• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Opini

Bekal Mudik Akhirat

Bekal Mudik Akhirat
Bekal Mudik Akhirat
Bekal Mudik Akhirat

Sebentar lagi musim mudik akan tiba. Saat menjelang Ramadan berakhir dapat dipastikan tradisi tahunan mudik, yang sempat terinterupsi dengan pembatasan di masa covid, akan kembali menjadi fokus umat Islam di Tanah Air.


Sepuluh malam terakhir Ramadan tidak hanya akan dipenuhi dengan mereka yang iktikaf berdiam diri di masjid, tapi juga mereka yang tertahan bermalam di stasiun, terminal, dan jalanan yang padat akibat mudik. Yang i'tikaf di masjid menata ulang hablum minallah (relasi dengan Allah), sementara yang mudik hendak menjaga dan merawat hablum minannas (relasi dengan sesama). Keduanya terhitung baik pada jalur prioritasnya masing-masing.


Beri'tikaf dan ibadah lainnya di masjid juga tidak melulu hanya urusan dengan Allah. Bahkan salat pun disimbolkan berakhir dengan menoleh ke kiri dan kanan seraya mengucap salam. Makna yang dalam bahwa selepas salat kita diminta memperhatian kondisi sesama dan lingkungan sekitar kita seraya menebar salam perdamaian, bukan permusuhan.


Ini artinya saat kita mendekatkan diri kepada Allah, tidak lantas kita menjauh dari sesama. Ini penting untuk ditekankan karena banyak yang semakin religius malah semakin terasing dari komunitasnya.


Itu sebabnya momen mudik menjadi penting untuk kita persiapkan. Ini bagian dari proses pembelajaran diri untuk tidak tercerabut dari akar sosial kita bahwa sejauh-jauhnya kita merantau, selalu ada serpihan diri yang memanggil-manggil kita untuk kembali. Sejauh kita melangkah, selalu ada momen pemberhentian untuk sejenak menoleh ke belakang.


Mudik ialah momen kita untuk introspeksi diri agar tidak tercerabut dari akar kita sebagai makhluk sosial.


Namun demikian, Ramadan bukan sekadar bulan yang menjadi momen kita untuk mudik, tetapi juga momen kita menyiapkan bekal untuk mudik kita yang sesungguhnya nanti. Pada akhirnya, kita semua akan mudik kembali ke kampung akhirat.


Jika kita sudah mempersiapkan diri sedemikian rupa untuk mudik ke kampung halaman, apa pula yang sudah kita siapkan untuk mudik ke kampung keabadian kita kelak? Mudik fisik saja membutuhkan berbagai persiapan agar perjalanan kita lancar dan selamat. Apalah lagi kalau kita bersiap hendak mudik rohani.


Roh suci yang Allah hembuskan pada setiap jiwa membuat roh suci itu terus meronta dan meratap hendak kembali ke kampung asalnya. Maka kematian dipahami bukan sebagai keterputusan atau sebuah akhir, tapi justru sebagai ketersambungan dan sebuah permulaan dari perjalanan kita menuju kampung halaman yang hakiki.


Ramadan ini ialah bulan kita beramal-salih, sekaligus menjaga relasi dengan Allah dan juga dengan sesama. Tanpa terasa sebentar lagi kita akan memasuki periode akhir Ramadan. Mari kita persiapkan bekal mudik, baik ke kampung halaman maupun mudik ke kampung akhirat.


Boleh jadi, ini Ramadan terakhir kita, maka bersungguh-sungguhlah kita menyiapkan bekal mudik ini. Mumpung masih tersisa sekitar sepuluh hari lagi Ramadan. Kita mempersiapkan diri dengan kesalehan ritual dan kesalehan sosial sekaligus.


Nadirsyah Hosen, Wakil Ketua Dewan Pengasuh Pesantren Takhasus IIQ Jakarta


Opini Terbaru