• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Opini

NU: Amaliah, Fikrah dan Harakah

NU: Amaliah, Fikrah dan Harakah
Sebagian peserta MKNU Angkatan III PCNU Ciamis (Foto: Irfan Soleh/NUJO)
Sebagian peserta MKNU Angkatan III PCNU Ciamis (Foto: Irfan Soleh/NUJO)

H Irfan Soleh
PCNU Kabupaten Ciamis menggelar acara Madrasah Kader Nahdhatul Ulama (MKNU) Angkatan III pada tanggal 28-29 Agustus 2021 bertepatan dengan 19-20 Muharram 1443 H. Ada 5 materi yang dibahas pada acara tersebut yaitu Dasar Pemikiran dan tujuan MKNU, Relasi dan respon NU terhadap ideologi dan negara, penguatan strategi dakwah NU lewat media, NU dan Islam Nusantara, arah, cita-cita, strategi dan program NU. Review kelima materi tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Madrasah MKNU PBNU KH Dr Endin Aj Soefihara. 

Outcome dari MKNU adalah menjadi manusia Nahdhatul Ulama yang atribusinya tidak hanya pada amaliah (pola tindak) tapi juga fikrah (pola fikir) dan harakah (pola gerakan). Tulisan sederhana ini hanya ingin mengulas tiga pilar NU itu agar ber-NU tidak didangkalkan hanya sebatas gerakan sosial-politiknya saja, tapi di dalamnya terdapat ragam ritual ibadah hingga permasalahan akidah.

Pertama, terkait dengan amaliah NU. Amaliah dalam konteks ini bisa didefinisikan sebagai ritual keagamaan yang dilakukan oleh warga NU. Memang tidak semua dalil ritual ibadah dibahas pada MKNU, hanya beberapa saja seperti tahlil, tawassul, dan istigotsah. Namun saat ini banyak buku yang membahas dalil ritual ibadah nahdhiyyin. Misalnya buku Tradisi Orang-orang NU karya H Munawir Abdul Fatah, yang menjelaskan mulai dari landasan hingga ragam amaliah masalah ibadah dan masalah sosial secara lengkap dipaparkan dalil-dalil nya. Identitas kultural keagamaan NU ini dianut oleh mayoritas umat islam Indonesia. Masalahnya adalah banyak yang secara amaliyah NU, tetapi tidak mengetahui bahkan mungkin bertentangan dengan fikrah dan harakah NU

Kedua, terkait dengan fikrah NU. Saya mendefinisikan pola fikir NU sebagai dasar-dasar faham keagamaan NU sebagaimana termaktub dalam buku Khittah Nahdhatul Ulama. Khittah NU adalah landasan berpikir, bersikap dan bertindak warga NU, yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi, serta dalam setiap proses pengambilan keputusan. NU mendasarkan faham keagamaannya kepada Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma dan Qiyas. Dalam memahami, menafsirkan Islam dari sumber-sumbernya di atas, NU mengikuti faham ahlusunnah wal jama'ah dan menggunakan jalan pendekatan madzhab. Di bidang aqidah, NU mengikuti faham Aswaja yang dipelopori oleh Imam Abul Hasan al Asy'ari dan Imam Abu Mansur al Maturidi. Di bidang fiqih, NU mengikuti jalan pendekatan salah satu dari madzhab Abu Hanifah an Nu'man, Imam malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris As Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hambal. Di bidang Tasawuf, NU mengikuti antara lain Imam Al Junaid al Baghdadi dan Imam Al Ghazali serta imam-imam yang lain. Dalam tasawuf ada thariqoh mu'tabaroh yang diakui oleh ulama NU.

Ketiga, terkait harakah NU. Harakah ini saya memaknainya sebagai gerakan sosial kemasyarakatan hingga politik yang dilakukan NU. Pada Modul 3 MKNU disebutkan bahwa Pendiri NU menjadikan Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) sebagai basis ideologi yang harus terus dikembangkan, direvitalisasi menjadi ideologi gerakan. Eksistensi dan pengembangan ideologi Aswaja menghadapi kompetisi atas berkembangnya ideologi lain. 

Sejalan dengan pengembangan Aswaja, perlu juga dikembangkan sistem organisasi NU. Penguatan kelembagaan NU menjadi sebuah keniscayaan karena tanpa institusi yang mumpuni, maka mengusung ideologi NU itu akan mengalami distorsi dalam pergumulannya dengan ideologi lain. NU menghadapi kompetisi ideologi baik dengan internal Islam maupun dengan non islam. Aswaja NU tidak hanya bertarungan dengan Wahabi, tapi juga liberalisme, komunisme, kapitalisme, dan lain-lain. Gerakan sosial kemasyarakatan dan politik NU, meskipun pada tataran implementasinya sangat beragam bentuknya, tapi tetap harus dibaca sebagai cara NU melindungi faham ahlussunnah wal jama'ah an nahdhiyyah. 

Bagi kita yang memilih berkhidmah melalui NU, semoga bisa menjadi NU seutuhnya yang tidak hanya pada tataran amaliah, tetapi juga fikrah dan harakah. Semoga kita diakui sebagai santrinya Hadhrotus Syaikh Hasyim Asy’ari agar kita bisa mendapat keberlimpahan barokahnya. Wallahu a’lam.

Penulis adalah peserta MKNU Angkatan III, Pengasuh Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis.


Editor:

Opini Terbaru