• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Opini

Nahdlatut Turorts, Akankah Hadir di Tatar Sunda?

Nahdlatut Turorts, Akankah Hadir di Tatar Sunda?
Gus Ayung di arena pameran turots di Muktamar Lampung 2021 (NUJO)
Gus Ayung di arena pameran turots di Muktamar Lampung 2021 (NUJO)

Pada perhelatan Muktamar NU ke-34 di Lampung Desember tahun lalu, di samping hiruk pikuk soal suksesi kepemimpinan, juga turut diramaikan oleh beragam rupa dinamika keilmuan. Sebuah deklarasi digelar, untuk memperkenalkan kepada publik tentang hadirnya satu lembaga, yang diberinama Nahdlatut Turots.


Sesuai namanya, lembaga ini bergerak menelusuri, menginventarisir, melestarikan, menyunting, dan mengkaji, hingga menerbitkan kembali naskah-naskah keislaman karya para ulama Nusantara yang diwariskan dari sejak masa lampau.


Embrio Nahdlatut Turots ini digagas oleh para penggiat filologi (pengkaji dan pengoleksi) karya-karya para ulama pesantren. Atas inisiasi dari Lajnah Turots Syaikhona Kholil Bangkalan, yang juga didukung penuh oleh Lembaga Ta’lif wa Nasr (LTN) NU Jawa Timur, mereka para penggiat filologi itu berkumpul dalam acara “Pameran Sejarah dan Turots Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan”, November 2021 di Desa Martajasah, Bangkalan, Madura.


Dalam acara itu mereka mengadakan diskusi dan sejumlah pembicaraan untuk menyatukan gerak dalam rangka membangkitkan kembali khazanah turots pesantren di Nusantara.
Adapun di antara para inisiator yang hadir di acara itu (baik perorangan, atas nama pesantren, maupun komunitas tertentu) adalah seperti Ajengangan Ahmad Ginanjar Syaban (Direktur Islam Nusantara Center), Gus Ayung Notonegoro dari Komunitas Pegon, Kiai Nanal dari Turots Ulama Nusantara, Gus Mirza dari Lajnah Turots Tebuireng, Gus Ichwan dari Komunitas Pecinta Kiai Sholeh Darat (KOPISODA), Dr. Ibnu Fikri dan Gus Syafiq yang rajin mengumpulkan karya ulama Kaliwungu dan sekitarnya, Lorah Habibullah dari Padepokan Raden Umroh Pamekasan, dan rombongan dari Pesantren Qomarudin Gresik yang merupakan pewaris ratusan manuskrip karya ulama terdahulu.


Hasilnya, mereka sepakat akan membentuk asosiasi atau konsorsium untuk mengikat komunitas-komunitas yang “berserakan” tersebut, yaitu dalam wadah Nahdlatut Turots. Nantinya, direncanakan bahwa keanggotaan dari Nahdlatut Turots adalah komunitas-komunitas, para kolektor dan ahli waris, juga para peneliti akademis yang punya konsen dalam pengkajian pernaskahan/manuskrip. Ada juga nantinya anggota/membership yang bersifat temporal.


Objek garapan yang menjadi fokus kajiannya pun tidak terbatas hanya pada karya-karya berbahasa Arab, kitab kuning, dan Arab pegon, namun juga karya-karya keislaman yang terkandung dalam ragam karya berbahasa/beraksara lokal; Jawa, Sunda, Melayu, Bugis, dan sebagainya, bahkan yang beraksara latin.


Secara legal formal, sejauh ini, sampai hingga acara pendeklarasian, Nahdlatut Turots masih berada di bawah naungan LTN NU Jawa Timur. Meski demikian, ragam kegiatan sudah diselenggarakan oleh para punggawanya, semisal pameran, bazar, seminar, dan tentunya kajian-kajian. Berikutnya, akan segera diselenggarakan musyawarah besar (mubes) untuk mengukuhkan kepengurusan dan keabsahan organisasi. Bagi para inisiator, harapannya ke depan Nahdlatut Turots bisa naik statusnya menjadi salah satu lembaga atau banom NU tersendiri, mengingat pentingnya kehadiran Nahdlatut Turots ini. 


“Apa yang kita lakukan tak ubahnya mengumpulkan potongan puzzle yang terserak di berbagai penjuru Nusantara, bahkan dunia. Semakin banyak orang yang tergerak, tentu akan semakin banyak puzzle yang dikumpulkan. Dan semakin terkoneksi satu sama lain, puzzle-puzzle tersebut akan semakin cepat tersusun dan memberikan informasi yang utuh. Di sinilah peran forum komunikasi ini menjadi sangat penting,” ujar Gus Ayung, salah seorang inisiator yang ditemui tim NU Jabar Online di arena Muktamar. 


Selain daripada hal tersebut di atas, dalam konteks Jawa Barat terkait kebudayaan Islam Sunda, rasanya penting untuk melakukan hal serupa. Apa yang sudah dirintis dan sedang ditekuni oleh Ajengan Ahmad Ginanjar Sya’ban dalam mengumpulkan dan mengkaji naskah-naskah keislaman warisan intelektual ulama Sunda, patut didukung dan ditiru. Terlebih, harus menjadi stimulus bagi hadirnya ragam komunitas anu daék ngulik, mulasara, tur ngamumulé warisan karuhun berupa manuskrip-manuskrip ajaran keagamaan. Mengingat, di Tatar Sunda pun ada ratusan atau bahkan ribuan ulama dan pesantren, yang pastinya meninggalkan jejak karya, dan juga tentu mereka saling berjejaring menjadi bagian dalam mata rantai sanad keilmuan ulama Nusantara.


Semoga Nahdlatut Turots dapat hadir di Tatar Sunda untuk membangkitkan kembali pemikiran para ulama heubeul, jangan sampai dilupakan oleh generasi saat ini, serta generasi yang akan datang. Apakah ia akan berdiri sebagai lembaga khusus atau menjadi bagian dari program unggulan LTNNU Jabar, hanyalah soal teknis. Yang utama, upaya penelusuran ini dapat segera dimulai. Ulah nepi ka pareumeun obor, anu antukna jati kasilih ku junti.  

 

Agung Purnama, staf pengajar UIN Bandung


Opini Terbaru