• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Syariah

Bab tentang Babi

Bab tentang Babi
Bab tentang Babi
Bab tentang Babi

Fasal tentang babi selalu menjadi masalah yang sensitif bagi umat Islam. Dari soal rendang babi, makan babi baca bismilah sampai yang baru-baru ini bikin heboh makan kerupuk babi di resto bakso yang berhalal sertifikat. Dan para selebgram, influencer, konten kreator atau apalah sebutannya mohon lebih berhati-hati mau memviralkan konten di medsos saat mereka makan babi.


Sudah tahu ini masalah sensitif, kok masih saja mancing reaksi. Mohon lebih bijak ya kawan-kawan. Tapi reaksi umat Islam juga sebaiknya tidak berlebihan. Tetap harus disikapi dengan ilmu dan hikmah. Bukan dengan emosi.


Banyak yang belum tahu bahwa masalah fiqh seputar babi itu lumayan kompleks. Misalnya: Apakah yang diharamkan itu hanya daging babi saja atau juga kulitnya, lemaknya, bulunya dll? Imam Dawud az-Zhahiri bilang dagingnya saja yang haram. Mayoritas ulama bilang semua yang ada di babi itu haram.


Apakah kulit babi itu suci setelah disamak? Mayoritas ulama mengatakan tetap najis, sementara sebagian ulama mengatakan sama dengan kulit binatang lainnya yang setelah disamak menjadi suci dan boleh dipakai sebagai bahan jaket, sepatu, tas dan lain-lain.


Apakah babi itu najis? Mazhab Syafi’i mengatakan itu najis dengan dianalogikan kepada najisnya anjing. Mazhab Maliki mengatakan babi tidak najis. Sesuatu yang haram, belum tentu ia dihukumi najis. Tidak ada dalil dari Quran dan Hadis yang tegas mengatakan babi itu najis.


Kalau dianggap najis, gimana mensucikan piring dan alat makan yang dipakai makan babi? Apa harus dihancurkan semuanya termasuk yang ada di dalam lemari, seolah penyakit menular? Sebagian ulama bilang karena dianalogikan dengan najisnya anjing, maka najis babi tergolong berat dan harus dibersihkan dengan tujuh basuhan plus dengan tanah.


Ulama lain bilang najisnya gak berat dan cukup dicuci biasa saja, seperti penjelasan Nabi di HR Bukhari dan Abu Dawud.


فَإِنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا فَلاَ تَأْكُلُوا فِيهَا، وَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَاغْسِلُوهَا وَكُلُوا فِيهَا


“Kalau ada wadah lain, pakai. Tapi kalau gak ada, cuci dan makanlah dari wadah itu saja”


Bersikap hati-hati (ihtiyath) tentu baik. Tapi jangan terlalu sensi dan berlebihan yah.


Nadirsyah Hosen, Rais Syuriah PCINU Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School


Syariah Terbaru