• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Ngalogat

Perempuan adalah Makna Kehidupan

Perempuan adalah Makna Kehidupan
Ilustrasi relasi laki-laki dan perempuan (NU Online Jabar/Ilustrasi: NU Online)
Ilustrasi relasi laki-laki dan perempuan (NU Online Jabar/Ilustrasi: NU Online)

Oleh: Reesti Mauliddiana Purnama Permata Sari
Beberapa waktu lalu, saya mengikuti sebuah diskusi dengan narasumber kiai yang terkenal dengan pemahaman gendernya, KH Husein Muhammad. Menurut dia, tradisi keislaman tidak bisa dilepaskan dari konteks yang melatarbelakanginya. Mencopot konteks ketika melakukan penafsiran akan melahirkan kesemena-menaan (kekeliruan) terhadap teks dan melahirkan tafsir yang semena-mena (keliru) pula.

KH Husein Muhammad menyebut bahwa pada aspek sosial budaya, sejarah Arab dan teks-teks Al-Qur’an menginformasikan kepada kita praktik-praktik kehidupan yang diliputi oleh kegelapan atau kebohongan. Kebohongan, kebodohan dan kegelapan adalah metafora penindasan, kezaliman, dan ketidakmengertian makna kemanusiaan.

“Praktik-praktik kehidupan masyarakat Arab pra-Islam tersebut sesungguhnya warisan dan produk tradisi dan budaya sebelum masehi. Tradisi-tradisi misoginis dan subordinasi perempuan tersebut tampak terlihat dengan jelas,” kata KH Husein.

Namun Islam datang dengan membawa konsep kebahagiaan untuk seluruh alam. Bukan hanya sekumpulan teks suci atau sejumlah aturan-aturan yang terpisah dari konteksnya. Islam adalah agama yang di dalamnya menegaskan aspek kemanusiaan, pembebasan, dan penegakan keadilan.

Kiai Husein mencontohkan pada ayat kepemimpinan laki-laki atas perempuan. Pada umumnya, kata arrijal diartikan laki-laki dalam konotasi biologis ataupun gender. Arrijal pada umumnya dalam Al-Qur’an diartikan laki-laki dalam makna gender sedangkan perempuan annisa.  Dan kata laki-laki dalam makna biologis disebutkan al Qur’an dengan kata adz-dzakar. Sementara untuk biologis perempuan disebut al-unts.

Pengasuh Pesantren di Arjawinangun Cirebon yang konsisten mengusung nilai-nilai keislaman seperti ‘adalah (keadilan), syura (Musyawarah), Musawah (persamaan), tasamuh (toleransi), dan ishlah (perdamaian), menjelaskan bahwa kata ar-rijal tidak identik dengan kata adz-dzakar, tetapi tidak semua adz-dzakar termasuk kategori ar-rajul. Begitupun sebaliknya, kata annisa tidak identik dengan kata al-unts.  Seorang laki-laki disebut ar-rijal ataupun perempuan disebut an-nisa manakala memenuhi kriteria-kriteria sosial dan budaya tertentu.

Dengan begitu menjadi jelas bahwa kepemimpinan yang didasarkan atas kriteria keunggulan laki-laki tersebut sesungguhnya adalah sesuatu yang relatif belaka dan sangat terkait dengan konstruksi sosial budaya dan masyarakat.

Lebih jauh Kiai Husein dalam kesempatan menjadi pemateri pada Sekolah Islam dan Gender INISA Tambun Bekasi menekankan bahwa Islam pada hakikatnya mengusung konsep kemaslahatan dan kebahagiaan untuk sesama dalam artian penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.

Dengan demikian harus bisa memperlakukan perempuan layaknya manusia karena pada hakikatnya perempuan adalah makna kehidupan. Dan untuk memajukan sebuah negara, bangsa dan agama, ditentukan dari bagaimana kita memperlakukan perempuan.

Penulis adalah Pengurus KOPRI Komisariat Inisa Tambun Bekasi


Editor:

Ngalogat Terbaru