• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 3 Mei 2024

Opini

KOLOM PROF DINDIN

Menelusuri Masa Lalu untuk Membangun Masa Depan

Menelusuri Masa Lalu untuk Membangun Masa Depan
Menelusuri Masa Lalu untuk Membangun Masa Depan
Menelusuri Masa Lalu untuk Membangun Masa Depan

Setiap pesta pilpres, ramai-ramai orang “mengkuliti” masa lalu para kontestan. Capres no 1 misalnya dikaitkan dengan penggunaan politik identitas dan cawapresnya dengan pengkhiatan politik pada Gus Dur. Capres no 2 seperti sudah menjadi agenda rutin dengan isyu pelanggaran HAM yang sampai sekarang dipandang belum juga dimintai pertanggungjawabannya secara hukum dan Cawapresnya dengan sikap politiknya yang inkonsisten. Capres no 3 dikaitkan dengan kasus Wadas dan Cawapres-nya dengan tagihan 340 T. Pastinya setiap orang memiliki masa lalu yang tidak mungkin dihilangkan. Tulisan ini bukan untuk menelisik lebih jauh tentang berbagai catatan atas para paslon tapi lebih pada bagaimana pentingnya membaca dan menelusiri track record (rekam jekak) sebelum membuat pilihan.


Pentingnya Tracking Record
“Jangan sampai membeli kucing dalam karung”. Ungkapan ini relevan untuk mengetahui, memahami hingga menilai track record setiap orang, apalagi calon pemimpin yang kepadanya kita yang dipimpin akan menyerakan masa depan hidup kita untuk jangka waktu tertentu yang tidak sebentar. 


Setiap orang memiliki masa lalu karena ia tidak hidup di ruang yang sepi, hampa dan vacuum. Sebaliknya, ia hidup di ruang ramai, kompleks dan terus bergerak. Pada saat yang sama, seseorang baik dari sisi intelegensi, emosi dan bahkan spiritualnya dibentuk melalui proses yang panjang dan penuh dinamika. Setiap sosok yang kita saksikan saat ini atau bahkan kita sendiri adalah produk terbaru dari proses yang panjang dan berliku tersebut. Perjalanan hidup yang panjang dan berliku inilah yang menjadi sumber sekaligus obyek dari tracking record (penelusuran rekam jejak). 


Secara defenitif track record merupakan sejarah atau catatan yang mencatat riwayat hidup seseorang berikut bagaimana kinerja dan karya-karyanya yang bisa dtelusuri dan dibuktikan secara benar. Di era digital ini, ucapan, perbuatan dan bahkan gerak fisik tubuh kita bisa dengan mudah ditelusuri, terlebih bagi mereka yang menjadi dan atau bagian  dari keluarga publik figur yang selalu berada dalam sorotan “kamera” besar masyarakat. Kita dengan mudah membandingkan sekaligus menelusuri konsistensi ucapan, sikap dan perbuatan mereka, sehingga tidak heran jika kita sering mendengar ungkapan “esuk tempe, sore dele”. Ungkapan yang menunjukkan adanya ketidakkonsistenan, plin-pan dan berubah-ubah dari seseorang.  


Tracking record sangat penting ketika dihadapkan pada keputusan untuk memilih di antara pilihan yang ada. Dengan memperhatikan dan membaca secara seksama track record dari masing-masing calon dapat membantu dalam pemilihan keputusan yang tepat.


Dalam membaca track record ini, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan agar bacaan kita akan track record itu ada maknanya. Hal yang pertama adalah mempertimbangkan kondisi saat ini dan masa depan karena kondisi saat inilah kita menjalani kehidupan sebagai individu atau anggota masyarakat dan masa depan adalah kondisi yang akan kita jalani. Apakah sosok yang akan kita pilih ini  tepat untuk kondisi saat ini dan juga masa depan? Kelalaian melakukan hal ini akan melahirkan penyesalan tanpa bisa dikembalikan lagi. Hal kedua yang harus kita lakukan adalah dengan membaca secara seksama dan kritis terhadap data-data terkait dengan sosok yang akan dipilih. Pastikan datanya berasal dari sumber yang benar, isinya benar dan bisa dipertanggungjawabkan.  


Dengan membaca seluruh catatan tersebut secara komprehensif, kita akan terhindar apalagi terjebak pada hal-hal terakhir saja yang bisa jadi hanya bagian dari pencitraan dan gimmick saja. Hal yang terakhir dalam membaca track record adalah melakukan evaluasi atas resiko apa yang bakal terjadi atas pilihan yang akan diambil.   


Sejarah untuk Masa Depan
Membaca track record sama saja sedang mempelajari sejarah. Tapi mempelajari sejarah dalam konteks kehidupan bukan untuk sejarah itu sendiri karena berbagai peristiwa dalam sejarah itu hanya terjadi sekali dan tidak akan pernah terjadi lagi di masa berikutnya. Sebaliknya yang kita lakukan adalah belajar dari sejarah untuk berpikir akan bagaimana masa kini dan ke depan akan dibangun.   


Atas dasar itu, tracking record masa lalu tidak untuk kepentingan masa lalu itu sendiri. Sebakiknya, instrumen tersebut digunakan untuk menilai masa lalu guna melihat masa depan. Dalam konteks pilpres, langkah-langkah untuk “mengkuliti” masa lalu seseorang atau sepasang calon itu tidak untuk menumpuk berbagai “aib atau cacat” baik pribadi maupun kelompoknya yang justru menjebak kita pada masa lalu. Sebaliknya membaca track record itu untuk mengenal dan mempertimbangkan seberapa qualified pasangan capres dan cawapres untuk diberikan kekuasaan tertinggi di negeri ini untuk memandu kehidupan ke depan, paling tidak selama 5 tahun. Karenanya agar tidak terjebak pada “kubangan aib”, tracking record ini harus dilandasi oleh pandangan bahwa mereka para paslon adalah orang-orang terbaik saat ini, sehingga orientasi kita adalah memilih pasangan yang terbaik di antara yang terbaik.


Lebih lanjut dalam membaca track record ini diperlukan beberapa sikap antara lain tenang, kritis, jujur dan terbuka. Kita tidak perlu tergesa-gesa membuat keputusan, biarlah keputusan itu diambil tepat pada waktunya yaitu tanggal 14 Februari nanti. Kita perlu terus mengembangkan sikap kritis terhadap segala informasi yang datang silih berganti. Check dan re-check adalah langkah paling tepat agar kita tidak terjebak pada kebodohan dan penyesalan. Sikap berikutnya adalah jujur dan terbuka terhadap berbagai hal dan kemungkinan. Fanatisme buta adalah penyakit paling akut dalam kegagalan dalam mengambil Keputusan yang benar dan tepat. Dengan sikap-sikap di atas, dalam pesta demokrasi ini, diharapkan muncul kesadaran bahwa kitalah pemegang otoritas sekaligus sang pemilik mutlak suara. 


Semoga dengan kita terus melatih diri mengembangkan sikap-sikap di atas dalam membaca track record masing-masing calon, kita bisa berperan sekecil apapun dalam membangun masa depan negeri ini ke arah yang lebih baik. Mengutip perkataan mantan Ketua DPD RI, Irman Gusman, yang menyatakan, ““Pemimpin … tidak (hanya) dilihat dari apa yang dia janjikan, tapi (apa) yang (telah) dia perbuat,”. Wallahu a‘lam. 


Didin Nurul Rosidin, Direktur Pesantren Terpadu Al-Mutawally, Wakil Rais Syuriah PCNU Kuningan
Guru Besar IAIN Syekh Nurjati Cirebon


Opini Terbaru