• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Selamat Menderita 

Selamat Menderita 
Selamat Menderita (Ilustrasi-NUO)
Selamat Menderita (Ilustrasi-NUO)

Ada sebuah ungkapan dari Mursyid Thariqah Naqsabandiyah Al Kholiqiyah YMM. Ustadz Danish Luthfi, begini bunyi ungkapan tersebut: “Kehidupan dunia ini penuh penderitaan, semua menderita dan tidak bersedia untuk mengulangi penderitaan itu. Salah satu kebahagiaan menjadi tua adalah bahagia karena lega mengingat betapa banyak kita sanggup melalui derita kehidupan; perlakuan yang tidak adil, permusuhan, ditipu orang, dan lain sebagainya.”


Untuk itu, menurutnya, menahan hidup yang penuh derita ini, setidaknya lima  hal yang harus dimiliki seseorang yakni iman, keikhlasan, rasa syukur, rasa keadilan, suka memberi.


Pertama, iman. Beriman bahwa ada Tuhan dan hari akhir yang akan meguhkan jiwa dan bahkan memberikan hikmah dibalik setiap penderitaan agar manusia bisa menjalaninya disertai keikhlasan. Manusia harus kuat menahan arus penderitaan hidup dan terus berproses di dalamnya supaya mencapai kebahagiaan yang hakiki, maka jalanilah prosesnya sambil menyadari bahwa selalu ada campur tangan Tuhan di setiap fase kehidupan yang dilalui


Kedua, keikhlasan. Menurut YMM. Ustadz Danish Luthfi keikhlasan ditandai dengan tiga hal yakni tidak tersanjung ketika dipuji, tidak marah ketika dikritik, dan tidak merajuk ketika kecewa. 


Orang yang tersanjung karena pujian adalah orang yang tidak konsisten dan tidak akan mampu menahan derita hidup, semangat hidupnya adalah pengakuan dari orang lain. Orang yang marah karena kritikan adalah orang yang mengharapkan pengakuan manusia, karena seluruh manusia pasti tidak akan sama memandang diri dan perbuatan seseorang. Orang yang merajuk karena kekecewaan adalah orang yang tidak ikhlas menjalani proses kehidupan. Semua orang pernah kecewa, bahkan oleh orang yang dikaguminya. 


Lihat saja bagaimana Sayidina Umar ra kecewa terhadap Nabi Saw saat beliau memutuskan kembali ke Madinah (tidak jadi menunaikan ibadah haji). Walaupun Umar ra kecewa ia tidak merajuk dan tetap ikut pada Nabi saw.


Berproseslah dalam penderitaan disertai keikhlasan supaya jiwa menjadi kuat, bahkan sanjungan dan pujian tidak akan dapat menodai batin orang ikhlas, karena pada hakikatnya sanjungan dan pujian hanya milik Tuhan, sedangkan manusia hanya bagian dari pancaran sanjungan itu yang memantul kembali kepada pemiliknya. Jika ikhlas tidak terkontrol maka jiwa manusia akan terlepas dari bingkai akhlak, oleh sebab itu ia akan mengabaikan kejernihan akal sehingga meluaplah amarahnya karena merasa dirinya paling benar.


Penggal urat nadi sanjunganmu! Potong urat nadi amarahmu! Putuskan urat nadi rajukanmu! Lalu buang di kantong sampah, lempar ke lubang kremasi sehingga terbakar habis dalam suhu keikhlasan, hilang dan dihanyut dalam proses penderitaan.


Ketiga, rasa syukur. Dikisahkan bahwa Syekh Ja'far Sadiq amat mencintai Nabi saw. Jika disebutkan nama Nabi Muhammad saw wajahnya langsung pucat pasi dan penuh sedih, tapi di luar itu beliau sangat humanis; penuh canda, tawa, sukacita, dan wajah yang ceria, itulah ciri-ciri sufi dan orang beriman. Uwais Al Qorni-pun tidak lepas dari semangat, rasa syukur, dan senyuman ketika berproses dalam penderitaan sampai akhir hidupnya diliputi kebahagiaan.


Bergerak dalam proses lebih baik daripada duduk dalam relung kepalsuan. Tidak ada kejadian walau yang terburuk sekalipun, melainkan di dalamnya diliputi sisi-sisi positif. Lahirnya Nabi Isa as tanpa seorang ayah telah menambah deretan penderitaan panjang yang dialaminya, namun berakhir bahagia. Berproseslah tanpa harus mengeluh, terus dayunglah dengan rasa syukur, suka cita, and dont for get to smile!


Keempat, berlaku adil. Sila kedua dan kelima dalam pancasila, mengasasi kita supaya berbuat adil. Orang yang adil berarti menginginkan semua orang memperoleh haknya masing-masing. Ia memiliki rasa keadilan dari hati yang lembut, yang lunak, yang takut kepada Tuhan. Ada orang berkata bahwa Pancasila tidak islami, pancasila tidak sesuai syariah, padahal keadilan dalam pancasila adalah bagian dari ajaran Islam.


Manusia diperintahkan Tuhan supaya bersikap adil karena sikap adil sangatlah mulia. Saking mulianya sikap adil Tuhan-pun mensifati diri-Nya dengan kata adil (العدل). Orang yang di hatinya memiliki rasa adil akan sanggup menahan derita hidup, karena ia menyadari bahwa hidup adalah penderitaan tanpa keadilan, walaupun keadilan di dunia ini tidak sesempurna keadilan di mahkamah Tuhan.


Kelima, suka memberi. Memberi adalah pertanda hidup. Suka memberi adalah syarat kebahagiaan.  Akhir dari umur manusia bukanlah ketika ia mati, tetapi ketika ia memutuskan akan berhenti memberi. Betapa banyak jasad manusia yang sudah terbujur kaku berkalang tanah, tapi hakikatnya ia masih bederma karena hidupnya selalu menebari manfaat pada sesama. Juga betapa banyak manusia yang jasadnya masih berlalu-lalang di muka bumi ini tapi sejatinya bangkai karena ia tidak memberikan apapun pada orang lain.


Manfaatkan masa-masa penderitaannmu supaya kamu bisa mengukur sejauh mana dirimu bisa menjadi wakil Tuhan di muka bumi ini.


Selamat menderita.


Dont worry be happy!


Penulis: Agung Sukardi, Sekretaris Lembaga Pendidikan Ma’arif Kabupaten Kuningan

Editor: Agung Gumelar


Editor:

Opini Terbaru