Ngalogat

Ilmu Mantiq dan Kitab Mantiq (2)

Selasa, 24 September 2024 | 15:24 WIB

Ilmu Mantiq dan Kitab Mantiq (2)

(Ilustrasi: NU Online Jabar).

Pada bagian pertama telah dibahas objek materil dan formal ilmu mantik yang mengerucut pada empat tema pokok. Bagian kedua ini tidak jauh dengan pembahasan yang pertama. Ditegaskan di bagian pertama, jika kitab mantik tidak sama dengan mantik itu sendiri. Tidak keliru dikatakan jika di dalam kitab mantik berisi ilmu mantik, sebagaimana tidak keliru jika di dalamnya berisi selain mantik.


Hal yang sama kita dapati di dalam kitab fiqih, mengacu pada definisi fiqih dari Imam Syairozi dan Imam Haromain, jika di dalam kitab fiqih berisi fiqih sebagaimana berisi selain fiqih (qoth'iyyat).


Perdebatan para ulama hingga memunculkan tiga pendapat, sebagaimana dilaporkan Imam Al-Akhdori dalam Sullam-nya, mestinya bukan pada ilmu mantik an sich atau kitab mantik mutakhir, tapi pada karya-karya mantik awal, yang memang di dalamnya disesaki kajian filsafat Yunani.


Ada dua kemungkinan terkait karya-karya itu; sedari awal memang disiapkan sebagai kitab filsafat yang dibantu ilmu mantik sebagai alur penalaran, atau sebaliknya, kitab mantik yang disertai filsafat.Yang dikhawatirkan dari karya-karya itu, jika dibaca dan didalami oleh orang beriman yang tidak memiliki landasan rasional yang kuat dapat mengganggu keimanan, alih-alih menguatkan.


Beberapa contoh kitab yang didalamnya mengumpulkan mantik dengan fisalafat Yunani; Thowali' karya Baidlowi, karya Ibnu Sina, Al-Kindi, dan yang lainnya.


Karenanya kualifikasi yang diajukan ulama bagi yang ingin mengkaji kitab-kitab mantik awal harus memiliki landasan metafisika Islam yang berasal dari Al-Quran dan Sunnah (mumarosah bil-kitab wassunnah). 


Mereka yang memiliki kualifikasi mumarosah dengan Al-Quran dan Sunnah selain dapat menganalisis, memilah, juga dapat mengkritisi pikiran-pikiran yang tidak sejalan dengan metafisika Islam.


Ia tidak akan lugu membaca dan menerima begitu saja berbagai spekulasi pikiran di dalamnya. Bahkan bukan tidak mungkin baginya menjadi fardlu 'ain, guna melindungi akidah Islam dari berbagai gempuran pemikiran luar.


Adapun kitab mantik mutakhir, yang telah steril dari filasafat Hellenisme, bukanlah yang dimaksud para ulama saat mereka berbeda pendapat. Kitab-kitab mutakhir itu seperti; Isaghuzi, Sullamul Munauroq, Tahdzibul Mantik, Syamsiyah, dan lain-lain. Kitab-kitab itu justru menguatkan keimanan, menyangga naqli, melindungi akidah secara rasional (qosim musytarok). Seperti pada tema Shina'atul Hujjah, yang di dalamnya ada Burhan yang berisi sumber-sumber keyakinan.


Satu diantara sumber keyakinan yang disebutkan adalah berita mutawatir. Aspek ini sengaja dimasukkan para ulama untuk mentahbiskan Al-Quran, hadits mutawatir, al-ma'lum minaddiin bidloruroh sebagai pondasi meyakinkan dalam ajaran Islam.


Sekedar untuk mempelajari ilmu mantik (logika) tidak dibutuhkan kesiapan dan perbekalan apapun, baik Al-Quran maupun Sunnah (mumarosah), justru ilmu logika akan menjadi bekal pikiran memahami keduanya.


Lantas apakah mereka yang berbekal mantik hasil pikirannya pasti benar (shodiq)?  Wallohu a'lam.


A Deni Muharamdani, Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBMNU) Karangpawitan Garut