Umumnya ulama identik dengan kemampuannya menemukan dalil memahami dan menafsirkannya. Pertanyaan "mana dalilnya", sering kali dinyatakan sebagai alat bukti keulamaan seorang. Semakin pandai berdalil semakin diyakini keulamaannya.
Namun, ternyata menurut Ibnu Arabi, ulama yang masih suka berdalil itu ulama yang masih "amatiran", dalam bahasa Gus Dur.
Baca Juga
Setiap Manusia Ada 'Babi' dalam Dirinya
Ulama yang menggunakan dalil untuk mencari kebenaran, sama halnya dengan orang yang membaca tanda jalan, melihat google maps, atau menggunakan peta untuk menemukan rumah yang dituju. Hasilnya bisa jadi tanda jalan atau google maps itu menipunya, akhirnya bukan hanya tidak menemukan rumah yang dituju, apalagi isi rumah itu, yang terjadi justru tersesat jalan masuk sungai atau kuburan. Ulama yang seperti ini ia bisa saja sampai kerumah itu, namun hanya mengetahui bagian luar dinding, atau hanya ruang tamu depan.
Ulama yang yang tidak butuh dalil-ayat (tanda) penunjuk jalan, adalah bagaikan seorang yang telah mengenal pemilik rumah dengan baik, seraya ia secara langsung bisa mengontak, berkomunikasi, bertanya langsung kepada pemilik rumah, dimana rumahnya berada, dan bukan hanya ditunjukkan oleh pemilik rumah, melainkan dijemputnya, dibawa masuk kedalam rumah dan dikenalkan seisi rumah. Ia tidak butuh dalil, melainkan langsung diantarkan oleh pemilik rumah, diajak masuk kedalam rumah dan dikenalkan seluruh isinya.
Ulama seperti ini, tidak butuh dalil, ia telah mengenal pemilik dalil, ia telah mengenal madlul nya (yang didalili) tanpa melalui dalil, karena madlul sendiri yang mengenalkan dirinya. Inilah ulama yang paling top. Tidak perlu bertanya "mana dalilnya".
Dalam konteks inilah Ibnu Arabi dalam kitabnya Al Futuhat Al Makkiyah menyatakan; Ulama itu hanya ada empat tipe, tidak ada yang kelima. Pertama; Ulama yang mengambil ilmu melalui Allah, dari Allah tanpa dalil, dan tidak ada kesangsian terhadap bagian terdalam ilmu itu. Kedua; Ulama yang mengambil ilmu melalui dalil, dan ada kesangsian terhadap bagian terdalamnya. Ketiga ; Ulama Ulama yang mendalam dalam keilmuan. Kedalam ilmu mereka ini digunakan untuk umat manusia. Keempat, Ibnu Arabi menyebutnya Ahlu Al jam'i wa Al wujud dan sangat menguasai keilmuannya.
Ulama yang pertama adalah ulama yang telah menikmati keilmuannya, yang kedua ulama yang mendapatkan cahaya Allah, ulama ketiga ulama yang mengenali rahasia, ilmu yang tersembunyi di sisiNya, dan yang teguh kokoh dengan pengetahuannya. Sedang yang keempat adalah ulama yang mengenali seluruh seluk beluk ilmu Allah, mengenal rahasia Allah. Keempat tipe ulama inilah yang disebut "innama yakhsyallahu min ibadihi Al ulama'u"- hanya ulama yang merasakan khasyah kepada Allah.
Ulama di luar kategori di atas, ya itu hakikatnya makhluk Allah juga sama dengan makhluk Allah lainnya, bukan ulama yang sesungguhnya. Wallahu A'lam.
Terpopuler
1
DPR RI Setujui Usulan Kemenag soal Tambahan Anggaran untuk BOS Madrasah dan Tunjangan Profesi Guru
2
Dikukuhkan Rais 'Aam PBNU, Inilah Susunan Struktur Idaroh Aliyah JATMAN 2025-2030
3
Ketika 14 Siswa Tak Diakui Negara: Kebijakan Tambah Rombel 50 Siswa Mengandung Bom Waktu
4
Pererat Ukhuwah, PCNU Kabupaten Bogor Gelar Istighotsah dan Silaturahmi Pendekar Pagar Nusa
5
Aklamasi, Nyai Hj Minyatul Ummah Terpilih Pimpin Fatayat NU Jawa Barat 2025–2030
6
Khutbah Jumat Singkat: Manfaatkan Sisa Umur dengan Melakukan Hal yang Bermanfaat
Terkini
Lihat Semua