Seperti sering disebutkan dalam definisi maupun faidah mantik, yakni mengawal pikiran agar tertib mengambil kesimpulan sesuai dengan pola yang ditetapkan (shuroh). Tidak cukup paham, berpikir tertib dapat terlaksana jika kaidah itu diterapkan saat berpikir, jika tidak, meskipun ia hapal kaidah secara baik tetap saja tidak akan berakhir dengan ketertiban berpikir.
ألة قانونية تعصم مراعتها الذهن عن الخطأ في التفكير
Karena tidak sedikit ditemukan mereka yang faham kaidah mantik tapi tidak bermantik, tidak tertib menarik kesimpulan, tergesa-gesa.
Ada banyak faktor yang melahirkan kondisi seperti itu, bisa karena belum terbiasa menerapkan dalam berpikir, terbawa hawa nafsu, dalam keadaan marah, lapar berat, ngantuk parah, dan lain-lain. Pikiran yang didasarkan pada pola mantik dikatakan shohih atau at-tafkir as-shohih. Istilah shohih digunakan untuk membedakan dari berpikir benar atau at-tafkir shodiq.
Jenis berpikir ini melampaui berpikir shohih, ia adalah berpikir shohih wa ziyadah. Jika berpikir shohih berhasil memenuhi pola penalaran mantik, sedangkan berpikir shodiq ialah berpikir yang selain shohih juga sesuai dengan realitas sebenarnya (shohih cum muthobiq lil waqi').Dengan ungkapan lain, berpikir shohih benar dalam tata tertib berpikir (shuroh), sedangkan berpikir shodiq benar dalam tata tertib berpikir sekaligus benar materi penyusun pikiran (shuroh wal maadah).
Relasi antara keduanya adalah 'umum khusus min ithlaq. Berpikir shodiq lebih luas dari berpikir shohih, artinya setiap pikiran shodiq pasti shohih, namun tidak setiap berpikir shohih pasti shodiq, jika materi qiyasnya salah.
Faktor materi pembentuklah (maadatul qiyas), seperti ditegaskan Imam Al-Akhdlori dalam khoto'ul burhan, yang menyebabkan keliru meski sudah tertib berpikir.
Baca Juga
Ilmu Mantiq dan Kitab Mantiq (2)
وخطأ البرهان حيث وجدا * في مادة أو صورة فالمبتدأ
Muqaddimah yang materinya sudah salah, entah muqoddimah shughro ataupun kubro dengan sendirinya kesimpulannya salah.
Dengan demikian, sangat mungkin mereka yang fasih dengan kaidah logika, ketika berpikir dalam ilmu alam atau ilmu sosial menghasilkan kesimpulan yang salah. Bukan karena salah menertibkan pikiran (shuroh), namun salah memilah bahan pikiran (maadah).
Sepertinya tidak ada manusia yang selamanya benar (shodiq) dalam berfikir, manusia mesti benar di satu waktu, keliru di waktu lain.
Manusia yang selalu benar dalam berfikir dapat dikategorikan sebagai khoriqul adah, keluar dari kebiasaan keumuman manusia, seperti yang dialami para nabi dan rasul. Wallahu a'lam
A Deni Muharamdani, Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBMNU) Karangpawitan Garut
Terpopuler
1
Khutbah Jumat Singkat: Meraih Hidup yang Lebih Bermakna dengan Syukur dan Tafakur
2
Pergunu Jabar Gelar Seleksi Beasiswa S1 hingga S3 bagi Santri, Guru, dan Kader NU, Berikut Jadwalnya
3
Pelatih Timnas U-23 Panggil 30 Pemain Ikuti TC di Jakarta Jelang Asean Mandiri Cup 2025, Ini Daftarnya
4
Bangkitkan Semangat Wirausaha, Talk Show di Cirebon Ajak Perempuan Muda Jadi Pelaku Ekonomi Mandiri
5
Jamaah Haji Gelombang I Mulai Pulang ke Tanah Air, Gelombang II Lanjutkan Ibadah di Madinah
6
MA KHAS Kempek Jalani Visitasi Adiwiyata, Komitmen Nyata Wujudkan Sekolah Ramah Lingkungan
Terkini
Lihat Semua