara. Pemandangan yang sama saat Kasatkorwil Banser Jawa Barat, Yudi Nurcahyadi, akur dengan H Subhan Fahmi, Wakil Ketua Bidang Kaderisasi PW GP Ansor Jabar, yang menunggu di luar gedung, saat istri mereka di lantik menjadi pengurus Fatayat NU Garut.

Sesuatu yang juga akan sering kita temui saat ada acara yang didominasi perempuan di PWNU. Saat-saat seperti itu adalah waktu bertemu yang leluasa dan terbuka kesempatan berbincang dengan para ajengan yang sedang mengantar dan menunggu istri-istri mereka. 
Dan para lelaki aktivis NU yang membaca tulisan ini akan membatin, “Uing pisan.”

Oh ya, jangan dilupakan juga bahwa Perang Bubat yang meninggalkan luka sampai saat ini juga terjadi karena perempuan. 

Jadi jangan sekali-kali menyepelekan perempuan. Perempuan mungkin tidak bisa jadi raja, bahkan masih susah menjadi kepala daerah atau kepala negara. Tetapi para lelaki harus hati-hati karena perempuan bisa menjadikan laki-laki sebagai seorang raja, kepala daerah, bahkan kepala negara dan pada saat bersamaan pula bisa menjatuhkan laki-laki sejatuh-jatuhnya.

Hari ini, 8 Maret adalah International Women’s Day, Hari Perempuan Internasional. “Perempuan dalam Kepemimpinan Mencapai Masa Depan yang Setara di Dunia Covid-19” menjadi tema tahun ini. Sosial media ramai dengan tagar #InternationalWomensDay, #IWD2021, juga #ChooseToChallenge.

8 Maret dinisbatkan sebagai Hari Perempuan Internasional berpatokan pada peristiwa unjuk rasa kaum buruh perempuan di New York pada 8 Maret 1857.  Pada 1977, PBB kemudian meresmikannya menjadi perayaan tahunan.

#ChooseToChallenge terasa sangat mewakili. Perempuan harus lebih berani mengambil peran apalagi saat dunia sedang bergulat dengan Covid-19. Jika rumah selama ini selalu dianggap sebagai tempurung perempuan, justru saat pandemi seperti ini para perempuan adalah garda terdepan karena pertempuran melawan Covid-19 dimulai sejak dari rumah. Kalau perempuan masih dianggap ekor, sebaiknya hapus saja istilah work from home juga school from home.

Pada akhirnya, sejauh-jauhnya lelaki ulin, kepada perempuannya dia akan kembali. Segarang-garangnya lelaki berteriak, kepada perempuannya dia bersimpuh.

“Kepada Cium,” Joko Pinurbo merakit kata:
Di bawah alismu hujan beteduh
Di merah matamu senja berlabuh

Muhyiddin
Sekretaris Media Center PWNU Jabar
 


Risalah Terbaru