• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 4 Mei 2024

Opini

KOLOM BUYA HUSEIN

Fenomena Ambisi dan Politik Pencitraan

Fenomena Ambisi dan Politik Pencitraan
Fenomena Ambisi dan Politik Pencitraan
Fenomena Ambisi dan Politik Pencitraan

Hari-hari ini dunia medsos dipenuhi gambar-gambar diri berikut asesori-asesori gemerlap dan janji-janji menawan. Atas fenomena ini mungkin menarik kata-kata bijak dari salah seorang sufi master: Ibnu Athaillah al Sakandari. 


Ibnu Athaillah menulis indah:


إِدْفِنْ وُجُوْدَكَ فِى أَرْضِ الْخُمُوْلِ
فَمَا نَبَتَ مِمَّالَمْ يُدْفَنْ لَا يَتِمُّ نَتَائِجُهُ


Simpanlah eksistensimu 
Di bawah tanah yang tak dikenal
Sebab sesuatu yang tumbuh
dari biji yang tak ditanam
tak berbuah matang
(Ibnu Athaillah Assakandari)


Dr Zaki Mubarak, sarjana Tasawuf terkemuka dari Mesir, mengomentari puisi di atas: 


“Syair Idfin itu amat memukau. Ia begitu indah. Aku tak pernah menemukan yang sepertinya di tempat lain. Di dalamnya tersimpan gejolak spiritualisme yang amat kuat. Sang penulis, agaknya, menemukan maknanya ketika ia melakukan permenungan dalam sunyi, bening dan dalam situasi ekstasi, lalu merasuki jiwanya, maka ia menjadi kata-kata indah nan abadi, sepanjang zaman”. (Zaky Mubarak, Al-Tashawwuf al-Islami fi al-Adab wa al-Akhlaq, hlm. 108).  


Puisi tersebut bicara soal perlunya menjauhkan diri dari hasrat dan ambisi akan popularitas, kemasyhuran diri dan keinginan dipuji. 


Arti puisi itu kira-kira begini : “Simpanlah hasratmu akan popularitas dan puja-puji untuk diri, karena hasrat yang demikian tak akan membuat dirimu tumbuh dan berkembang sempurna”. 


Hasrat akan kemasyhuran diri akan menyibukkan diri pada urusan-urusan yang tak berguna dan mengabaikan kerja-kerja yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan. 


Cinta pada kemasyhuran mendorong orang untuk mengurusi dirinya sendiri dan tak peduli pada orang lain. Hasrat ini mungkin sekarang popular disebut “politik pencitraan”.


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU


Opini Terbaru