• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Tanggung Jawab Ahli Fikih-Ulama

Tanggung Jawab Ahli Fikih-Ulama
Tanggung Jawab Ahli Fikih-Ulama
Tanggung Jawab Ahli Fikih-Ulama

Dalam peluncuran Fikih Peradaban jilid 2 yang bertempat di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyyah Sukorejo Situbondo- salah satu pesantren yang memiliki sejarah panjang sebagai tempat keramat merawat kebhenikaan dan kebangsaan- Ketua PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, kembali menegaskan peran Islam dan peran Ulama dalam membangun perdamaian dan peradaban dunia. 


Jika dunia saat ini menghadapi berbagai konflik yang membahayakan dan menghancurkan kemanusiaan, apa tugas  ulama? Pantas  kah Islam dan juga Ulama nya diam melihat persoalan kebangsaan dan kemanusiaan yang serius ini? Tidak pantas, sangat tidak pantas, tegas beliau. Islam dan Ulama harus hadir berkontribusi dengan segala tradisi yang dimilikinya,  mencegah dan menyelesaikan konflik, baik di tingkat nasional maupun internasional dan pada ahirnya berkontribusi menciptakan kedamaian dunia dan peradaban.


Teringat pada penyataan al-Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumiddin, beliau menyatakan bahwa Faqih itu, bukanlah orang yang hanya mikir surga dan neraka, tetapi juga memikirkan dunia, sebab dunia adalah ladang, dan jalan satu satunya menuju ahirat. ndak ada jalan lain. Dalam Teks yang cukup panjang beliau menyatakan:


فإن قلت لم ألحقت الفقه بعلم الدنيا فاعلم إن الله عز وجل أخرج آدم عليه السلام من التراب وأخرج ذريته من سلالة من طين ومن ماء دافق فأخرجهم من الأصلاب إلى الأرحام ومنها إلى الدنيا ثم إلى القبر ثم إلى العرض ثم إلى الجنة أو إلى النار فهذا مبدؤهم وهذا غايتهم وهذه منازلهم
وخلق الدنيا زاداً للمعاد ليتناول منها ما يصلح للتزود فلو تناولوها بالعدل لانقطعت الخصومات وتعطل الفقهاء ولكنهم تناولوها بالشهوات فتولدت منها الخصومات فمست الحاجة إلى سلطان يسوسهم واحتاج السلطان إلى قانون يسوسهم به فالفقيه هو العالم بقانون السياسة وطريق التوسط بين الخلق إذا تنازعوا بحكم الشهوات فكان الفقيه معلم السلطان ومرشده إلى طرق سياسة الخلق وضبطهم لينتظم باستقامتهم أمورهم في الدنيا ولعمري إنه متعلق أيضاً بالدين لكن لا بنفسه بل بواسطة الدنيا فإن الدنيا مزرعة الآخرة ولا يتم الدين إلا بالدنيا
والملك والدين توأمان فالدين أصل والسلطان حارس وما لا أصل له فمهدوم وما لا حارس له فضائع ولا يتم الملك والضبط إلا بالسلطان وطريق الضبط في فصل الحكومات بالفقه
(إحياء علوم الدين (1/ 17)) 


Kekayaan dunia ini, tegas al-Ghazali, jika dibagi secara adil kepada seluruh umat manusia pastilah cukup dan tidak mungkin terjadi sengketa dan konflik. Konflik terjadi karena manusia mengambilnya bukan dengan nilai keadilan, tetapi dengan hawa nafsu dan syahwat untuk menguasai   serta mengambil lebih dari kebutuhannya. Di saat inilah dibutuhkan sulthan atau negara. Negara dalam menjalankan fungsinya harus berpijak pada  Qanun atau Konstitusi. 


Nah, Tugas Faqih adalah merumuskan Qanun dan konstitusi itu. Faqih lah yang seharusnya memahamai dan merumuskan Qanun dan Konstitusi itu. Faqih atau Ulama seharusnya menjadi "guru" dan "mursyid" penguasa. Bukan sebaliknya. Itu artinya, bahwa seorang Faqih -kata al-Ghazali-  mesti memahami perpolitikan, memahami dunia.  


Faqih atau Ulama harus menjadi basis pijak penguasa dan penguasa harus berpijak di atas nila-nilai dan garis garis yang telah dirumuskan Faqih/Ulama.


Tugas Ulama/Ahli fiqih tidak mudah. Faqih bukan hanya yang mampu menghafal pendapat-pendapat Fiqih , menghafal fatwa-fatwa ulama, melainkan ia yang tidak cinta dunia dan mampu memahami kemaslahatan manusia. masyarakat Awam sangat tergantung pada Ulama'nya.  


وَيُقَالُ: إِذَا اشْتَغَلَ الْعُلَمَاءُ بِجَمْعِ الْحَلَالِ صَارَ الْعَوَامُّ أَكَلَةَ الشُّبْهَةِ، وَإِذَا صَارَ الْعُلَمَاءُ أَكَلَةَ الشُّبْهَةِ، صَارَ الْعَوَامُّ أَكَلَةَ الْحَرَامِ، وَإِذَا صَارَ الْعُلَمَاءُ أَكَلَةَ الْحَرَامِ صَارَ الْعَوَامُّ كُفَّارًا.


Jika ulama sibuk mencari makanan halal, maka masyarakat awam akan sibuk  dengan makanan yang subhat. Jika ulama sudah kerab makan makanan yang syubhat maka orang orang Awam akan makan makan yang haram. Jika ulama telah terjerumus pada makan-makan yang haram, maka orang orang awamnya akan menjadi orang-orang kafir. 


KH Imam Nakha'i, salah seorang Wakil Ketua LBM PBNU (Dikutip dari Facebook resmi miliknya)


Opini Terbaru