• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Ngalogat

Becak dan Kiai Saya

Becak dan Kiai Saya
Abang becak yang sedang menunggu orang yang menggunakan jasanya (Foto: NU Online Jabar/Yahya Ansori)
Abang becak yang sedang menunggu orang yang menggunakan jasanya (Foto: NU Online Jabar/Yahya Ansori)

Oleh Yahya Ansori 

Ada hal yang kadang kikuk di musim pandemi ini, misalnya karena pakai masker seringkali kita tak dikenali. Pagi ini di tengah perjalanan saya berpapasan dengan guru saya, Kiai Badruzaman, sering disapa Kiai Bad. 

Seperti sering saya lihat sejak kecil, seringkali beliau naik becak menuju tempat-tempat pengajian. Pagi ini, saya melihat dia yang juga menggunakan jasa abang becak. Saat kami berpapasan, dan saya menyapanya, sepertinya dia tak mengenali saya. Hal itu tak lain kerana saya mengenakan helm dan masker.

Bukan hanya Kiai Bad yang seperti itu. Saat saya mondok, sering melihat Kang Ayip Muh (Habib Muhammad bin Syech bin Yahya Jagasatru) sering saya temui naik becak saat pulang dari tempat pengajian. Biasanya saya langsung lari masuk kamar karena malu nyantai-nyantai di pinggir musholla. Kadang kalau sedang bawa buku langsung saya pegang supaya dikira sedang belajar. Kontan Kang Ayip pun saya lihat tersenyum.

Naik becak pada zaman seperti ini bukan soal pencitraan atau apalah. Kami yang santri beliau paham alasannya, sebuah teladan bahwa seyogyanya kami memilih jalan hidup sederhana. Kalau Gus Baha misalnya memilih naik bus kemana-mana seperti itulah mungkin alasan yang pas untuk Kiai Bad dan Kang Ayip Muh.

Becak itu juga mengajarkan kepada kami santri beliau agar terus dan dekat dengan kelas strata sosial bawah. Bisa saja kiai naik mobil bagus kemana-mana. Mereka mampu kok, tapi itu tidak dilakukan karena dulu juga Nabi juga seperti itu. Tukang becak dan becaknya pun sangat bangga membawa kiai kemana pun, sebuah kebersamaan yang saling membahagiakan.

Agaknya makin jarang figur kiai yang tetap berlaku hidup sederhana. Biasanya berlomba memiliki mobil termewah dan kemudian ketika diundang memasang tarif yang juga tak bisa lagi murah sesuai dengan mobilnya. Kang Ayip Muh adalah kiai besar, pengajiannya biasa dihadiri ribuan orang, tapi beliau sering saya lihat pulang naik becak, lalu apa esensinya?

Musim pandemi ini semua orang susah, apalagi mereka yang berada pada strata ekonomi paling bawah. Makin jarang orang keluar rumah karena dibatasi dengan PPKM, pasar sepi, dimana mana sepi. Seringkali dalam hidup kita jangan kan dalam kondisi susah dalam kondisi senang kita kurang empati terhadap mereka yang susah. Dalam perjalanan seringkali kita temui klakson berbunyi kencang berkali-kali ketika becak menyeberang, ya becak tak punya lampu sein seperti kendaraan lainnya. 

Kiai-kiai kita mengajarkan seharusnya kita punya empati dan terus bersama mereka yang kurang beruntung dalam kondisi senang maupun susah, ya dengan naik becak contohnya. Naik becak tidak akan menurunkan muruah kiai menjadi jatuh, kiai kita tidak malu meski tentu saja tersambar debu dan sebagainya.

Kalau anda sudah kaya, punya mobil mewah tetaplah jangan malu naik becak.

Penulis adalah Sekretaris PCNU Kabupaten Indramayu 
 


Ngalogat Terbaru