• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 24 April 2024

Opini

Konsep Dakwah Nabi Muhammad SAW dan Masa Kini

Konsep Dakwah Nabi Muhammad SAW dan Masa Kini
Konsep Dakwah di Zaman Nabi Muhammad SAW dan Masa Kini.
Konsep Dakwah di Zaman Nabi Muhammad SAW dan Masa Kini.

Setiap muslim punya tugas untuk berdakwah, atau mengajak kepada kebaikan sesuai perintah Allah. Berdakwah atau mengajak itu tidak melulu dengan lisan, seperti ceramah, tetapi juga dengan tindakan atau contoh. Sebagai perintah atau anjuran, dakwah itu memiliki prinsip yang harus diperhatikan.


Harus diingat bahwa Nabi Muhammad memiliki tugas tabligh, menyampaikan risalah dari Allah. Sedangkan tugas umatnya adalah berdakwah, mengajak. Kalau sudah kita sampaikan dan kita ajak tetap gak mau paham, ya biarkan saja. Tugas kita sudah selesai. Maka gak perlu dibarengi dengan hinaan atau cacian, apalagi memaksa orang lain untuk mengikuti apa yang kita sampaikan.  


Sesederhana itulah dakwah. Gak perlu menghina, menyakiti, apalagi sampai memaksa. Jika dakwah dilakukan dengan cara kasar dan agitatif, sebenarnya itu tidak mencontoh pada model dakwah Rasulullah. 


Ketahuilah, kalau Allah mau, maka semua penduduk dunia ini beriman kepada Allah, Tapi Allah hendak menguji hambanya dan mengundang mereka beriman melalui kesadaran dan bukti-bukti Allah yang Allah berikan, termasuk dengan menghadirkan para utusan-Nya yang bertugas mengajak, menasehati dan menjelaskan, bukan memaksa, menindas atau meneror mereka.


Maka, tidak perlu marah atau bersedih kalau orang tidak menghiraukan dakwah Islam. Nabi pun pernah diingatkan "Kalau seandainya Tuhanmu menghendaki, tentu berimanlah semua manusia di bumi. Maka apakah engkau (Muhammad) akan memaksa manusia hingga mereka menjadi orang orang yang beriman semua? (QS Yunus 10:99).


Nah selanjutnya, dakwah dalam konteks masa kini seharusnya sebisa mungkin bagi para muballighin untuk mulai maju merespon pelbagai permasalahan. Tidak hanya melulu hanya dan hanya tentang keimanan, ketaqwaan dan Islam rahmatan lil alamiin. Bukan itu tidak relevan, tetapi alangkah baiknya jika pendakwah mulai reaktif dengan isu-isu yang memang bersentuhan secara langsung dengan masyarakat di akar rumput sana. 


Misalnya, pertama tentang relasi antara Islam dan negara. Yakni bagaimana kita menyoroti isu-isu kebangsaan dengan mengambil rujukan fiqh siyasah. 


Kedua, relasi Islam dengan non muslim. Permasalahan ini begitu hangat di kalangan masyarakat bagaimana mereka menyikapi fiqih amaliyah yang rata-rata masih kaku. Umat harus diajarkan untuk bersikap toleransi dengan tetap berpegang teguh pada akidah. Walaupun memang dalam hal muamalah pasti akan terjadi fleksibilitas aplikasi Islam yang harus dipahami lebih jauh oleh umat.


Dalam tinjauan hukum Islam, umat harus memahami bahwa penetapan hukum dalam Islam harus melalui beberapa tahapan dan banyak rujukan keilmuan. Sehingga hukum Islam tidak bisa ditetapkan dengan cara yang instan. 


Ketiga, relasi Islam dengan budaya. Kita mengetahui bahwa Islam Nusantara merupakan jati diri beragama Islam di Indonesia. Akan tetapi, hal ini masih disalahpahami masyarakat sebagai sebuah ajaran yang sesat.


Maka dari itu, para pendakwah harus mulai berani membicarakan persoalan ini di berbagai mimbar Jumat dan majlis taklim.


Keempat, relasi Islam dengan ketimpangan sosial. Para pendakwah harus lebih responsif dengan isu-isu sosial. Terlebih di antara mereka yang mendapatkan ketidakadilan dalam penegakan hukum.


Oleh karena itu, para pendakwah dituntut segera bertransformasi memikirkan isu-isu kekinian dalam membina umat.


Kelima atau terakhir, relasi Islam dengan pemikiran keislaman. Umat harus mengetahui atau diajarkan bagaimana keindahan perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqih, mufassirin, dan muhadditsin. Maka jangan sampai pembahasan fiqh muqaran (Fikih perbandingan) ini dihindari para pendakwah. Karena sejatinya perbedaan pandangan para ulama adalah sebuah keniscayaan. 


Semua ini didasarkan supaya umat tidak merasa paling benar dan kagetan serta mengajarkan mereka menjadi umat yang wasathiyah.


Nadirsyah Hosen, PCINU Rais Syuriah PCINU Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School


Opini Terbaru