• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 22 Mei 2024

Ngalogat

BULAN GUS DUR

Gus Dur dan Hantu

Gus Dur dan Hantu
Ilustrasi: (NU Online Jabar/Iqbal)
Ilustrasi: (NU Online Jabar/Iqbal)

Oleh Abdullah Alawi  
Ketua Umum PBNU 1984-2000 dan Presiden ke-4 Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur memiliki hubungan luas dengan berbagai kalangan. Tidak hanya setelah ia populer, tapi sejak masa mudanya demi mengomunikasikan berbagai idenya tentang pesantren, NU, dan bangsa ini, kepada para kiai dan sejawatnya di berbagai tempat.  
KH Abdul Mun’im DZ dalam sebuah artikelnya menyebutkan bahwa Gus Dur sebagaimana masyarakat umum, bepergian sering menggunakan bus. Misalnya untuk menemui salah seorang kawannya, KH A Mustofa Bisri atau Gus Mus, di Rembang, Jawa Tengah. 

“Sewaktu Gus Dur diundanglokakarya di sebuah pesantren di Cilacap, juga menggunakan bus saja. Setelah di terminal, lalu ia menyambung dengan angkot dan kemudian dilanjutkan dengan naik becak. Dia datang dengan membawa segepok map berisi makalah dan foto kopi kliping sebagai bahan ceramahnya,” tulisanya. 

Menurut Abdul Mun’im, suatau hari di tahun 1985, Gus Dur mengunjungi sahabatnya, KH Muhammad Jinan di Gunung Balak Lampung. Setelah naik bus Jakarta-Lampung, lalu naik angkot, ia meneruskan dengan berjalan kaki sepanjang empat kilo meter. Jalan menuju pesantren memang hanya setapak. 

“Coba bayangkan, Gus Dur jalan kaki dengan badan tambun, kacamata tebal, sementara jalan berbatu. Tapi Gus Dur menjalaninya dengan enteng, bahkan ceria,” ungkapnya. 

Tak hanya dengan kiai, Gus Dur bersilaturahim dengan rakyat hingga pejabat, santri, Muslim dan non-Muslim, bahkan dengan yang tak beragama sekali pun. Gus Dur bertemu dengan berbagai macam profesi, aktivitas, beragam latar belakang suku, bermacam budaya, baik dalam dan luar negeri. Bahkan dengan orang meninggal, yakni di kuburan. Dan, tak pandang umur, orang tua maupun anak-anak.  Tak heran, kemudian Gus Mus menyebut Gus Dur sebagai kiai unta. 

Suatu ketika, salah seorang teman Gus Dur, yakni Greg Barton, seorang profesor  di Universitas Monash, Australia, menengok Gus Dur di rumah sakit, di Jakarta. Penulis biografi Gus Dur itu membawa anaknya yang berusia 14 tahun. Hannah, namanya. Dalam pertemuan itu, tanpa diduga, anak sang profesor bertanya kepada Gus Dur.

“Gus Dur apakah hantu itu ada?”  

“Kalau hantu dan makhluk-makhluk gaib, sebenarnya saya kurang tahu. Tapi saya punya cerita sedikit yang merupakan sebagian jawaban,” katanya.   

Gus Dur pun bercerita, pada waktu muda, saat ia di Jombang, tepatnya di Pondok Pesantren Tebuireng, memiliki kebiasaan pergi ziarah dan berdoa di kuburan.   

Suatu ketika, di makam Tebuireng, ia berziarah ke makam itu. Ia datang sekitar pukul 01.00. Namun, tak lama kemudian, ia tertidur. 

Sekitar dua jam berlalu, kemudian Gus Dur terbangun karena ada suara orang yang sepertinya hendak berziarah pula seperti dirinya. Kemudian Gus Dur berdiri menengok orang tersebut.  Orang yang baru datang itu terbelalak dan terkaget-kaget, berteriak, lalu berlari terbirit-birit.  

“Saya tidak tahu apakah hantu itu ada atau tidak, tapi kalau bertanya kepada orang itu (orang yang berlari tersebut), pasti menjawab ada,” kata Gus Dur kepada Hannah.    

Penulis adalah Nahliyin, pengagum Gus Dur


 


Ngalogat Terbaru