Mualim, Ajengan, dan Mama Ajengan
Oleh KH Abubakar Sidik
Di Jawa Barat, terutama Sukabumi, ada level sebutan bagi ulama atau pemimpin agama.
Level pertama muallim. Ini diberikan kepada santri yang baru lulus dan baru membuka pengajian atau pesantren.
Level kedua ajengan. Ini diberikan kepada muallim yang sudah mengajar lama dan menunjukkan atau memperlihatkan keilmuan yang kian menonjol, menguat dan menjadi karakter khasnya.
Level ketiga mama ajengan. Ini diberikan kepada ajengan yang secara tasawuf atau spiritual menunjukkan prilaku yang konstan dan dawam (menjadi kebiasaannya). Misalnya, lebih zuhud, lebih bijak, mengerti perasaan orang, dan sejenisnya.
Makna Ajengan sendiri berkaitan dengan orang yang respek terhadap permasalahan masyarakat. Makna kyai sama saja, tetapi lebih pada kemampuan untuk memberi perlindungan kepada masyarakat. Awalnya kyai sebutan yang berlaku di Jatim dan Jateng, tapi lalu sesuai perkembangan melebar ke Indonesia.
Sebutan ustadz sebenarnya masih baru. Tidak asli Indonesia.
Apa pun sebutannya, mereka adalah orang-orang yang sengaja mendalami agama, ahli agama Islam. Sebagai ahli agama, mereka akan mengeluarkan pendapat berdasarkan keilmuannya dengan metodologi yang jelas. Apapun yang mereka lakukan adalah untuk kepentingan agama, bukan yang lain.
Mereka adalah lulusan pesantren, sebuah lembaga khusus mengkaji ilmu agama.
Lepas dari itu semua, mereka adalah manusia yang tidak ma'sum. Walau mereka menerima tugas pewaris para nabi, mereka bukan nabi.
Menyampaikan agama pada masa sekarang amat sulit dan menantang. Bagaimana tidak, agama yang diturunkan pada "masa lalu" harus diimplementasikan pada masa sekarang (dan masa depan) yang mengalami perkembangan dan kemajuan yang dahsyat dengan segala problematika turunannya.
Wallahu a'lam.
Penulis adalah Wakil Ketua PWNU Jawa Barat