• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Opini

Kadrun Vs Cebong Sebutan Tak Beradab

Kadrun Vs Cebong Sebutan Tak Beradab
Ilustrasi: NUO
Ilustrasi: NUO

Sebagai aktifis media sosial, sungguh sangat teramat prihatin, menyaksikan betapa viral dan populernya sebutan kadrun dan cebong diberbagai media dan jejaring sosial. Sebutan-tersebutan itu dilontarkan oleh siapapun dari semua lapisan apapun dimasyarakat. Tentu sebutan tersebut sangat jauh dari nilai-nilai agama, adat istiadat dan budaya luhur bangsa. Saya tidak akan menjelaskan kenapa, kapan dan untuk siapa atau kalangan mana kedua sebutan itu dilontarkan, yang sangat pasti menurut saya kedua sebutan/panggilan tersebut adalah sebutan yang sangat tidak beradab bagi kita yang merasa beragama dan berbudaya.


Larangan memanggil  dengan sebutan buruk/jelek, telah banyak termaktub dalam Alqur’an, Hadits, dan pendapat para ulama. Di Indonesia sendiri tentunya diatur dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dan UU ITE yang mengatur  tentang peraturan perundang-undangan mengenai perbuatan pidana secara materiil. Telah banyak kita saksikan para pesakitan yang menginap di hotel “Prodeo” karena tidak mampu menjaga lisan dan jari jemarinya dalam ruang media atau jejaring sosial. Tepat memang apa yang Rosululloh SAW sabdakan, yang artinya “Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan”.


Sebutan Kadrun atau Cebong menurut saya adalah bentuk luapan emosi atau  amarah atau dendam atas kekecewaan atau kebenciannya  terhadap seseorang atau golongan tertentu yang pendapatnya atau pilihannya tidak sesuai dengannya, atau tidak sesuai dengan golongan/kelompoknya. Tentu sebutan-sebutan yang hina dan tak beradab ini merupakan embrio munculnya pertengkaran (konflik)  dan   perpecahan antar ummat. Saya sangat meyakini, tidak ada agama,  kepercayaan, dan budaya manampun dimuka bumi ini  yang membolehkan seseorang merendahkan antar sesama dengan kedua sebutan tersebut. Kadrun atau Cebong adalah bentuk penghinaan dan pelecehan akan martabat manusia sebagai sesama mahkluk Tuhan.


Sebutan Kadrun atau Cebong, biasanya dilontarkan kepada mereka yang tidak sependapat, tidak sefaham dan tidak sejalan terutama dalam pilihan politiknya. Sebutan itu dulu muncul ketika hajat politik tiba, namun sampai detik ini sangat sering dipakai oleh siapapun mereka yang merasa lawan atau musuh yang bersebarangan dalam berbagai hal. Ini tentu sangat kontradiktif dengan agama, adat istiadat, dan budaya yang dianut oleh bangsa kita. Bahwa perbedaan itu sunatulloh, perbedaan merupakan fitrah atau qodrat yang Tuhan YME ciptakan, oleh karenanya saling menghargai, saling menghormati dan toleran akan adanya perbedaan merupakan salah satu bentuk penghambaan dan keyakinan kita terhadap Tuhan Sang maha pencipta perbedaan.
Sebutan Kadrun atau Cebong juga biasa  dilontarkan sebagai “bumbu” akan tanggapan atau kritikan terhadap seseorang/sesama dalam menyikap sebuah perbedaan.


Dalam https://garutnews.com/etika-mengkritik.html dijelaskan tentang etika dalam menyampaikan kritikan, di antaranya:


Pertama, memberi kritikan dengan ikhlas. Kritik disampaikan dengan tulus, ikhlas tanpa dendam, tanpa kebencian, dan tanpa kedengkian juga tidak untuk tendensi apapun. Namun kritik disampaikan semata-mata ikhlas karena Allah SWT semata. Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam al-Fatawa mengatakan, “Wajib bagi setiap orang yang memerintahkan kebaikan dan mengingkari kemungkaran berlaku ikhlas dalam tindakannya dan menyadari bahwa tindakannya tersebut adalah ketaatan kepada Allah. Dia berniat untuk memperbaiki kondisi orang lain dan menegakkan hujah atasnya, bukan untuk mencari kedudukan bagi diri dan kelompok, tidak pula untuk melecehkan orang lain."


Kedua, mengkritik harus disertai dengan ilmu. Artinya, kritikan yang disampaikannya benar-benar didasari dengan ilmu di bidangnya. Kita tidak boleh mengritik tanpa ilmu dan basirah. Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam al-Fatawa mengatakan, “Hendaknya setiap orang yang melakukan amar makruf nahi mungkar adalah seorang yang alim terhadap apa yang dia perintahkan dan dia larang.”  


Ketiga, sampaikan kritikan dengan kelembutan dan kesantunan. Bersikap lembut dan santun adalah hukum asal dalam mengritik, apalagi bila pihak yang dikritik merupakan seorang tokoh yang memiliki pengikut atau memiliki peluang besar untuk rujuk kepada kebenaran. Kelembutan dan kesantunan akan memudahkan setiap perkara.


Perbedaan adat, istiadat, agama, budaya dan keyakinan harus terus dijaga dan dipelihara sebagai kekayaan bangsa yang tidak bangsa lain miliki, Sikap saling menghormati, menghargai, saling toleran bahkan menumbuhkan sikap emhpaty  wajib diamalkan sebagai bentuk pengejawantahan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Agama, Pancasila dan UUD 1945.


Kebinekaan diantara kita, justru harus menjadi perekat dan pemersatu bangsa, ingatlah  bangsa kita mempunyai semboyan yang wajib terpatri dalam sanubari dan jiwa raga setiap anak bangsa yaitu Bhineka Tunggal Ika. Dengan demikian apapun yang menjadi perbedaan diantara sesama tidak akan melahirkan sebutan Kadrun dan Cebong.


Meski sebagai bangsa yang heterogen, bangsa indonesia adalah bangsa yang beragama, yang senantiasa menjunjung tinggi dan mengamalkan nilai-nilai agama dalam setiap sendi kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga tidak sepatutnya sebutan Kadrun dan Cebong diucapkan kepada satu sama lainnya sesama saudara sebangsa dan se-Ibu pertiwi.


Terlebih masyarakat indonesia sangat  berpegang teguh pada adat ketimuran yaitu adat yang dianut bangsa indonesia seperti: sikap sopan santun, ramah tamah, saling menghargai, menghormati, rukun, dan memegang teguh prinsip nenek moyang kita.  


Sudahi kedua sebutan tersebut, sebagai manusia yang senantiasa mengedepankan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa, sewajibnya kita bersama mendahulukan dan mengutamakan akhlak dan etika dalam bersikap, berucap dan berperilaku.


Heri Kuswara, Akademisi Bidang ICT  &  Pemerhati Media Sosial


Opini Terbaru